Babad Panjalu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
-iNu- (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 144:
Ringkas cerita Sanghyang Borosngora kembali ke kaprabon dan disambut dengan suka cita oleh sang prabu beserta seluruh kerabatnya. Sanghyang Borosngora juga menyampaikan syiar Islam kepada seluruh kerabat istana. Sang Prabu yang telah uzur menolak dengan halus ajakan puteranya itu dan memilih hidup sebagai pendeta sebagaimana kehendaknya dahulu dan menyerahkan singgasana kepada putera mahkota Sanghyang Lembu Sampulur II. Air zam-zam yang dibawanya dijadikan cikal bakal air Situ Lengkong yang sebelumnya merupakan sebuah lembah yang mengelilingi bukit bernama Pasir Jambu. Gayung berlubang pemberian ayahnya dilemparkan ke Gunung Sawal dan kemudian menjadi sejenis tanaman paku yang bentuknya seperti gayung. Sanghyang Borosngora melanjutkan syiar Islamnya dengan mengembara ke arah barat melewati daerah-daerah yang sekarang bernama Tasikmalaya, Garut, Bandung, Cianjur dan Sukabumi.
 
Prabu Sanghyang Lembu Sampulur II tidak lama memerintah di Kerajaan Panjalu karena merasa berbeda dengan ajaran yang dibawa oleh adiknya, ia kemudian hijrah ke daerah Cimalaka di kaki Gunung Tampomas, Sumedang dan mendirikan kerajaan baru di sana. Sanghyang Borosngora yang menempati urutan kedua sebagai pewaris tahta Panjalu meneruskan kepemimpinan kakaknya itu dan menjadikan Panjalu sebagai kerajaan Islam yang sebelumnya bercorak Hindu.
 
=== Prabu Sanghyang Lembu Sampulur II ===