Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1.940:
|- valign="top"
|II.
|PASAL DEMI PASAL<br />
Pasal 1<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 2<br />
::Huruf a<br />
:::Yang dimaksud dengan “asas kesejahteraan” adalah memberikan landasan agar kebutuhan perumahan dan kawasan permukiman yang layak bagi masyarakat dapat terpenuhi sehingga masyarakat mampu mengembangkan diri dan beradab, serta dapat melaksanakan fungsi sosialnya.<br />
::Huruf b<br />
:::Yang dimaksud dengan “asas keadilan dan pemerataan” adalah memberikan landasan agar hasil pembangunan di bidang perumahan dan kawasan permukiman dapat dinikmati secara proporsional dan merata bagi seluruh rakyat.<br />
::Huruf c<br />
:::Yang dimaksud dengan “asas kenasionalan” adalah memberikan landasan agar hak kepemilikan tanah hanya berlaku untuk warga negara Indonesia, sedangkan hak menghuni dan menempati oleh orang asing hanya dimungkinkan dengan cara hak sewa atau hak pakai atas rumah.<br />
::Huruf
:::Yang dimaksud dengan “asas keefisienan dan kemanfaatan” adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki berupa sumber a daya tanah, teknologi rancang bangun, dan industri bahan bangunan yang sehat untuk memberikan keuntungan dan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.<br />
::Huruf e<br />
:::Yang dimaksud dengan “asas keterjangkauan dan kemudahan” adalah memberikan landasan agar hasil pembangunan di bidang perumahan dan kawasan permukiman dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong terciptanya iklim kondusif dengan memberikan kemudahan bagi MBR agar setiap warga negara Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dasar akan perumahan dan permukiman.<br />
::Huruf f<br />
:::Yang dimaksud dengan “asas kemandirian dan kebersamaan” adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman bertumpu pada prakarsa, swadaya, dan peran masyarakat untuk turut serta mengupayakan pengadaan dan pemeliharaan terhadap aspekaspek perumahan dan kawasan permukiman sehingga mampu membangkitkan kepercayaan, kemampuan, dan kekuatan sendiri, serta terciptanya kerja sama antara pemangku kepentingan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.<br />
::Huruf g<br />
:::Yang dimaksud dengan “asas kemitraan” adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan peran pelaku usaha dan masyarakat, dengan prinsip saling memerlukan, memercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang dilakukan, baik langsung maupun tidak langsung.<br />
::Huruf h<br />
:::Yang dimaksud dengan “asas keserasian dan keseimbangan” adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungan, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah, serta memperhatikan dampak penting terhadap lingkungan.<br />
::Huruf i<br />
:::Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilaksanakan dengan memadukan kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengendalian, baik intra- maupun antarinstansi serta sektor terkait dalam kesatuan yang bulat dan utuh, saling menunjang, dan saling mengisi.<br />
::Huruf
:::Yang dimaksud dengan “asas kesehatan” adalah memberikan landasan agar pembangunan perumahan dan kawasan permukiman memenuhi standar rumah sehat, syarat kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup sehat.<br />
::Huruf k<br />
:::Yang dimaksud dengan “asas kelestarian dan keberlanjutan” adalah memberikan landasan agar penyediaan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan dengan memperhatikan kondisi lingkungan hidup, dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju kenaikan jumlah penduduk dan luas kawasan secara serasi dan seimbang untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang.<br />
::Huruf l<br />
:::Yang dimaksud dengan “keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan” adalah memberikan landasan agar penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman memperhatikan masalah keselamatan dan keamanan bangunan beserta infrastrukturnya, keselamatan dan keamananan lingkungan dari berbagai ancaman yang membahayakan penghuninya, ketertiban administrasi, dan keteraturan dalam pemanfaatan perumahan dan kawasan permukiman.<br />
Pasal 3<br />
:Huruf a<br />
::Yang dimaksud dengan “kepastian hukum” adalah jaminan hukum bagi setiap orang untuk bertempat tinggal secara layak, baik yang bersifat milik maupun bukan milik melalui cara sewa dan cara bukan sewa. Jaminan hukum antara lain meliputi kesesuaian peruntukan dalam tata ruang, legalitas tanah, perizinan, dan kondisi kelayakan rumah sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.<br />
:Huruf b<br />
::Yang dimaksud dengan “penataan dan pengembangan wilayah” adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antardaerah, antara pusat dan daerah, antarsektor, dan antarpemangku kepentingan, sebagai bagian utama dari pengembangan perkotaan dan perdesaan yang dapat mengarahkan persebaran penduduk dan mengurangi ketidakseimbangan pembangunan antarwilayah serta ketidaksinambungan pemanfaatan ruang.<br />
