Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2009: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sabudis (bicara | kontrib)
Download dari http://www.djpp.depkumham.go.id/inc/buka.php?czoyNDoiZD0yMDAwKzkmZj11dTE0LTIwMDkuaHRtIjs= 10 Agustus 2009 Belum dirapikan.
 
Sabudis (bicara | kontrib)
Merapikan..
Baris 1:
{{UU|14|2009}}
<DIV align=justify><center><br>
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA<br>
NOMOR 14 TAHUN 2009
NOMOR 14 TAHUN 2009<br>
TENTANG
TENTANG<br>
PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH
PENGESAHAN<br>
TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN,
PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME<br>(PROTOKOL UNTUK MENCEGAH, MENINDAK, DAN MENGHUKUM PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK, MELENGKAPI KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI)<br><br><br>
SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br><br>
TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br><br>
(PROTOKOL UNTUK MENCEGAH, MENINDAK, DAN MENGHUKUM
</center>
PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA PEREMPUAN DAN
Menimbang:
ANAK-ANAK, MELENGKAPI KONVENSI PERSERIKATAN
<ol style="list-style-type: lower-alpha;">
BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA
<li>bahwa setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya yang dilindungi oleh undang-undang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI)
<li>bahwa Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi, sehingga pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang serta perlindungan dan rehabilitasi korban perlu dilakukan baik pada tingkat nasional, regional maupun internasional;
 
<li>bahwa penandatanganan Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak oleh Pemerintah Republik Indonesia merupakan pencerminan keikutsertaan bangsa Indonesia dalam melaksanakan ketertiban dunia;
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
<li>bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengesahan Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi);<br>
 
</ol><br>
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Mengingat:
 
Menimbang:#Pasal a.5 bahwaayat setiap(1), orangPasal sebagai11, makhlukPasal Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat20, dan martabatnyaPasal yang28B dilindungiayat oleh undang-undang berdasarkan Pancasila dan(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
#Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);
b. bahwa Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi, sehingga pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang serta perlindungan dan rehabilitasi korban perlu dilakukan baik pada tingkat nasional, regional maupun internasional;
#Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012);
c. bahwa penandatanganan Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak oleh Pemerintah Republik Indonesia merupakan pencerminan keikutsertaan bangsa Indonesia dalam melaksanakan ketertiban dunia;
#Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengesahan Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi);
#Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720);
 
#Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4960);
Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20, dan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
<br><br><center>
2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);
Dengan Persetujuan Bersama<br>
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012);
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA<br>
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
dan<br>
5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720);
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br>
6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4960);
<br><br>
 
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
 
MEMUTUSKAN:
<br></center>
 
Menetapkan:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (PROTOKOL UNTUK MENCEGAH, MENINDAK, DAN MENGHUKUM PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK, MELENGKAPI KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI).
<ol><ol>'''UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (PROTOKOL UNTUK MENCEGAH, MENINDAK, DAN MENGHUKUM PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK, MELENGKAPI KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI).'''
 
</ol></ol><br><center>
Pasal 1
Pasal 1</center>
(1) Mengesahkan Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) dengan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 5 ayat (2) huruf c dan Reservation (Pensyaratan) terhadap Pasal 15 ayat (2).
(1) Mengesahkan Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) dengan Declaration (Pernyataan) terhadap Pasal 5 ayat (2) huruf c dan Reservation (Pensyaratan) terhadap Pasal 15 ayat (2).<br>
(2) Salinan naskah asli Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) dengan Declaration (Pernyataan) dan Reservation (Pensyaratan) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
<center><br>
 
Pasal 2</center>
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
<br>
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
<div style="float:right;"><br><br>
 
Disahkan di Jakarta<br>
pada tanggal 5 Maret 2009<br>
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
<br><br><br><br>
 
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO<br>
</div><br><br><br><br><br><br><br><br><br><br>
Diundangkan di Jakarta
Diundangkan di Jakarta<br>
pada tanggal 5 Maret 2009
pada tanggal 5 Maret 2009<br>
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA<br>
REPUBLIK INDONESIA,
REPUBLIK INDONESIA,<br>
 
<br><br>
ANDI MATTALATTA
<br><HR SIZE=1><br><center>
 
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI</center>
<br><HR SIZE=1><small>
No. 4990 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 53)
No. 4990 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 53)</small>
 
