Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983/Penjelasan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
IvanLanin (bicara | kontrib)
IvanLanin (bicara | kontrib)
Baris 902:
 
=== Pasal 15 ===
 
Ketentuan dalam Pasal ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk golongan-golongan Wajib Pajak tertentu berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Dalam praktek sering dijumpai kesukaran dalam menghitung besarnya penghasilan dan penghasilan kena pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu, sehingga berdasarkan pertimbangan praktis, oleh undang-undang ini, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk mengeluarkan Keputusan untuk menentukan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan netto, yang dengan sendirinya akan menjadi dasar penghitungan penghasilan kena pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut.
 
=== Pasal 16 ===
 
Penghasilan kena pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terhutang. Seperti tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) dikenal 2 (dua) golongan Wajib Pajak yaitu :
 
- Wajib Pajak dalam negeri dan
 
- Wajib Pajak luar negeri.
 
Bagi Wajib Pajak dalam negeri terdapat 2 (dua) cara pada dasarnya untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak :
 
- cara penghitungan biasa,
 
- cara penghitungan dengan mempergunakan Norma Penghitungan.
 
==== Ayat (1) ====
 
Cara penghitungan biasa
 
Contoh :
 
:- Penghasilan yang diperoleh dalam suatu tahun pajak menurut Pasal 4 ayat (1) Rp.50.000.000,-
:- Biaya-biaya menurut Pasal 6 ayat (1) :
::biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan Rp. 30.000.000,-
::penyusutan dan amortisasi Rp. 6.000.000,-
::iuran kepada dana pensiun Rp. 1.000.000,-
:------------------------- Rp. 37.000.000,-
:-------------------------
:- Penghasilan netto ....................................... Rp.13.000.000,-
:- Kompensasi kerugian tahun-tahun yang lalu Rp. 2.000.000,-
:-------------------------
:- Penghasilan kena pajak (bagi badan, selain badan koperasi) ................................. Rp.11.000.000,-
:- Bagi badan koperasi diperbolehkan untuk mengurangkan pengembalian Sisa Hasil Usaha yang diperoleh dari kegiatan dari dan untuk anggota.
:- Pengurangan untuk Wajib Pajak pribadi Pasal 7 ayat (1), misal Wajib Pajak kawin dengan tanggungan 2 (dua) orang anak :..................................... Rp. 2.400.000,
:- -----------------------
:- Penghasilan kena pajak .............................. Rp. 8.600.000,-
:============
 
==== Ayat (2) ====
 
Penggunaan Norma Penghitungan dilakukan terhadap Wajib Pajak tertentu, yaitu Wajib Pajak yang jumlah peredaran usahanya atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebasnya dalam setahun kurang dari Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
 
Bagi Wajib Pajak yang jumlah peredaran usahanya atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebasnya dalam setahun kurang dari Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah), menurut ketentuan undang-undang ini tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. Terhadap mereka penghitungan penghasilan kena pajak dilakukan dengan mempergunakan Norma Penghitungan.
 
Akan tetapi, bila diinginkan oleh Wajib Pajak, penghitungan penghasilan kena pajak dapat dilakukan dengan cara penghitungan biasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan syarat mereka menyelenggarakan pembukuan seperti diatur dalam undang-undang ini (Lihat penjelasan mengenai Pasal 14).
 
==== Ayat (3) ====
 
Cukup jelas.
 
=== Pasal 17 ===
 
==== Ayat (1) ====
 
Bagi Wajib Pajak dalam negeri tarif Pajak Penghasilan diterapkan terhadap seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak, dengan sistem yang sangat sederhana.
 
Contoh :
 
:Jumlah penghasilan kena pajak Rp. 80.000.000,-
:Pajak Penghasilan yang terhutang :
::15% x Rp.10.000.000,- = Rp. 1.500.000,-
::25% x Rp.40.000.000,- = Rp.10.000.000,-
::35% x Rp.30.000.000,- = Rp.10.500.000,-
:---------------------------
:Jumlah penghasilan kena pajak Rp. 80.000.000,-
:Pajak = Rp.22.000.000,-
 
==== Ayat (2) ====
 
Batas lapisan penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut akan disesuaikan dengan faktor penyesuaian, antara lain tingkat inflasi. Menteri Keuangan diberi wewenang mengeluarkan keputusan yang mengatur tentang faktor penyesuaian tersebut.
 
==== Ayat (3) ====
 
Misalnya Penghasilan kena pajak sebesar Rp. 1.050.650,- (satu juta lima puluh ribu enam ratus lima puluh rupiah), maka untuk penerapan tarif penghasilan kena pajak dibulatkan menjadi Rp. 1.050.000,- (satu juta lima puluh ribu rupiah).
 