:Huruf c<br />
::Yang dimaksud dengan “daya guna dan hasil guna sumber daya alam” adalah kemampuan untuk meningkatkan segala potensi dan sumber daya alam tanpa mengganggu keseimbangan dan kelestarian fungsi lingkungan dalam rangka menjamin terwujudnya penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang berkualitas di lingkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdesaan.<br />
:Huruf d<br />
::Yang dimaksud dengan “memberdayakan para pemangku kepentingan” adalah upaya meningkatkan peran masyarakat dengan memobilisasi potensi dan sumber daya secara proporsional untuk mewujudkan perumahan dan kawasan permukiman yang madani. Para pemangku kepentingan antara lain meliputi masyarakat, swasta, lembaga keuangan, Pemerintah dan pemerintah daerah.<br />
:Huruf e<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf f<br />
::Yang dimaksud dengan “rumah yang layak huni dan terjangkau” adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya, yang mampu dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.<br />
::Yang dimaksud dengan “lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan” adalah lingkungan yang memenuhi persyaratan tata ruang, kesesuaian hak atas tanah dan rumah, dan tersedianya prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan.<br />
Pasal 4<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 5<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 6<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 7<br />
:Ayat (1)<br />
::Cukup Jelas<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup Jelas<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup Jelas<br />
:Ayat (4)<br />
::Yang dimaksud dengan “menjadi pedoman“ adalah bahwa rencana penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di daerah mengacu kepada rencana penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman Nasional, bukan untuk membatasi kewenangan daerah, tetapi agar ada acuan yang jelas, sinergis, dan keterkaitan dari setiap perencanaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di tingkat daerah, berdasarkan kewenangan otonomi yang dimilikinya sesuai dengan platform rencana penyelenggaraan perumahan dan kawasanpermukiman nasional. Rencana penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di daerah dijabarkan lebih lanjut berdasarkan visi dan misi kepala daerah yang diformulasikan dalam bentuk RPJM daerah.<br />
:Ayat (5)<br />
::Yang dimaksud dengan “menjadi pedoman“ adalah bahwa rencana penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di tingkat kabupaten/kota mengacu kepada rencana penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman di tingkat provinsi.<br />
Pasal 8<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 9<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 10<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 11<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 12<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 13<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 14<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 15<br />
:Huruf a<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf
::Cukup jelas.<br />
:Huruf c<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf d<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf e<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf f<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf g<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf h<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf
::Cukup jelas.<br />
:Huruf j<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf k<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf l<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf m<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf n<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf o<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf p<br />
::Yang dimaksud dengan “pendampingan bagi orang perseorangan” adalah upaya memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat yang berprakarsa dan berupaya melakukan pembangunan rumah secara mandiri.<br />
Pasal 16<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 17<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 18<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 19<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 20<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 21<br />
:Ayat (1)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (4)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (5)<br />
::Yang dimaksud dengan “kebutuhan khusus”, antara lain adalah kebutuhan untuk perumahan transmigrasi, pemukiman kembali korban bencana, dan rumah sosial untuk menampung orang lansia, masyarakat miskin, yatim piatu, dan anak terlantar, serta termasuk juga untuk pembangunan rumah yang lokasinya terpencar dan rumah di wilayah perbatasan negara.<br />
