Demikianlah masa peperangan jang seperti dapat kita lihat dalam sedjarah pendidikan bangsa-bangsa lain djuga, menundjukkan dengan tegas kekurangan-kekurangan jang ada dalam suatu sistim pendidikan. Hal inilah jang mendesak Presiden Truman sesudah selesainja perang, jaitu pada tanggal 21 Djanuari 1946, mengusulkan kepada Kongres supaja Pemerintah Federal memberi bantuan jang lebih besar kepada negara-negara bagian untuk mendjamin adanja persamaan kesempatan dibidang pendidikan.
Sudah kita lihat diatas bahwa banjak negara-bagian, terutama jang dibagian Selatan, menaruh tjuriga akan segala matjam subsidi federal, karena dianggap selalu ada udang dibalik batu, jaitu keinginan tjampur tangan dalam soal-soal daerah. Oleh Truman ditegaskan bahwa Pemerintah tidak pernah dan tidak akan berusaha menguasai pendidikan didaerah. Jang akan diteruskan ialah fungsi menuntun dan
memberi nasehat dan untuk mendjamin terlaksananja persamaan kesempatan pendidikan bagi semua anak, bantuan keuangan dari fihak
Pemerintah Federal akan diperbesar bilamana dibutuhkan.
Djadi, sama halnja dengan keadaan di Inggeris dan Perantjis, Perang Dunia II itu di Amerika Serikat djuga menghasilkan gagasan-gagasan jang mulia mengenai pendidikan.
Pendidikan menengah djuga sangat menderita, Mahasiswa perguruan tinggi sudah pasti mendapat panggilan untuk memanggul sendjata, sedang murid-murid sekolah menengah agak sangsi, karena tergantung pada umur masing-masing dan lamanja peperangan. Djadi
terdapatlah suasana keragu-raguan akan perlunja bersekolah. 80% dari murid-murid sekolah menengah memang tidak akan meneruskan
keperguruan tinggi dan sukarlah bagi mereka melawan daja penarik industri perang dengan gadji jang besar itu.
Untuk mempertinggi kewaspadaan dan kesiagaan, sekolah-sekolah menengah djuga dikerahkan. Oleh Pemerintah diandjurkan agar dalam setiap high school dibentuk suatu Korps Kemenangan (Victory Corps) dengan maksud memadjukan pendidikan dan latihan kearah dinas dan usaha jang sangat diperlukan dimasa perang. Semasa mereka bersekolah, djuga diandjurkan kepada anak-anak agar turut aktip dalam
kegiatan-kegiatan dibidang pertahanan rakjat. Sesungguhnja tudjuan korps ini adalah djuga untuk menggembleng semangat pemuda-pemuda,
selain untuk mempersiapkannja untuk keperluan pertahanan. Anggota-anggota korps diperlengkapi dengan lentjana dan pakaian seragam sederhana, lengkap dengan sedjenis rite inisiasi seperti perpelontjoan sebelum masuk djadi anggota.
Oleh karena adanja kegiatan-kegiatan ini dan kekatjauan karena kekurangan guru, maka kurikulum sekolah menengah makin banjaklah kekurangannja. Sebenarnja sebelum perangpun kekurangan ini sudah disinjalir orang, terutama dibidang pendidikan bahasa Inggeris,
127