<br><center>
PENJELASAN
PENJELASAN<br>
ATAS
ATAS<br>
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA<br>
NOMOR 14 TAHUN 2009
NOMOR 14 TAHUN 2009<br>
TENTANG
TENTANG<br>
PENGESAHAN PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH
PENGESAHAN<br>
TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN,
PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME<br>
(PROTOKOL UNTUK MENCEGAH, MENINDAK, DAN MENGHUKUM PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK, MELENGKAPI KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI)
TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME
</center><br><br>
(PROTOKOL UNTUK MENCEGAH, MENINDAK, DAN MENGHUKUM
PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA PEREMPUAN DAN
ANAK-ANAK, MELENGKAPI KONVENSI PERSERIKATAN
BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA
TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI)
 
I. UMUM
<br>Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, sangat rentan terhadap berbagai bentuk perdagangan orang. Perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia dan merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia. Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak-anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.<br>
 
Indonesia, sebagai negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, turut menandatangani instrumen hukum internasional yang secara khusus mengatur upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional, yakni United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) pada tanggal 15 Desember 2000 di Palermo, Italia beserta dua protokolnya, Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children (Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak) dan Protocol against the Smuggling of Migrants by Land, Sea and Air, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Protokol Menentang Penyelundupan Migran melalui Darat, Laut, dan Udara, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) sebagai perwujudan komitmen Indonesia dalam mencegah dan memberantas tindak pidana transnasional yang terorganisasi, termasuk tindak pidana penyelundupan migran.<br>
Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, sangat rentan terhadap berbagai bentuk perdagangan orang. Perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia dan merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia. Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak-anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.
Namun demikian, walaupun Indonesia telah menandatangani Protokol untuk Mencegah Perdagangan Orang tersebut, Indonesia membuat suatu Declaration (Pernyataan) terhadap ketentuan Pasal 5 ayat (2) huruf c dan Reservation (Pensyaratan) terhadap ketentuan Pasal 15 ayat (2) Protokol.<br>
Indonesia, sebagai negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, turut menandatangani instrumen hukum internasional yang secara khusus mengatur upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana transnasional, yakni United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) pada tanggal 15 Desember 2000 di Palermo, Italia beserta dua protokolnya, Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children (Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak) dan Protocol against the Smuggling of Migrants by Land, Sea and Air, Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Protokol Menentang Penyelundupan Migran melalui Darat, Laut, dan Udara, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi) sebagai perwujudan komitmen Indonesia dalam mencegah dan memberantas tindak pidana transnasional yang terorganisasi, termasuk tindak pidana penyelundupan migran.
Declaration (Pernyataan) terhadap ketentuan Pasal 5 ayat (2) huruf c yang dilakukan Indonesia terkait dengan penggunaan kata "organizing" dengan pertimbangan bahwa pelaksanaan ketentuan tersebut akan disesuaikan dengan ketentuan hukum pidana nasional dengan memperhatikan prinsip-prinsip kedaulatan dan keutuhan wilayah suatu negara.<br>
Namun demikian, walaupun Indonesia telah menandatangani Protokol untuk Mencegah Perdagangan Orang tersebut, Indonesia membuat suatu Declaration (Pernyataan) terhadap ketentuan Pasal 5 ayat (2) huruf c dan Reservation (Pensyaratan) terhadap ketentuan Pasal 15 ayat (2) Protokol.
Penyusunan Undang-Undang ini juga merupakan perwujudan komitmen Indonesia untuk melaksanakan Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi yang telah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia.<br>
Declaration (Pernyataan) terhadap ketentuan Pasal 5 ayat (2) huruf c yang dilakukan Indonesia terkait dengan penggunaan kata "organizing" dengan pertimbangan bahwa pelaksanaan ketentuan tersebut akan disesuaikan dengan ketentuan hukum pidana nasional dengan memperhatikan prinsip-prinsip kedaulatan dan keutuhan wilayah suatu negara.
<br>
Penyusunan Undang-Undang ini juga merupakan perwujudan komitmen Indonesia untuk melaksanakan Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi yang telah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia.
II. PASAL DEMI PASAL<br><br>
 
<ol>Pasal 1
II. PASAL DEMI PASAL
<ol>Apabila terjadi perbedaan tafsiran terhadap terjemahannya dalam bahasa Indonesia, yang berlaku adalah naskah asli Protokol dalam bahasa Inggris.
 
