Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983/Penjelasan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
IvanLanin (bicara | kontrib)
IvanLanin (bicara | kontrib)
Baris 428:
 
=== Pasal 8 ===
 
==== Ayat (1) ====
 
Berdasarkan ayat ini, penghasilan begitu pula kerugian seorang wanita, yang telah kawin pada awal tahun pajak, dianggap penghasilan atau kerugian suaminya.
 
Ketentuan ini lebih menekankan pada segi-segi kemampuan ekonomis, yaitu bahwa suami dan isteri merupakan suatu kesatuan dan dengan adanya ketentuan tersebut, pengenaan pajak tidak kehilangan unsur progresif dalam penerapan tarif.
 
Penggabungan penghasilan tidak dilakukan dalam hal penghasilan isteri diperoleh dari pekerjaan sebagai karyawati, atau suami memperoleh penghasilan semata-mata dari pekerjaan sebagai karyawan, dan atas penghasilan dimaksud telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21, kecuali apabila penghasilan isteri tersebut berasal dari pekerjaan yang ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya adalah anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya dari suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d.
 
Ini berarti, bahwa terhadap mereka (yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan sebagai karyawan/karyawati) dalam pengenaan pajak diberikan jumlah pengurangan penghasilan tidak kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 untuk dirinya masing-masing sebesar Rp. 960.000,- (sembilan ratus enam puluh ribu rupiah).
 
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini diberikan beberapa contoh sebagai berikut :
 
a. Saat yang menentukan :
 
1) Seorang wanita yang kawin sesudah tanggal 1 Januari (dalam hal tahun pajak sama dengan tahun takwim), maka secara fiskal ia pada tahun tersebut belum dianggap kawin, sehingga pengenaan pajaknya masih dikenakan pada diri masing-masing suami dan isteri. Penghasilan atau kerugian wanita tersebut baru dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dimulai pada tahun pajak berikutnya.
 
2) Suami-isteri yang telah kawin sejak menetap di Indonesia, maka sejak mereka menetap di Indonesia penghasilan atau kerugian isteri dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya.
 
b. Penghasilan isteri sebagai karyawati :
 
1) Isteri dan suami kedua-duanya memperoleh penghasilan semata-mata sebagai karyawati/karyawan dan masing-masing telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21.
 
Dalam hal demikian tidak ada penghasilan isteri yang dianggap sebagai penghasilan suaminya. Pajak mereka sebagai karyawan/karyawati yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21 adalah final. Terhadap mereka tidak diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
 
2) Isteri memperoleh penghasilan sebagai karyawati yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21. Selain itu ia juga memperoleh penghasilan lain di luar penghasilan sebagai karyawati, misalnya penghasilan dari usahanya membuka salon kecantikan. Suaminya memperoleh penghasilan semata-mata sebagai karyawan yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21.
 
Dalam hal ini, penghasilan isteri yang dianggap sebagai penghasilan suaminya ialah hanya penghasilan dari usahanya membuka salon kecantikan.
 
Pajak penghasilan atas penghasilan isteri sebagai karyawati yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21 adalah final.
 
Hal yang demikian juga berlaku dalam hal suami dan/atau isteri tidak nyata-nyata dipotong pajak oleh pemberi kerja, sebab jumlah penghasilannya berada di bawah penghasilan tidak kena pajak.
 
Dengan demikian Pajak Penghasilan yang terhutang, yang perlu dipertanggungjawabkan melalui penyampaian surat Pemberitahuan Tahunan, hanya didasarkan atas besarnya penghasilan suami ditambah penghasilan isteri dari usaha salon kecantikan saja.
 
Dalam penghitungan penghasilan kena pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, mereka masih diperbolehkan melakukan pengurangan sebesar Rp. 480.000,- (empat ratus delapan puluh ribu rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, di samping jumlah sebesar Rp. 960.000,- (sembilan ratus enam puluh ribu rupiah). Pajak yang telah dipotong atas penghasilan suami dari pekerjaan diperhitungkan sebagai kredit.
 
3) Isteri memperoleh penghasilan semata-mata dari pekerjaan sebagai karyawati yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21.
 