:Ayat (6)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (7)<br />
::Yang dimaksud dengan “bantuan dan kemudahan” adalah dukungan dana dan kemudahan akses bagi masyarakat berpenghasilan rendah dalam memenuhi kebutuhan rumahnya.<br />
:Ayat (8)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 22<br />
:Ayat (1)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br />
::Yang dimaksud dengan “rumah tunggal” adalah rumah yang mempunyai kaveling sendiri dan salah satu dinding bangunan tidak dibangun tepat pada batas kaveling.<br />
::Yang dimaksud dengan “rumah deret” adalah beberapa rumah yang satu atau lebih dari sisi bangunan menyatu dengan sisi satu atau lebih bangunan lain atau rumah lain, tetapi masing-masing mempunyai kaveling sendiri.<br />
::Yang dimaksud dengan “rumah susun” adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal, dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 23<br />
:Ayat (1)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br />
::Huruf a<br />
:::Yang dimaksud dengan “perencanaan” adalah kegiatan merencanakan kebutuhan ruang untuk setiap unsur rumah dan kebutuhan jenis prasarana yang melekat pada bangunan, dan keterkaitan dengan rumah lain serta prasarana di luar rumah.<br />
:::Yang dimaksud dengan “perancangan” adalah kegiatan merancang bentuk, ukuran, dan tata letak, bahan bangunan, unsur rumah, serta perhitungan kekuatan konstruksi yang terdiri atas pondasi, dinding, dan atap, serta kebutuhan anggarannya.<br />
::Huruf b<br />
:::Cukup jelas.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (4)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 24<br />
:Huruf a<br />
::Yang dimaksud dengan “rumah yang layak huni” adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan, dan kecukupan minimum luas bangunan, serta kesehatan penghuni.<br />
:Huruf b<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf c<br />
::Yang dimaksud dengan “tata bangunan dan lingkungan” adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki, mengembangkan, atau melestarikan bangunan dan lingkungan tertentu sesuai dengan prinsip pemanfaatan ruang dan pengendalian bangunan gedung dan lingkungan secara optimal, yang terdiri atas proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan perbaikan bangunan gedung dan lingkungan.<br />
Pasal 25<br />
:Yang dimaksud dengan “setiap orang yang memiliki keahlian” adalah setiap orang yang memiliki sertifikat keahlian yang dibuktikan dengan sertifikat atau bukti kompetensi.<br />
Pasal 26<br />
:Ayat (
::Yang dimaksud dengan “persyaratan teknis” antara lain persyaratan tentang struktur bangunan, keamanan, keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan yang berhubungan dengan rancang bangun, termasuk kelengkapan prasarana dan fasilitas lingkungan.<br />
::Yang dimaksud dengan “persyaratan administratif” antara lain perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, izin lokasi, peruntukannya, status hak atas tanah, dan/atau Izin Mendirikan Bangunan (IMB).<br />
::Yang dimaksud dengan “persyaratan ekologis” adalah persyaratan yang berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan fungsi lingkungan, baik antara lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan sosial budaya, termasuk nilai-nilai budaya bangsa yang perlu dilestarikan. <br />
::Yang termasuk persyaratan ekologis antara lain analisis dampak lingkungan dalam pembangunan perumahan.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 27<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 28<br />
:Ayat (1)<br />
::Huruf a<br />
:::Cukup jelas.<br />
::Huruf b<br />
:::Yang dimaksud dengan “rencana kelengkapan prasarana” paling sedikit meliputi jalan, drainase, sanitasi, dan air minum.<br />
:::Yang dimaksud dengan “rencana kelengkapan sarana” paling sedikit meliputi rumah ibadah dan ruang terbuka hijau (RTH).<br />
:::Yang dimaksud dengan “rencana kelengkapan utilitas umum” paling sedikit meliputi, jaringan listrik termasuk KWH meter dan jaringan telepon.<br />
:::Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus mempertimbangkan kebutuhan prasarana, sarana, dan utilitas umum bagi masyarakat yang mempunyai keterbatasan fisik, misalnya penyandang cacat dan lanjut usia.<br />
:Ayat (2)<br />
::Yang dimaksud dengan “rencana penyediaan kaveling tanah” dalam ketentuan ini adalah penyediaan sebidang tanah yang dibagi dengan ukuran tertentu yang dipersiapkan sebagai dasar perencanaan kebutuhan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk perumahan.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 29<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 30<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 31<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 32<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 33<br />
:Ayat (1)<br />
