Halaman:Si Umbuik Mudo.pdf/16

Halaman ini telah diuji baca

Menjawab Amai si Umbuik, “Duhai buyung anak denai, sebab anak denai panggil kemari, ada yang lebih denai risaukan, tidak duduk yang terdudukkan, tidak tegak yang tertegakkan, tidak tidur yang tertidurkan, nasi dimakan rasa sekam, air diminum raso duri, begitulah hati denai kini.”

Menjawab si Umbuik Mudo, “Duhai Amai denai, sungguh rusuh hati denai, mendengar kata Amai itu, cobalah Amai ceritakan, agar tenang hati denai, apakah yang Amai rusuhkan, apakah yang Amai risaukan.”

Berkata pula Amai si Umbuik, “Yang lebih denai pikirkan, sebab anak belum bekerja, anak belum berpenghasilan, anak belum berusaha.”

Menjawab si Umbuik Mudo, “Duhai Amai denai, apakah pekerjaan denai, apakah usaha denai, apakah benar pegangan Denai, cobalah Amai katakan, untuk denai pegang erat-erat, siang denai jadikan pedoman, malam denai jadikan pegangan.”

Menjawab Amai si Umbuik Mudo, “Duhai buyung anak denai, maukah buyung berniaga?”

Mendengar kata demikian, menjawab si Umbuik Mudo, “Bukan mudah orang berniaga, harus tahu di laba dan rugi, tahu di hitungan satu dan dua.”

Bertanya pula Amainya, “Jadi apa Buyung hendaknya, maukah Buyung jadi gembala?”

Dijawab oleh si Umbuik Mudo, “Duhai Amai denai, denai tidak akan menggembala, denai tidak akan beternak, tapi sungguhpun demikian, bukan denai tak mau beternak, denai yang belum berpengalaman, belum tahu adat dan pusaka, belum tahu syarak dan syariat, belum tahu di ereng dan gendeng.”

Bertanya pula amainya, “Jadi apa Buyung hendaknya, maukah Buyung ke sawah ke ladang?”