Halaman:Si Umbuik Mudo.pdf/130

Halaman ini belum diuji baca

Penyakitnya bertambah dalam, hilanglah akal amainya, begitu pula adiknya si Rambun Ameh, sama bermenung keduanya. Terdengar si Umbuik sakit, sampailah kabar ke kampung Aur, datang pula amai si Galang Banyak, datang puti yang berenam, membezuk si Umbuik sakit, sakit yang tidak bangun lagi, minum tidak makanpun tidak, makin diobat makin parah, dibawa obat dan tawa, begitu sampai dipasangkan, baru sebentar obat terpasang, pingsanlah si Umbuik Mudo, lupa dunia seketika. Ada sebentar antaranya, berkata si Umbuik Mudo, “Duhai Adik, puti Rambun Ameh, duhai Amai kandung denai, letih lah sudah badan denai, goyahlah sendi tulang denai, janjian yang lah rasakan sampai, beri ampun denai di Amai, relakan semua yang termakan, relakan jerih payah Amai, maafkan kata yang terdorong, baik di lahir dan di batin, yang akan jadi hutang piutang. Kuburkan denai di bukit Silanguang, di depan kuburan si Galang Banyak, agar sama bertentangan, itulah amanat dari Denai, Amai genggan erat-erat. Mendengar kata demikian, pecahlah tangis orang yang banyak, akan bagaimanakah lagi, Allah Taalah Maha Kaya, Allah berbuat sekehendakNya, kata sudah diucapkan, amanat sudah ditinggalkan, sampailah janjian si Umbuik Mudo. Di hari yang sehari itu, harinya jatuh di hari jumat, sedang tepat tengah hari, dipukul tabuh larangan, sahut menyahut tabuh yang banyak, berdentang bunyi tabuh dari bukit, dibalas bunyi tabuh dari lurah, tabuh Jumat menyudahi. Terkejutlah orang di nagari, semua datang bergegas, besar kecil tua muda, laki-laki perempuan, riuh rendah bunyi ratap, naiklah orang yang banyak, heran tercengang semuanya. Akan hal amai si Umbuik, beserta Amai si Galang Banyak, tiga dengan si Rambun Ameh, sembilan dengan Puti yang berenam, lalu menghempas-hempaskan badan, memarut-marut diri, merenggut119