</ol><br>
Pasal 1
Apabila terjadi perbedaan tafsiran terhadap terjemahannya dalam bahasa Indonesia, yang berlaku adalah naskah asli Protokol dalam bahasa Inggris.
 
Pasal 2
<ol>Cukup jelas
</ol></ol><br>
LAMPIRAN
<br><HR SIZE=1><small>
 
LAMPIRAN</small><br><br><center>
DECLARATION ON ARTICLE 5 PARAGRAPH (2) LETTER C AND
DECLARATION ON ARTICLE 5 PARAGRAPH (2) LETTER C AND RESERVATION ON ARTICLE I5 PARAGRAPH (2) OF THE PROTOCOL TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME<br><br></center>
RESERVATION ON ARTICLE I5 PARAGRAPH (2) OF THE PROTOCOL
Declaration:<br>
TO PREVENT, SUPPRESS AND PUNISH TRAFFICKING IN PERSONS,
The Government of the Republic of Indonesia declares that the provisions of Article 5 paragraph (2) letter c of the Protocol will have to be implemented in strict compliance with the principle of the sovereignty and territorial integrity of a state.<br><br>
ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN, SUPPLEMENTING
Reservation:<br>
THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST
The Government of the Republic of Indonesia does not consider itself bound by the provisions of Article 15 paragraph (2) and takes the position that disputes relating to the interpretation and application of the Protocol which can not be settled through the channel provided for in paragraph (1) of the said Article may be referred to the International Court of Justice only with the consent of the Parties to the disputes.<br><br>
TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME
<br><HR SIZE=1><small>
 
LAMPIRAN</small><br><br><center>
Declaration:
DEKLARASI TERHADAP PASAL 5 AYAT (2) HURUF C DAN PENSYARATAN TERHADAP PASAL 15 AYAT (2) PROTOKOL UNTUK MENCEGAH, MENINDAK, DAN MENGHUKUM PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK, MELENGKAPI KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI<br><br></center>
The Government of the Republic of Indonesia declares that the provisions of Article 5 paragraph (2) letter c of the Protocol will have to be implemented in strict compliance with the principle of the sovereignty and territorial integrity of a state.
Pernyataan:<br>
 
Pemerintah Republik Indonesia menyatakan bahwa ketentuan Pasal 5 ayat (2) huruf c Protokol akan dilaksanakan dengan memenuhi prinsip-prinsip kedaulatan dan keutuhan wilayah suatu negara.<br><br>
Reservation:
Pensyaratan:<br>
The Government of the Republic of Indonesia does not consider itself bound by the provisions of Article 15 paragraph (2) and takes the position that disputes relating to the interpretation and application of the Protocol which can not be settled through the channel provided for in paragraph (1) of the said Article may be referred to the International Court of Justice only with the consent of the Parties to the disputes.
 
LAMPIRAN
 
DEKLARASI TERHADAP PASAL 5 AYAT (2) HURUF C DAN PENSYARATAN
TERHADAP PASAL 15 AYAT (2) PROTOKOL UNTUK MENCEGAH, MENINDAK,
DAN MENGHUKUM PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA PEREMPUAN DAN
ANAK-ANAK, MELENGKAPI KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI
 
Pernyataan:
Pemerintah Republik Indonesia menyatakan bahwa ketentuan Pasal 5 ayat (2) huruf c Protokol akan dilaksanakan dengan memenuhi prinsip-prinsip kedaulatan dan keutuhan wilayah suatu negara.
 
Pensyaratan:
Pemerintah Republik Indonesia menyatakan tidak terikat ketentuan Pasal 15 ayat (2) Protokol dan berpendirian bahwa apabila terjadi perselisihan akibat perbedaan penafsiran dan penerapan isi Protokol, yang tidak terselesaikan melalui jalur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal tersebut, dapat menunjuk Mahkamah Internasional hanya berdasarkan kesepakatan para Pihak yang berselisih.
ke atas<br><br>
<br><HR SIZE=1><br>