Halaman:Tjinta dan Hawa Nafsoe.pdf/202

Halaman ini tervalidasi

202

Sedjak dari pertjakapan kami dalam kamar itoe badan iboekoe makin koeroes benar. Sering ia tiada meninggalkan tempat tidoernja. Makan dan minoem poen tiada berapa lagi. Dahoeloenja tiadalah ia dapat diam. Ia seorang perempoean jang soeka benar bekerdja. Kalau pekerdjaannja soedat selesai, ia mentjahari pekerdjaan jang ketjil-ketjil, menjapoe, menggosok ini dan itoe, membersihkan perkakas roemah. Sekarang tiadalah soeatoe apa jang diperboeatnja. Akan tetapi meskipoen iboekoe sesakit itoe, beloemlah pernah ia meninggalkan waktoe jang lima itoe. Dari dahoeloe selaloe ia berkata: „Kalau saja soedah sembahjang, bagaimana sekalipoen kesoesahan jang koeperoléh, hatikoe selaloe senang. Adalah sembahjang itoe mengoeatkan hatikoe dan memberi kegirangan bagikoe.”

Pada soeatoe petang, sedang saja doedoek bersama-sama iboekoe, maka toean saja poen memanggil saja. Ia mengatakan, bahwa ia beroléh pindahan ke-Betawi. Ia akan bekerdja dikantor keboen itoe di-Betawi. Hari akan berangkat soedah tiba, dan disitoelah saja mesti bertjerai dengan iboekoe. Segala poedjoekan mengadjak dia bersama-sama berangkat ke-Betawi tiada bergoena „Disini koeboeran bapakmoe”, sahoetnja, „disitoe majatkoe dikoeboerkan kelak. Saja lahir dan besar dinegeri ini, dan pengharapankoe poen akan mati