Halaman:Tjinta dan Hawa Nafsoe.pdf/33

Halaman ini tervalidasi

33

gitoe djoega — makin beroentoenglah orang jang menggadji itoe, karena ia beroléh hasil lebih banjak dari pada harga wang jang dikeloearkannja itoe. Demikianlah pikiran njonja itoe. Loepalah ia agaknja bahasa boemi ini dengan keadaannja didjadikan Toehan oentoek manoesia dan barang siapa jang pajah bekerdja, patoetlah ia berhenti. Seorang manoesia tà ada hak melarang dia; tà ada hak kata saja, artinja menoeroet atoeran kemanoesiaan.

Si Ani disoeroeh oléh njonja itoe memasak ikan. Meskipoen pekerdjaan itoe boekan pekerdjaannja, ia réla djoega mengerdjakannja. Tjoema ia mengatakan, jang ia tà pandai memasak, takoet ia kalau-kalau pekerdjaan itoe tà dengan sempoernanja.

„Djangan banjak tjeréwét, apa jang saja bilang loe [1] moesti toeroet. Apa loe ingga tahoe makan gadji disini”, sahoet njonja itoe serta moekanja masam sebagai moeka beroek jang makan asam.

Maksoed perkataan „loe makan gadji disini” anak itoe mengerti dengan seterang-terangnja. Bagai manakah ia tà mengerti, karena ia tahoe benar bahwa gadji jang diperoléhnja itoe akan

  1. Loe mengatakan engkau. Perkataan jang kasar ini boekan bahasa Melajoe. Ia terpakai benar diantara orang Betawi.—