Halaman:Tjinta dan Hawa Nafsoe.pdf/270

Halaman ini tervalidasi

270

„Ja, adinda, boelan itoe poen toeroet djoega berdoekatjita melihat hal kita berdoea”.

Pada simpang mentjeraikan perdjalanan meréka itoe, Tek Lie toeroen. Keréta jang akan membawa dia soedah sedia menoenggoe.

„Disinilah kita bertjerai. Selamat malam”, katanja seraja mendjabat tangan anak gadis itoe. Soearanja lemboet dan riang, sengadja akan menghiboerkan si Noni. Tetapi anak gadis itoe mengerti akan maksoed sahabatnja itoe.

„Apabila kakanda poelang ke Tangerang?” tanjanja.

„Loesa”.

„Sampaikan salamkoe kepada boenda.”

„Dengan segala soeka hati.”

Tek Lie hendak naik kekéretanja itoe. Ia berpoetar sebentar seraja mendjabat tangan kekasihnja itoe.

„Noni, perih rasanja perasaankoe bertjerai ini”, katanja.

„Sabarlah dahoeloe kakanda”, djawab anak gadis itoe dengan soeara jang sedih dan lemah lemboet. Anak moeda itoe memandang keatas, helihat mata boeah hatinja itoe. Tangan kanan anak itoe beloem dilepaskannja. Maka adalah pandangnja itoe sebagai meminta izin akan menoendjoekkan kesedihan hatinja jang bertjampoer adoek dengan kasih sajangnja.