Suaminya di samping memperoleh penghasilan sebagai karyawan yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21, juga memperoleh penghasilan lain di luar penghasilan sebagai karyawan, misalnya penghasilan dari usaha taksi. Dalam hal ini penghasilan isteri tidak dianggap sebagai penghasilan suaminya dan pajaknya yang telah dipotong berdasarkan Pasal 21 adalah final. Dengan demikian Pajak Penghasilan yang terhutang didasarkan atas jumlah penghasilan suami yang berasal dari pekerjaan sebagai karyawan dan dari hasil usaha taksi. Dalam penghitungan pajak atas nama suami tersebut, pengurangan sebagai penghasilan tidak kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diberikan untuk suami sebesar Rp.960.000,- (sembilan ratus enam puluh ribu rupiah) ditambah Rp. 480.000,- (empat ratus delapan puluh ribu rupiah) sebab dalam status kawin. Pajak yang telah dipotong atas penghasilan suami sebagai karyawan diperhitungkan sebagai kredit dari pajak yang terhutang.
 
4) Isteri memperoleh penghasilan selain sebagai karyawati yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21, juga memperoleh penghasilan dari usaha salon kecantikan.
 
Demikian pula suami selain memperoleh penghasilan dari pekerjaan sebagai karyawan yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21, juga memperoleh penghasilan dari usaha taksi. Dalam hal demikian penghasilan isteri yang dianggap penghasilan suami ialah hanya penghasilan dari usaha salon kecantikan.
 
Pajak penghasilan atas penghasilan isteri dari pekerjaan sebagai karyawati yang telah dipotong pajak berdasarkan Pasal 21 adalah final.
 
Dengan demikian Pajak Penghasilan yang terhutang yang harus dimasukkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan adalah sebesar pajak yang terhutang atas jumlah penghasilan suami dari pekerjaan dan dari usaha taksi, serta penghasilan isteri dari usaha salon kecantikan. Dalam penghitungan pajak di luar pajak yang telah dipotong dan dibayar oleh pemberi kerja isteri, pengurangan penghasilan tidak kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diberikan sebesar Rp. 960.000,- (sembilan ratus enam puluh ribu rupiah) ditambah Rp. 480.000,- (empat ratus delapan puluh ribu rupiah) sebab berada dalam status kawin. Tambahan penghasilan tidak kena pajak sebesar Rp. 960.000,- (sembilan ratus enam puluh ribu rupiah) tidak lagi diberikan karena telah diperhitungkan pada waktu pemotongan Pajak Penghasilan sebagai karyawati.
 
==== Ayat (2) ====
 
Penghasilan anak, termasuk anak angkat, yang belum dewasa juga digabungkan dengan penghasilan orang tuanya.
 
Sesuai dengan tujuan pengenaan pajak bagi Wajib Pajak yang belum dewasa maka pengertian belum dewasa dalam ketentuan perpajakan, seyogyanya memperhatikan pula ketentuan mengenai hal yang sama dalam undang-undang lain, termasuk pula ketentuan dalam bidang ketenagakerjaan, bahwa orang dewasa ialah orang laki-laki maupun perempuan yang berumur 18 (delapan belas) tahun ke atas, dengan catatan bahwa anak laki-laki maupun anak perempuan yang telah kawin meskipun umurnya kurang dari 18 (delapan belas) tahun, dianggap telah dewasa. Bagi anak laki-laki maupun perempuan yang telah berumur 18 (delapan belas) tahun atau bagi anak yang telah kawin, di masyarakat dinyatakan sebagai orang yang telah mampu melakukan tindakan hukum sendiri dan dianggap telah mampu bahkan wajib untuk mencari nafkahnya sendiri. Berdasarkan atas pertimbangan tersebut, maka pengertian dewasa dalam undang-undang ini, ialah laki-laki maupun perempuan yang berumur 18 (delapan belas) tahun ke atas atau telah kawin walaupun umurnya kurang dari 18 (delapan belas) tahun.
 
