Halaman:Tjinta dan Hawa Nafsoe.pdf/175

Halaman ini tervalidasi

175

meréka itoe poen melajanglah kebawah dengan mengambil djalan jang berpoetar-poetar.

Mata Soerdjima tiada lepas dari pada boeroeng dara jang sekawan itoe, sampai boeroeng itoe lenjap dibalik pohon kenari-kenari jang melindoengi djalan besar itoe. Dengan persaan jang hiba, ia poen berkata dalam hatinja:

„Djakalau sekiranja saja
Bersajap, sebagai boeroeng dara,
Saja dapat terbang
Soeangkan boeroeng elang
Tinggi, tinggi saja melajang
Kelangit jang biroe dan terang
Tinggallah boemi, tinggallah doenia
Tinggallah doenia, laoetan sengsara.”

Sementara itoe hari soedah moelai gelap, karena matahari soedah hilang terbenam. Si Ani poelang dan ia melihat dari djaoeh sahabat, ja iboenja, doedoek dibalé-balé itoe. Makin dekat, makin ia melekaskan langkahnja berdjalan itoe, karena inginnja hendak bersama-sama dengan Soerdjima.

Pada tangan kanannja ja memegang tempat makanan jang berisi soep. Njonja itoe menaroeh kasihan setelah ia mentjeriterakan sahabatnja jang Sakit. „Engkau boléh poelang doeloean dan bawalah ini oentoek dia” kata njonja pengasih itoe pada si Ani, sambil njonja itoe membagi soep