Halaman:Si Umbuik Mudo.pdf/36

Halaman ini belum diuji baca

berikan ampun seketika, usah guru berkecil hati, denai tetap kan pergi jua.” Berkata Guru si Umbuik Mudo, “Denai tebang tidak tertebang Bagai menebang batang sampir Denai tebas jua yang jadi; Denai larang tidak terlarang Bagai melarang air hilir Denai lepas jua yang jadi.” Berjalanlah si Umbuik Mudo, ditunggangi kuda yang belang, dipacu berbalik pulang, lalu berlari-lari kecil, dekat semakin hampir, hampir dekat kan tiba, tiba di tengah halaman. Dipautkan kuda segera, lalu langsung naik ke rumah, tegak ke tengah Ia bermenung, tegak ke tepi Ia menegun, penglihatan berapi-api, pemandangan kelam kabut, terlelap rebah sekali, tidur menelungkup ke bantal. Menelungkup sambil menangis, menangis terisak-isak, air mata bak hujan lebat, jatuh dua jatuh tiga, bagai intan putus pengarang, bagai manik putus talinya, bagai bunyi direntak pakam5. Sesaat Ia menangis, datang amai menghampiri, lalu bertanya lah amainya, “Buyung, apa yang buyung rusuhkan, apa yang Buyung tangiskan, apa karena kalah mengaji, atau tak terlawan dunia orang?’ Lalu menjawab si Umbuik Mudo, “Bukan denai salah mengaji, bukan kalah berdunia, bukan terhimpit karena memakai, tapi, Kelip-kelip si Melaka Hinggap di pasar Payakumbuh; Terkelit iman di dada Kepada puti yang bertujuh. Oi Amai, jika benar Amai iba, jika benar Amai sayang, pergilah Amai denai suruh, pergilah Amai denai seraya, 5) Bunyi yang keras sekali

25