::Pemberian kemudahan perizinan bagi badan hukum yang mengajukan rencana pembangunan perumahan untuk MBR dimaksudkan untuk mendorong iklim berusaha bagi badan hukum di bidang perumahan dan permukiman sekaligus dalam upaya mewujudkan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi MBR.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 34<br />
:Ayat (1)<br />
::Yang dimaksud dengan “hunian berimbang” adalah perumahan atau lingkungan hunian yang dibangun secara berimbang antara rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah.<br />
:Ayat (2)<br />
::Yang dimaksud dengan “perumahan skala besar” adalah perumahan yang direncanakan secara menyeluruh dan terpadu yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (4)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 35<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 36<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 37<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 38<br />
:Ayat (1)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br />
::Yang dimaksud dengan “tipologi” adalah klasifikasi rumah yang berupa rumah tapak atau rumah susun berdasarkan bentuk permukaan tanah, tempat rumah berdiri meliputi rumah di atas tanah keras, rumah di atas tanah lunak, rumah di garis pantai/pasang surut, rumah di atas air/terapung (menetap), rumah di atas air/terapung (berpindah-pindah).<br />
::Yang dimaksud dengan “ekologi” adalah persyaratan yang berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan, baik antara lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan lingkungan sosial budaya, termasuk nilai-nilai budaya bangsa yang perlu dilestarikan.<br />
::Yang dimaksud dengan “budaya” adalah klasifikasi rumah berdasarkan hasil akal budi/adat istiadat manusia yang diwujudkan dalam bentuk dan arsitektural dan kelengkapan ruangan rumah.<br />
::Yang dimaksud dengan “dinamika ekonomi” adalah kondisi permintaan masyarakat dari berbagai selera yang dipengaruhi oleh tingkat keterjangkauan dan kebutuhan rumah.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (4)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Pasal 39<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 40<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 41<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 42<br />
:Ayat (1)<br />
::Yang dimaksud dengan “perjanjian pendahuluan jual beli” adalah kesepakatan melakukan jual beli rumah yang masih dalam proses pembangunan antara calon pembeli rumah dengan penyedia rumah yang diketahui oleh pejabat yang berwenang.<br />
:Ayat (2)<br />
::Huruf a<br />
:::Cukup jelas.<br />
::Huruf b<br />
:::Yang dimaksud dengan “hal yang diperjanjikan” adalah kondisi rumah yang dibangun dan dijual kepada konsumen, yang dipasarkan melalui media promosi, meliputi lokasi rumah, kondisi tanah/kaveling, bentuk rumah, spesifikasi bangunan, harga rumah, prasarana, sarana, dana utilitas umum perumahan, fasilitas lain, waktu serah terima rumah, serta penyelesaian sengketa.<br />
::Huruf c<br />
:::Cukup jelas.<br />
::Huruf d<br />
:::Cukup jelas.<br />
::Huruf e<br />
:::Yang dimaksud dengan “keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen)” adalah hal telah terbangunnya rumah paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh jumlah unit rumah serta ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum dalam suatu perumahan yang direncanakan.<br />
:Ayat (
::Cukup jelas.<br />
Pasal 43<br />
:Ayat (1)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br />
::Yang dimaksud dengan “pemilikan rumah” adalah pemilikan rumah berikut hak atas tanahnya.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (4)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 44<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 45<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 46<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 47<br />
:Ayat (1)<br />
::Lihat penjelasan Pasal 28 ayat (1) huruf b.<br />
:Ayat (2)<br />
::Yang dimaksud dengan “rencana” adalah rencana lokasi dan rencana teknis yang meliputi rencana jumlah dan jenis prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan yang terintegrasi dengan perumahan yang sudah ada serta lingkungan hunian lainnya.<br />
::Yang dimaksud dengan “rancangan” adalah desain teknis untuk mewujudkan rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan.<br />
:Ayat (
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (4)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 48<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 49<br />
:Ayat (1)<br />
::Yang dimaksud dengan “usaha secara terbatas” adalah kegiatan usaha yang diperkenankan dapat dikerjakan di rumah untuk mendukung terlaksananya fungsi hunian.<br />
::Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha yang tidak membahayakan fungsi hunian” adalah kegiatan usaha yang tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan bencana yang dapat mengganggu dan menyebabkan kerugian.<br />