=== Pasal 9 ===
 
==== Ayat (1) ====
 
'''Huruf a'''
 
Dividen tidak boleh dikurangkan dari penghasilan badan yang membagikannya, karena dividen adalah bagian dari penghasilan badan tersebut yang dimaksudkan untuk dikenakan pajak oleh undang-undang ini, sehingga apabila dividen diperkenankan untuk dikurangkan, maka akan mengurangi jumlah penghasilan kena pajak dari badan yang memberikan.
 
Atas dividen yang dibagikan oleh badan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 23 atau Pasal 26.
 
'''Huruf b'''
 
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan pada umumnya dimaksudkan untuk perluasan perusahaan dan untuk menjamin kelangsungan perusahaan.
 
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan sedemikian, tidak dapat dibebankan sebagai pengurangan dalam menghitung penghasilan kena pajak. Dalam hubungan ini perlu diadakan pembedaan antara cadangan dengan penyisihan.
 
Penyisihan dimaksudkan untuk beban atau kewajiban yang sudah pasti ada, akan tetapi jumlahnya belum diketahui secara tepat, misalnya penyisihan untuk Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda), tambahan pajak dan lain-lain.
 
Bagi jenis-jenis usaha tertentu, secara ekonomis memang diperlukan adanya cadangan untuk menutup beban atau kerugian yang mungkin akan terjadi, misalnya usaha bank dan asuransi. Mengenai hal ini, undang-undang ini menunjuk Peraturan Pemerintah untuk mengatur lebih lanjut pelaksanaannya.
 
'''Huruf c'''
 
Premi asuransi yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak tidak boleh dikurangkan dari penghasilan. Pada saat pemegang polis menerima pembayaran, pembayaran ini bukan merupakan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c.
 
'''Huruf d'''
 
Semua kenikmatan yang diberikan kepada karyawan/ karyawati, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan pemberi kerja, sebab pemberian kenikmatan tersebut bukan sebagai penghasilan bagi penerima (karyawan/karyawati), sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf d.
 
Berkenaan dengan daerah terpencil, maka Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan tentang pengertian daerah terpencil, yaitu daerah yang tidak terdapat tempat tinggal yang bisa disewa, sehingga oleh karena itu perusahaan harus menyediakan tempat tinggal untuk pegawai atau karyawan/karyawati. Dengan demikian hanya pengeluaran untuk itu boleh dikurangkan.
 
'''Huruf e'''
 
Sebagai contoh misalnya seorang ahli yang kebetulan juga pemegang saham dari suatu badan, memberikan jasa sebagai seorang ahli untuk badan tersebut. Untuk jasa tersebut ia memperoleh bayaran Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah), padahal untuk hal yang sama oleh ahli lain hanya harus dibayar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
 
Karena adanya hubungan istimewa tersebut, maka Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah) tidak boleh dikurangkan karena sudah melebihi kewajaran.
 
Bagi ahli yang juga pemegang saham tersebut pembayaran itu dikenakan pajak sebagai dividen.
 
'''Huruf f'''
 
Harta yang dihibahkan, warisan dan pembayaran bantuan tidak boleh dikurangkan karena bagi pihak penerima bukan merupakan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b.
 
'''Huruf g'''
 
Pajak Penghasilan tidak boleh dikurangkan, karena bukan biaya untuk memperoleh atau menagih penghasilan, dan jumlah pajak yang terhutang itu dihitung atas penghasilan kena pajak sebagai hasil perhitungan setelah dilakukan pengurangan yang diperbolehkan.
 
'''Huruf h'''
 
Biaya untuk keperluan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya tidak merupakan biaya perusahaan, melainkan penggunaan dari penghasilan, oleh karena itu pengeluaran demikian tidak boleh mengurangi penghasilan kena pajak.
 
'''Huruf i'''
 
Sumbangan dalam bentuk apapun juga tidak boleh dikurangkan dari penghasilan.
 
==== Ayat (2) ====
 
Biaya ini misalnya biaya iklan besar-besaran sehubungan dengan diperkenalkannya produk baru dan yang tidak akan dikeluarkan lagi dalam beberapa tahun mendatang, maka biaya tersebut tidak boleh langsung dikurangkan dari penghasilan, melainkan harus melalui amortisasi.
 
=== Pasal 10 ===