Halaman:Si Umbuik Mudo.pdf/74

Halaman ini belum diuji baca

Baru mendengar kata itu, keluarlah si Umbuik Mudo, berdiri di tempat terang, lalu berpantun si Umbuik Mudo, “Cemeti talang baiduri Lantak sepenuh pematang; Hari panas elang berbunyi Denai lapar yang kuning datang.” Mendengar pantun demikian, semakin marah si Galang Banyak, lalu didatanginya seketika, diludahinya si Umbuik Mudo, diambilnya perian, dihantamkan ke si Umbuik Mudo, jangankan si Umbuik akan kena, malah perian habis pecah. Lalu diambil pula labu, dihempaskannya sekalian, dielakkan oleh si Umbuik, labupun habis hancur remuk. Diambilnya gayung, dilemparkan ke si Umbuik, usah si Umbuk yang kena, malah gayung entah kemana, lalu berkata si Umbuik Mudo, “Sudah jatuh silara kopi Dihimpit selodang pinang; Ke sumur hendak mandi Gayung digenggam sudah hilang. Pelam yang serangkai kuning Dijolok serangkai muda Direbut anak bidadari Direbut lalu dimakannya; Jika tak jadi dengan yang kuning Awan bertepuk gunung laga Bulan sama dengan matahari Kasih yang tidak akan dicari. Jika dapat kelapa tumbuh Denai tanam di bawah jenjang; Jika dapat kata yang sungguh Denai gunggung dibawa terbang.”

63