==== Ayat (4) ====
 
Misalnya seorang pribadi tidak kawin yang kewajiban pajak subyektifnya sebagai Subyek Pajak dalam negeri adalah 3 (tiga) bulan, dan dalam jangka waktu tersebut memperoleh penghasilan sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) maka penghitungan Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut :
 
Penghasilan selama 3 (tiga) bulan Rp. 1.000.000,- Penghasilan setahun sebesar : 360 --------- x Rp. 1.000.000,- Rp. 4.000.000,- 3 x 30 Penghasilan tidak kena pajak Rp. 960.000,- ----------------------- Penghasilan kena pajak Rp. 3.040.000,-
 
Pajak Penghasilan yang terhutang (setahun) 15% x Rp. 3.040.000,- Rp. 456.000,- Jadi Pajak Penghasilan yang terhutang selama bagian dari tahun pajak, yaitu selama 3 (tiga) bulan adalah 3 x 30 ---------- x Rp. 456.000,- Rp. 114.000,- 360 Ayat (5) Cukup jelas.
 
=== Pasal 18 ===
 
==== Ayat (1) ====
 
Undang-undang ini memberi wewenang kepada Menteri Keuangan untuk mengeluarkan Keputusan tentang besarnya perbandingan antara hutang dan modal perusahaan yang dapat dibenarkan untuk keperluan penghitungan pajak.
 
Dalam dunia usaha terdapat tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya perbandingan antara hutang dan modal (debtequity ratio). Apabila perbandingan antara hutang dan modal sangat besar (di atas batas-batas kewajaran) maka sebenarnya perusahaan tersebut dalam keadaan tidak sehat. Dalam hal demikian undang-undang menentukan adanya modal terselubung.
 
==== Ayat (2) ====
 
Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penyelundupan pajak, yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Dalam hal terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan di bawah semestinya atau pun pembebanan biaya melebihi yang seharusnya, bila terjadi transaksi antara pihak-pihak yang bersangkutan. Demikian pula kemungkinan dapat terjadi adanya penyertaan modal secara terselubung, dengan menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai hutang.
 
Dalam hal demikian Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya yang seharusnya akan terjadi apabila di antara pihak-pihak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa.
 
Begitu juga, apabila berdasarkan penelitian yang dilakukan ternyata terdapat penyertaan atau modal terselubung seolah-olah merupakan hutang, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan hutang tersebut sebagai modal perusahaan.
 
Dengan demikian bunga yang dibayarkan sehubungan dengan hutang yang sebenarnya merupakan penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan kepada pemegang saham yang menerima atau memperolehnya merupakan penghasilan yang dikenakan pajak.
 
Dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a, bunga merupakan biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan, tetapi sebaliknya dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham tidak boleh dikurangkan.
 
==== Ayat (3) ====
 
'''Huruf a'''
 
Hubungan Istimewa dianggap ada bila dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah pemilikan atau penguasaan yang sama.
 
Yang dimaksud dengan pemilikan atau penguasaan ini adalah bila yang memiliki perusahaan-perusahaan tersebut memegang saham mayoritas yang dapat mempengaruhi jalannya perusahaan.
 
Hubungan istimewa juga dapat dirumuskan sebagai berikut :
 
- Badan AA mempunyai penyertaan pada perusahaan BB sebesar 25% (dua puluh lima persen), maka AA dan BB mempunyai hubungan istimewa.
 
- Seseorang YY mempunyai 25% (dua puluh lima persen) penyertaan pada perusahaan AA dan juga 25% (dua puluh lima persen) penyertaan pada perusahaan BB, maka antara YY, AA dan BB mempunyai hubungan istimewa.
 
'''Huruf b'''
 
Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan, lurus satu derajat adalah ayah, ibu dan anak, sedangkan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan kesamping satu derajat adalah saudara.
 
Yang dimaksud dengan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah mertua dan anak tiri, sedangkan hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan kesamping satu derajat adalah ipar.
 
==== Ayat (4) ====
 
Dalam hal terdapat beberapa pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan penyertaan 50% (lima puluh persen) atau lebih, maka tarif terendah 15% (lima belas persen) hanya dapat diberlakukan satu kali saja.
 
Dalam hal salah satu pihak menderita kerugian, kerugian tersebut tidak dapat dikompensasikan terhadap penghasilan pihak lainnya, akan tetapi berlaku kompensasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).
 
=== Pasal 19 ===
 
Dalam hal terjadi ketidak serasian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan yang disebabkan oleh karena perkembangan harga yang menyolok, maka Pemerintah dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian misalnya dengan menerapkan indeksasi.
 
=== Pasal 20 ===