::Yang dimaksud dengan “kegiatan yang tidak mengganggu fungsi hunian” adalah kegiatan yang tidak menimbulkan penurunan kenyamanan hunian dari penciuman, suara, suhu/asap, sampah yang ditimbulkan dan sosial.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 50<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 51<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 52<br />
:Ayat (
::Yang dimaksud dengan “orang asing” adalah orang yang bukan Warga Negara Indonesia.<br />
:Ayat (
::Cukup jelas.<br />
Pasal
:Ayat (1)<br />
::Pengendalian perumahan dimaksudkan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas perumahan agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sekaligus mencegah terjadinya penurunan kualitas dan terjadinya pemanfaatan yang tidak sesuai.<br />
:Ayat (2)<br />
::Huruf a<br />
:::Yang dimaksud dengan “perizinan” adalah cara pengendalian yang dilakukan melalui pemberian arahan dalam bentuk perizinan yang antara lain meliputi izin mendirikan bangunan dan izin penghunian.<br />
::Huruf b<br />
:::Yang dimaksud dengan “penertiban” adalah cara pengendalian yang dilakukan melalui tindakan penegakan hukum bagi perumahan yang dalam pembangunan dan pemanfaatannya tidak sesuai dengan rencana atau ketentuan peraturan perundang-undangan.<br />
::Huruf c<br />
:::Yang dimaksud dengan “penataan” adalah cara pengendalian yang dilakukan melalui perbaikan dalam penyelenggaraan agar sesuai dengan tujuan penyelenggaraan perumahan.<br />
::Ayat (3)<br />
:::Cukup jelas.<br />
Pasal 54<br />
:Ayat (1)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br />
::Yang dimaksud dengan “program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan” adalah rencana pembangunan tahunan, rencana program jangka menengah, dan rencana program jangka panjang.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (4)<br />
::Yang termasuk perolehan rumah dapat berupa pemilikan rumah, perbaikan rumah, dan sewa beli rumah.<br />
:Ayat (5)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 55<br />
:Ayat (1)<br />
::Yang dimaksud dengan “hanya dapat menyewakan” adalah pembatasan menyewakan dan/atau mengalihkan perolehan atas rumah yang melalui kemudahan dari Pemerintah atau pemerintah daerah kepada pihak lain dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan rumah umum bagi MBR, memberikan kesempatan yang sama bagi MBR lainnya untuk memperoleh kemudahan perolehan rumah umum, dan menjadi sarana pengendalian pengelolaan rumah umum.<br />
:::Huruf
::::Cukup jelas.<br />
:::Huruf
::::Yang dimaksud dengan “paling sedikit 5 (lima) tahun” adalah tempo waktu penghunian minimum pada rumah umum sejak diperolehnya kemudahan dari Pemerintah atau pemerintah daerah.<br />
:::Huruf c<br />
::::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br />
::Yang dimaksud dengan “lembaga” adalah lembaga yang ditunjuk atau dibentuk Pemerintah atau pemerintah daerah antara lain untuk melaksanakan distribusi dan pelimpahan/pengalihan rumah umum yang diperoleh MBR.<br />
:Ayat (3)<br />
::Yang dimaksud dengan “perjanjian” adalah perikatan perjanjian antara MBR penerima kemudahan Pemerintah atau pemerintah daerah dengan lembaga yang ditunjuk atau dibentuk pemerintah antara lain untuk menghuni, memelihara, dan tidak mengalihkan rumah tersebut kepada pihak lain selama jangka waktu tertentu.<br />
:Ayat (4)<br />
::Yang dimaksud dengan “didistribusikan kembali kepada MBR” adalah pengalokasian rumah umum kepada MBR yang berhak sesuai dengan persyaratan untuk memperoleh kemudahan dalam memiliki/menghuni rumah umum.<br />
:Ayat (5)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (6)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 56<br />
:Ayat (1)<br />
::Yang dimaksud dengan “tempat kegiatan yang mendukung” adalah bagian dari kawasan perkotaan dan kawasan perdesaaan guna mendukung perikehidupan dan penghidupan penghuni kawasan tersebut yang berupa aktivitas pelayanan jasa pemerintahan, aktivitas pelayanan jasa sosial, dan aktivitas ekonomi.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 57<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 58<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 59<br />
:Ayat (1)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br />
::Huruf a<br />
:::Yang dimaksud dengan “efisiensi potensi lingkungan hunian perkotaan” adalah upaya untuk meminimalkan penggunaan sumber daya untuk menciptakan kondisi lingkungan hunian perkotaan secara lebih optimal, guna meningkatkan pelayanan perkotaan.<br />
::Huruf b<br />
:::Yang dimaksud dengan “peningkatan pelayanan” adalah upaya yang harus dilakukan melalui penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai dengan kebutuhan sehingga fungsi lingkungan hunian perkotaan dapat memadai.<br />
::Huruf c<br />
