Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983/Penjelasan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
IvanLanin (bicara | kontrib)
IvanLanin (bicara | kontrib)
Baris 630:
 
=== Pasal 11 ===
 
Pembebanan biaya untuk menghasilkan (mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan) yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, berdasarkan undang-undang ini dilakukan melalui penyusutan (apabila mengenai harta berwujud) dan amortisasi (jika berkenaan dengan harta tak berwujud atau biaya lain), yang untuk keduanya berlaku prinsip-prinsip yang sama.
 
Dalam sistem penyusutan menurut ketentuan ini, semua aktiva dikelompokkan menjadi empat golongan harta, sesuai dengan masa manfaatnya. Untuk masing-masing golongan harta ditentukan persentase penyusutannya dan persentase tersebut diterapkan atas suatu jumlah yang menjadi dasar penyusutan. Apabila dalam suatu tahun pajak tidak ada tambahan aktiva dan tidak ada aktiva yang ditarik dari pemakaian, maka jumlah harga sisa buku tahun yang lalu, yang menjadi jumlah awal tahun ini langsung dapat dikalikan dengan persentase tarif penyusutan.
 
==== Ayat (1) ====
 
Yang dapat disusutkan adalah semua harta yang berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk memperoleh penghasilan.
 
Tanah tidak dapat disusutkan kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah yang dipergunakan oleh perusahaan genteng.
 
Dengan demikian, yang boleh disusutkan bukan hanya harta perusahaan, tetapi juga harta yang dipakai untuk memperoleh penghasilan, misalnya biaya untuk membangun rumah, yang dipakai untuk memperoleh sewa.
 
==== Ayat (2) ====
 
Setiap macam harta digolongkan ke dalam golongan harta menurut umur ekonomisnya. Untuk setiap golongan harta ditentukan berapa tarif atau persentase penyusutannya.
 
Penggolongan harta diatur dalam ayat (3), misalnya untuk mesin yang termasuk dalam Golongan 2, tarif atau persentase penyusutannya adalah 25% (dua puluh lima persen), yang diterapkan atas jumlah awal tahun dari golongan harta itu ditambah pembelian atau tambahan, dikurangi penerimaan netto harta yang dijual.
 
==== Ayat (3) ====
 
Ayat ini membagi harta menjadi 4 (empat) golongan. Masing-masing golongan harta dapat terdiri dari bermacam jenis harta dengan masa manfaat yang hampir sama.
 
Agar Wajib Pajak mudah mengikuti perkembangan harta, baik berupa pengurangan ataupun penambahan, maka harus dibuat catatan atau daftar harta untuk setiap golongan harta, yang berisi antara lain tahun perolehan/pembelian, harga perolehan, golongan harta, dan tarif penyusutan sehingga sewaktu-waktu dapat diketahui jumlah penyusutan yang telah dilakukan terhadap masing-masing harta tersebut. Hal ini penting bagi Wajib Pajak, terutama bila terjadi penarikan karena sebab yang luar biasa, lihat penjelasan ayat (7).
 
Bagi golongan bangunan dan harta tak gerak lainnya harus dibuat perkiraan sendiri secara terpisah untuk masing-masing bangunan dan harta tak gerak lainnya.
 
==== Ayat (4) ====
 
Penghitungan dasar penyusutan adalah jumlah awal dari tahun pajak, ditambah dengan tambahan-tambahan, baik tambahan berupa harta baru maupun tambahan atas harta yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas harta yang bersangkutan, perbaikan-perbaikan atau perubahan-perubahan dan dikurangi dengan pengurangan-pengurangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).
 
==== Ayat (5) ====
 
Untuk golongan bukan bangunan, yaitu Golongan 1, Golongan 2, dan Golongan 3 jumlah awal dari golongan itu adalah harga sisa buku tahun sebelumnya yang tetap terbuka untuk penambahan harta baru dan pengurangan dengan penerimaan netto harta yang dijual, lalu diterapkan tarif penyusutan. Bila dalam tahun berjalan terjadi tambahan pengeluaran untuk memperoleh harta perusahaan yang menurut undang-undang ini dapat disusutkan, maka jumlah awal ditambah dengan pengeluaran untuk memperoleh harta baru tersebut.
 
