Halaman:Si Umbuik Mudo.pdf/30

Halaman ini telah diuji baca

Berkata guru si Umbuik, “Sebanyak inilah orang, telah sepenuh rumah, yang jauh orang lah datang, yang dekat orang lah tiba, Buyung saja yang tak nampak, Buyung saja yang tak kemari, apa lagi yang Buyung cari, apa lagi yang Buyung kejar, coba katakan pada denai.”

Menjawab si Umbuik Mudo, “Kalau itu guru tanyakan, bukanlah denai kemana-mana, denai hanya pergi mengaji, pergi mencari irama Mesir, sebab itu denai terlambat datang.”

Berkata pula guru si Umbuik, “Duhai Buyung si Umbuik Mudo, sementara Buyung belum tiba, banyaklah surat yang terbaca, banyaklah kitab yang dikaji, banyak irama yang didengarkan, cobakanlah irama Buyung, yang dipelajari ke negeri orang.”

Mendengar kata demikian, dibakarnya kemeyan putih, asap membubung ke atas langit, harum setahun perjalanan, lalu mengajilah si Umbuik Mudo, dibawakannya irama Mesir, sesaat kemudian, jangankan suara orang, lantaipun tidak berdetik, semua habis tercengang, karena indah lagu si Umbuik Mudo.

Setelah berapa lama mengaji, turunlah puti yang bertujuh, puti bertujuh bersaudara, kemenakan oleh gurunya, cantik yang tiada terkira, mukanya bagai bulan penuh, keningnya bagai kiliran taji, hidungnya bagai pucuk telutuk, telinganya bagai jerat tertahan, bibirnya bagai jeruk seulas, potong kukunya bagai bulan sabit, potongannya bagai bintang bertaburan, empu kakinya bagai bungkal setahil, empu tangannya bagai bungkal sepaha.

Dipilih dalam dipilih, dipilih dalam yang bertujuh, si bungsu yang paling cantik, bernama Puti Galang Banyak, anak kesayangan bapaknya, kesayangan orang sekampungnya, Ia duduk di kanan si Umbuik Mudo, berkata Puti Galang Banyak , “Duhai Tuan Umbuik Mudo, banyaklah orang yang mengaji, banyaklah orang berirama, ada tuanku ada mualim, pakiah (orang alim) tak terbilang pula, satupun tidak denai dengar, seorangpun tidak denai acuhkan.