Halaman:Tjinta dan Hawa Nafsoe.pdf/204

Halaman ini tervalidasi

204

akan dirikoe maka tampalah pada matakoe boedak jang menemani saja itoe doedoek menangisi saja, karena ketakoetannja. Setelah koelihat tanah jang baharoe digali itoe, maka saja poen menangislah dengan kesedihankoe. Tanah jang dingin itoe koepeloek beroelang-oelang dan air matakoe bertjoetjoeran keatasnja. Saja meratap menangisi iboekoe jang mati itoe, menangis karena kematiannja jang sedih itoe, menangis karena nasibkoe dan nasib orang toeakoe jang malang itoe. Akan tetapi soeatoe poen tiada jang menjahoet tangiskoe. Tanah jang dingin itoe diam sahadja, boenda jang telah mati itoe tiada djoega menjahoet, meskipoen ia mendengar ratap tangis anaknja jang sial itoe. Soeatoepoen tiada jang menaroeh hiba kasihan, selain dari pada boedak jang doedoek disisi koeboeran itoe.

Boedak itoe memanggil namakoe, seraja menarik tangankoe perlahan-lahan. „Poelanglah kita, hari soedah malam”, katanja dengan soeara jang lemah lemboet. Maka berdirilah saja seraja meninggalkan tempat boenda berkoeboer itoe. Pada waktoe poelang itoe merasalah sahaja bahwa saja sekarang tinggal dengan seorang diri sadja.

Tiada anak tiada saudara,
Tiada djoega orang toea.
Badan tinggal sebatang kara
Terhempas-hempas gelombang doenia.