Bila salah satu jenis harta tidak dipakai lagi dan dijual (karena sebab biasa), maka penerimaan netto dari penjualan tersebut dikurangkan dari jumlah awal golongan harta yang bersangkutan.
 
==== Ayat (6) ====
 
Untuk Golongan Bangunan, penyusutan dihitung dari harta perolehan.
 
==== Ayat (7) ====
 
'''Huruf a'''
 
Beberapa macam harta ada kemungkinan tidak dapat dipakai lagi, misalnya karena terkena bencana. Dapat juga karena perusahaan menghentikan sebagian besar produksinya, karena sebab-sebab di luar kekuasaan perusahaan.
 
Penarikan harta tersebut disebut penarikan dari pemakaian karena sebab luar biasa. Jumlah sebesar harga sisa buku harta tersebut dikurangkan dari jumlah awal golongan harta yang bersangkutan, dan jumlah tersebut dibebankan pada perkiraan rugi laba dalam tahun pajak yang bersangkutan.
 
Apabila harta tersebut dijual atau mendapat penggantian asuransi, maka harga penjualan atau penggantian asuransi tersebut merupakan penghasilan dalam tahun pajak yang bersangkutan.
 
CONTOH PENYUSUTAN GOLONGAN 1
 
1984 : Jumlah awal per 1-1-1984 =Rp 0,00 Tambahan : mobil "A" = Rp 1.500,00 mobil "B" = Rp 2.500,00 mobil "C" = Rp 1.200,00 ------------------------------------ =Rp 5.200,00 Pengurangan ................................................... =Rp 0,00
 
Penghitungan Penyusutan Jumlah awal (1-1-1984)...................................... =Rp 0,00 Tambahan ("A","B","C")..................................... =Rp 5.200,00 Pengurangan.....................................................=(Rp 0,00) --------------------- Dasar penyusutan ............................................ =Rp 5.200,00 Penyusutan (50%) ............................................ =(Rp2.600,00) --------------------- Jumlah awal per 1-1-1985 ................................. =Rp 2.600,00
 
1985 : Tambahan : mobil "D =Rp 3.000,00 Pengurangan : mobil "C" terbakar (karena sebab luar biasa) harga perolehan (1984) =Rp 1.200,00 telah disusut (1984) =Rp 600,00 harga sisa buku (1985)=Rp 600,00 penggantian asuransi =Rp 800,00 Penghitungan Penyusutan Jumlah awal (1-1-1985)....................................... = Rp.2.600,00 Tambahan ("D") ................................................. = Rp.3.000,00 (Rugi) Pengurangan (harga sisa buku "C")...................... =(Rp. 600,00) -------------------- Dasar penyusutan .............................................. = Rp.5.000,00 Penyusutan (50%) .............................................. =(Rp.2.500,00) ------------------- Jumlah awal per 1-1-1986 .................................... = Rp.2.500,00 (Laba) Penghasilan penggantian asuransi mobil "C")..........= Rp. 800,00
 
'''Huruf b'''
 
Penarikan yang lain dari yang disebut di atas, disebut penarikan dari pemakaian karena sebab biasa, misalnya karena harta tersebut dijual. Penerimaan netto dari penjualan harta tersebut, yaitu selisih antara harga penjualan dengan biaya yang seharusnya dan benar-benar dikeluarkan berkenaan dengan penjualan tersebut, dikurangkan dari jumlah awal golongan harta yang bersangkutan.
 
Contoh (lanjutan penghitungan pada Huruf a)
 
Jumlah awal per 1-1-1986 ......................... =Rp.2.500,00 1985 : Tambahan ..................................... =Rp. 0,00 Pengurangan : mobil "B" dijual (karena sebab biasa) harga perolehan (1984) =Rp.2.500,00 telah disusut (1984 & 1985) =Rp.1.875,00 harga sisa buku (1986) =Rp. 625,00 harga penjualan =Rp.1.000,00 Penghitungan Penyusutan Jumlah awal (1-1-1986)............................ =Rp. 2.500,00 Tambahan .............................................. =Rp. 0,00 Pengurangan (harga jual "B") .................... =(Rp. 1.000,00) ----------------------- Dasar penyusutan ................................... =Rp. 1.500,00 Penyusutan (50%) .................................. =(Rp. 750,00) ----------------------- Jumlah awal per 1-1-1987 ....................... =Rp. 750,00
 
Catatan : harga sisa buku sebesar Rp. 625,00 tidak dihiraukan.
 
