Buku Praktis Bahasa Indonesia 2/1-30: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
halaman 1-30
 
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
 
 
== Nominator dan Nomine ==
Baris 418 ⟶ 417:
;Penjelasan: Untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus kembali pada aturan pengindonesiaan kata asing.
 
Di dalam buku Pedoman Umun Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD) dinyatakan bahwa ejaan kata yang berasal dari bahasa asing hanya diubah seperlunya agar ejaannya dalam bahasa Indonesia masih dapat dibandingkan dengan ejaan dalam bahasa asalnya. Kita mengindonesiakan kata bahasa Inggris "'frequency'frequency''" menjadi {{wikt|frekuensi}}, bukan ''frekwensi'', karena ejaan dalam bahasa asalnya juga tanpa <w>. Memang, semula kita menyerap kata itu dari bahasa Belanda. Namun, sesuai dengan PUEYD, sekarang kita lebih mengacu pada bahasa Inggris yang penggunaannya lebih meluas.
 
Kata-kata yang dicontohkan pada alenia pertama di atas bukan kata yang berasal dari bahasa Inggris, melainkan kata yang berasal dari bahasa Arab. Untuk dapat mengetahui penulisan kata-kata itu dalam bahasa asalnya, kita harus melihatnya dalam bahasa Arab.
 
Apabila kita bandingkan antara lafal lambang bunyi bahasa Arab dan lafal lambang bunyi bunyi bahasa Indonesia, kita melihat adanya perbedaan-perbedaan yang cukup besar. Upaya terbaik untuk mengatasi hal itu dalam pengindonesiaan kata bahasa Arab ialah mencarikan lambang bunyi bahasa Indonesia yang paling dekat dengan lafal lambang bunyi serupa dalam bahasa Arab. Atas dasar pertimbangan itu, huruf <zal> {{nowrap|( ذ )}} diindonesiakan menjadi <z>, bukan <j>. Di samping itu, huruf <zai> {{nowrap|( ز )}} diindonesiakan juga menjadi <z> karena kedua lafal lambang bunyi itu dapat dikatakan sama. Berdasarkan penjelasan itu, penulisan yang benar ialah < izin > (dengan <z>), bukan <ijin> (dengan <j>). Kata itu di dalam bahasa asalnya ditulis dengan <zal> ( ذ ) seperti halnya kata {{wikt|zikir}} dan {{wikt|azan}}. Perhatikan tulisan ketiga kata berikut ini.<pre>
إذن -> izin
ذكر -> zikir
أذان -> azan</pre>
 
== Asas atau Azas ==
;Permasalahan: Sekarang mana yang baku: {{wikt|asas}} atau {{wikt|azas}}?
 
;Penjelasan: Jawabannya harus kita kembalikan pada bahasa asalnya pula. Kata asas {{nowrap|( أساس )}} di dalam bahasa Arab ditulis dengan huruf <nowiki><sin></nowiki> {{nowrap|( س )}}. Huruf <sin> ( س ) di dalam bahasa Arab diindonesia menjadi < nowiki><s ></nowiki> karena kedua huruf itu melambangkan bunyi yang sama. Contoh kata lain yang berasal dari bahasa Arab yang mengandung huruf <sin> ( س ) ialah saat dan salam. Kata asas, {{wikt|saat}}, dan {{wikt|salasalam}}m di dalam bahasa Arab ditulis seperti berikut.<pre>
أساس -> asas
ساعة -> saat
سلام -> salam</pre>
 
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penulisan yang benar adalah ''asas'', bukan ''azas''.
 
Baris 466 ⟶ 467:
;Permasalahan: Di dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari, banyak orang mengartikan bentuk kata {{wikt|pengangguran}} dengan makna 'orang yang menganggur' atau 'orang yang tidak mempunyai pekerjaan'. Benarkah demikian?
 
;Penjelasan: Menurut kaidah pembentukan kata, seharusnya bentuk {{wikt|''pengangguran}}'' diartikan 'proses, perbuatan, atau cara menganggur' atau 'hal menganggur'. Perhatikanlah urutan pembentukan kata berikut.
 
tulis -> menulis -> penulis -> penulisan -> tulisan
(kata dasar) -> (verba aktif transitif) -> (nomina pelaku: orang yang menulis) -> (nomina proses) -> (nomina hasil)
 
Jika dibandingkan, bentuk ''pengangguran'' berada pada tataran 'proses', bukan pada tataran 'orang yang'. Perhatikan paradigmanya berikut ini.
Baris 475 ⟶ 476:
(kata dasar) -> (verba aktif transitif) -> (nomina pelaku) -> (nomina proses)
 
Marilah kita mencermatkan penggunaan, seperti bentuk kata ''pengangguran'' untuk menyatakan 'keadaan menganggur' dan bentuk kata ''{{wikt|penganggur''}} untuk menyatakan 'orang yang menganggur'.<!--kalimatnya aneh ???-->
 
Berdasarkan urutan pembentukan kata itu, kita dapat meluruskan beberapa bentuk kata yang selama ini digunakan dengan tidak cermat sebagai berikut.