Halaman:Tjinta dan Hawa Nafsoe.pdf/220

Halaman ini tervalidasi

220

Sekarang ia memandang soeaminja dengan pandang jang tadjam.

Si soeami mengangkat moekanja dan memandang moeka isterinja itoe.

„Lin”, katanja dengan soeara jang perlahan-lahan, serta dengan ketakoetannja.

Kemoedian ia menoendoekkan kepalanja dan kedoea belah tangannja ditarohnja kedadanja. Maksoednja soepajaa isterinja itoe merasai kasihan kepada dia. Perempoean itoe mengamat-amati soeaminja dari kaki sampai kepala. Moeka soeaminja jang gemoek dan djernih itoe, pakaian jang bagoes dan ramboet jang disisir dengan rapi itoe. . . . . . . . . . . . sekaliannja itoe mendjadi tanda bagai dia bahwa soeaminja itoe tiada menoeroet barang sedikit doeka tjita.

„Ia selaloe bergirang hati, tiada mengenal maloe,” katanja dalam hatinja.

„Sebaliknja saja tiada dapat makan dan tidoer jang tjoekoep, karena memikirkan perboeatannja itoe. Akan tetapi, ia sipersalah, tinggal tenang djoega. Moekanja selaloe riang saradja. Itoe djoegalah sebabnja perempoean moedah berahi memandang moekanja! Sekarang dihadapankoe ia poera-poera menoendjoekkan soesah hatinja.

„Lin, adinda Lin. . . . . . . . .”, kata si soeami dengan soeara jang sajoep-sajoep akan melemboetkan hati isterinja itoe.