:::Peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum perkotaan dimaksudkan untuk menciptakan fungsi, baik lingkungan hunian yang telah ada maupun lingkungan hunian yang baru sehingga lebih baik dan dapat aamendukungperikehidupan dan penghidupan setiap penghuni dalam lingkungan hunian yang sehat, aman, serasi, dan berkelanjutan.<br />
::Huruf d<br />
:::Yang dimaksud dengan “penetapan bagian lingkungan hunian perkotaan yang dibatasi dan yang didorong pengembangannya” adalah pembatasan bagian-bagian dalam kawasan perkotaan yang dapat dikembangkan sebagai upaya peningkatan pelayanan lingkungan hunian perkotaan, dan bagian yang tidak dapat dikembangkan karena keterbatasan daya dukung lingkungan yang dimaksudkan untuk keselamatan penghuni kawasan perkotaan.<br />
::Huruf e<br />
:::Yang dimaksud dengan “pencegahan tumbuhnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh” adalah upaya penetapan fungsi sesuai dengan tata ruang.<br />
::Huruf f<br />
:::Yang dimaksud dengan “tumbuh dan berkembangnya lingkungan hunian yang tidak terencana dan teratur” adalah tumbuh berkembangnya perumahan di lokasi yang tidak direncanakan untuk perumahan atau fungsi lain akibat perkembangan lingkungan hunian perkotaan yang tidak sesuai dengan tata ruang.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal
:Cukup jelas.<br />
Pasal 61<br />
:Ayat (1)<br />
::Penyelenggaraan lingkungan hunian perdesaan dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan pertanian, baik yang dibutuhkan sebelum proses produksi, dalam proses produksi, maupun setelah proses produksi.<br />
:Ayat (2)<br />
::Huruf a<br />
:::Yang dimaksud dengan “efisiensi potensi lingkungan hunian perdesaan” adalah upaya untuk meminimalkan penggunaan sumber daya untuk menciptakan kondisi perdesaan secara lebih optimal.<br />
::Huruf b<br />
:::Cukup jelas.<br />
::Huruf c<br />
:::Cukup jelas.<br />
::Huruf d<br />
:::Cukup jelas.<br />
::Huruf e<br />
:::Cukup jelas.<br />
::Huruf f<br />
:::Cukup jelas.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 62<br />
:Ayat (1)<br />
::Yang dimaksud dengan “pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan dan pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan” adalah upaya mengembalikan atau memulihkan kondisi fisik dan non fisik kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan agar dapat berfungsi kembali sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.<br />
::Yang dimaksud dengan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, seperti gempa bumi, akibat perang, tsunami dan lain-lain.<br />
::Yang dimaksud dengan penurunan kualitas perumahan dan permukiman adalah proses menurunnya kondisi fisik, non fisik dan fungsi perumahan dan kawasan permukiman yang dapat menganggu perikehidupan dan penghidupan penghuni dan sekitarnya.<br />
:Ayat (2)<br />
::Huruf a<br />
:::Yang dimaksud dengan “rehabilitasi” adalah pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan atau lingkungan hunian perdesaan melalui perbaikan dan/atau pembangunan baru rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk memulihkan fungsi hunian secara wajar sampai tingkat yang memadai.<br />
::Huruf b<br />
:::Yang dimaksud dengan “rekonstruksi” adalah pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan atau lingkungan hunian perdesaan melalui perbaikan dan/atau pembangunan baru rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum dengan sasaran utama menumbuhkembangkan kegiatan perekonomian, sosial, dan budaya.<br />
::Huruf c<br />
:::Yang dimaksud dengan “peremajaan” adalah pembangunan kembali perumahan dan permukiman yang dilakukan melalui penataan secara menyeluruh meliputi rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan permukiman.<br />
:Ayat (3)<br />
::Yang dimaksud dengan “tetap melindungi masyarakat penghuni di lokasi yang sama” bertujuan untuk memberikan jaminan hak bermukim dengan tanpa menggusur penghuni lama.<br />
Pasal
:Cukup jelas.<br />
Pasal 64<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 65<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 66<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 67<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 68<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 69<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 70<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 71<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 72<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 73<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 74<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal
:Cukup jelas.<br />
Pasal
:Cukup jelas.<br />
Pasal
:Cukup jelas.<br />
Pasal
:Cukup jelas.<br />
Pasal
:Cukup jelas.<br />
Pasal 80<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 81<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 82<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 83<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 84<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 85<br />
