Halaman:Si Umbuik Mudo.pdf/72

Halaman ini belum diuji baca

Mendengar suara puput si Umbuik, merentak tegak seketika, badan bak rasa bayang-bayang, peluh sudah bercucuran, darah di dada berdesiran, gelisah tak tahu sebab, bagai belut kena palang, bagai ular kena pukul, duduk yang tidak tersenangkan, digulung tali tenun seketika, lalu berkata pada amainya, “Duhai Amai kata denai, Amai ambilkan perian denai, Amai berikan juga labu, Amai ulurkan juga gayung, denai akan pergi mandi, tak tertahankan gerah badan, tak tertanggungkan gerah diri, denai merasa kepanasan, hati hangus bukan kepalang”. Akan hal amai si Galang, dijangkaukan perian di dinding, diberikan labu satu-satu, diulurkan gelas perak. Berjalanlah si Galang Banyak, disandang perian di bahu, dijinjing gayung di tangan kiri, dikempit labu di ketiak. Tidak berapa lama, sampailah ia di tepi tebing, berhentilah si Galang Banyak, nampak oleh si Umbuik Mudo, nampak dari balik aur, lalu berpantun si Umbuik Mudo, “Cempedak dikeping-keping Terletak di dalam buluh; Jangan lama tegak di tebing Nanti dibawa tebing runtuh”. Mendengar kata demikian, terkejut si Galang Banyak, dipandang hilir dan mudik, dilihat kiri dan kanan, tak seorangpun yang nampak, berjalanlah Ia kembali. Berjalan menuju sumur, sesampainya di sumur itu, dilihat sumur sudah keruh, sumur sudah diaduk orang, sumur sudah dibundaknya9, melihat hal demikian, terbit marah si Galang Banyak, mengamuk mencaci maki, “Anak mincacak anak mincacau, anak si ngiang-ngiang rimba , anak dapat dalam semak, anak salah penaruhan, anak tidak berpetunjuk, anak tidak berajaran, sumur Denai dikeruhkannya, sumur Denai dikacaunya.” 10

9) Diaduk 10) Sebutan untuk anak nakal

61