==== Ayat (8) ====
 
Dasar penyusutan tidak boleh negatif; bila negatif, maka jumlah yang menyebabkan negatif ditambahkan sebagai penghasilan. Apabila jumlah yang menjadi dasar penyusutan itu negatif, maka berarti, bahwa penerimaan netto dari harta yang tidak dipakai lagi dalam kegiatan usaha lebih besar dari (melebihi) jumlah awal tahun yang menjadi dasar penyusutan. Dengan perkataan lain, hasil penjualan lebih besar dari harga sisa buku golongan harta yang bersangkutan, oleh karena itu selisih tersebut merupakan laba penjualan aktiva yang berdasarkan undang-undang ini dikenakan pajak pada saat keuntungan tersebut diterima atau diperoleh.
 
Contoh :
 
Harga sisa buku harta Golongan 1 per 1-1-1984 Rp.1.000.000,- Penarikan dari pemakaian dalam tahun 1984 Harga penjualan Rp. 1.500.000,- Biaya penjualan Rp. 200.000,- ----------------------- Penerimaan netto penjualan harta Rp.1.300.000,- ---------------------- Selisih negatif Rp. 300.00,- Maka dasar penyusutan untuk tahun 1984 Rp. n i h i l
 
Selisih sebesar Rp. 300.000,- merupakan penghasilan tahun pajak 1984.
 
==== Ayat (9) ====
 
Tarif penyusutan ditentukan oleh masa manfaat dari harta yang dapat disusutkan.
 
==== Ayat (10) ====
 
Dalam Pasal 9 ayat (2) disebutkan bahwa biaya untuk memperoleh penghasilan kena pajak yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh dikurangkan sekaligus dari penghasilan. Harga perolehan dari harta tak berwujud dan biaya-biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, diamortisasi dengan tarif yang berlaku bagi Golongan 1 atau Golongan 2 atau Golongan 3, atau diamortisasi dengan menggunakan metode satuan produksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (12) dan ayat (13).
 
==== Ayat (11) ====
 
Biaya pendirian dan perluasan modal dapat diamortisasi sebagai Golongan 1 atau dibebankan sebagai biaya menurut Pasal 6 ayat (1) huruf a.
 
Wajib Pajak dapat memilih untuk mengamortisasi atau membebankan sebagai biaya. Apabila Wajib Pajak memilih pembebanan sekaligus, hal itu harus sesuai dengan pembukuannya, artinya akan dibebankan dalam tahun buku yang dipilihnya.
 
==== Ayat (12) ====
 
Biaya untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi dan hak pengusahaan hutan dapat dikurangkan sebagai amortisasi dengan mempergunakan metode satuan produksi.
 
Artinya adalah bahwa persentase amortisasi dari biaya tersebut setiap tahun pajak harus sama dengan persentase penambangan atau penebangan setiap tahunnya dari taksiran jumlah seluruh produksinya.
 
Sebagai contoh dalam hal konsesi pertambangan yang ditaksir mempunyai deposit 100.000 ton, dan dalam satu tahun diproduksi sebanyak 10.000 ton.
 
Dengan demikian hak penambangan tersebut dalam tahun pajak itu diamortisasi 10% (sepuluh persen). Namun demikian, tidak boleh dilakukan amortisasi lebih dari 20% (dua puluh persen) dalam satu tahun pajak.
 
==== Ayat (13) ====
 
Khusus mengenai bidang penambangan minyak dan gas bumi, biaya memperoleh hak dan/ atau biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun diamortisasi dengan metode satuan produksi tanpa pembatasan persentase tertentu.
 
==== Ayat (14) ====
 
Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan tentang penggolongan harta yang dapat disusutkan. Dalam keputusan tersebut, penggolongan jenis harta ke dalam golongan harta didasarkan pada masa manfaat dari jenis harta tersebut serta jenis usaha yang bersangkutan.
 
=== Pasal 12 ===