:Ayat (1)<br />
::Huruf a<br />
:::Pemberian insentif dimaksudkan untuk mendorong setiap orang agar memanfaatkan kawasan permukiman sesuai dengan fungsinya.<br />
::Huruf b<br />
:::Pengenaan disinsentif dimaksudkan untuk mencegah pemanfaatan kawasan permukiman yang tidak sebagaimana mestinya oleh setiap orang.<br />
::Huruf c<br />
:::Pengenaan sanksi dimaksudkan untuk mencegah dan melakukan tindakan sebagai akibat dari pemanfaatan kawasan permukiman yang tidak sebagaimana mestinya oleh setiap orang.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (3)<br
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (
::Cukup jelas.<br />
Pasal
:Ayat (1)<br />
::Yang dimaksud dengan “pemeliharaan dan perbaikan” adalah upaya menjaga kondisi prasarana, sarana, dan utilitas umum secara terpadu dan terintegrasi melalui perawatan rutin dan pemeriksaan secara berkala agar dapat berfungsi secara memadai.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 87<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 88<br />
:Ayat (1)<br />
::Yang dimaksud dengan “perawatan” adalah proses menjaga/mempertahankan fungsi rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum termasuk memperbaiki jika terjadi kerusakan, yang dilakukan secara rutin.<br />
::Yang dimaksud dengan “pemeriksaan secara berkala” adalah proses memeriksa kondisi fisik rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum dalam jangka tertentu sesuai dengan umur konstruksi, untuk mengetahui masih dapat berfungsinya rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum tersebut.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 89<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 90<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 91<br />
:Yang dimaksud dengan “rehabilitasi atau pemugaran” adalah kegiatan perbaikan rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum jika terjadi kerusakan untuk mengembalikan fungsi sebagaimana semula.<br />
Pasal 92<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 93<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 94<br />
:Ayat (1)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br />
::Prinsip kepastian bermukim dilaksanakan dengan cara menghindari penggusuran paksa yang tidak manusiawi, serta mengutamakan cara memandang tempat tinggal sebagai hak dasar.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 95<br />
:Ayat (1)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (
::Yang dimaksud dengan “pendampingan” adalah kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk pembimbingan, penyuluhan, dan bantuan teknis untuk mewujudkan kesadaran masyarakat dalam mencegah tumbuh berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh. <br />
::Yang dimaksud dengan “pelayanan informasi” adalah kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk pemberitaan halhal terkait upaya pencegahan perumahan kumuh dan permukiman kumuh, meliputi rencana tata ruang, perizinan, standar perumahan dan permukiman.<br />
:Ayat (5)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (
::Cukup jelas.<br />
#N/A
:Cukup jelas.<br />
Pasal
:Cukup jelas.<br />
Pasal
:Ayat (1)<br />
::Huruf a<br />
:::Cukup jelas.<br />
::Huruf b<br />
:::Cukup jelas.<br />
::Huruf c<br />
:::Cukup jelas.<br />
::Huruf d<br />
:::Yang dimaksud dengan “tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan” adalah kesesuaian koefisien dasar bangunan dan koefisien lantai bangunan dengan persyaratan yang ditetapkan oleh setiap daerah.<br />
::Huruf e<br />
:::Cukup jelas.<br />
::Huruf f<br />
:::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 99<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 100<br />
:Ayat (1)<br />
::Lihat penjelasan Pasal 62 ayat (2) huruf c.<br />
:Ayat (2)<br />
::Yang dimaksud dengan “tempat tinggal” adalah tempat tinggal sementara yang disediakan bagi penghuni perumahan kumuh atau permukiman kumuh selama proses peremajaan.<br />
:Ayat (3)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (4)<br />
::Yang dimaksud dengan “melibatkan peran masyarakat” adalah upaya mengikutsertakan masyarakat dalam proses peremajaan.<br />
Pasal 101<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 102<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 103<br />
:Ayat (1)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (
::Yang dimaksud dengan “difasilitasi oleh pemerintah daerah” adalah upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan keswadayaan masyarakat dalam pengelolaan perumahan, antara lain dalam bentuk pemberian pedoman, pelatihan/penyuluhan, serta pemberian kemudahan dan/atau bantuan.<br />
Pasal 104<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal
:Cukup jelas.<br />
Pasal
:Huruf a<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf b<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf c<br />
::Yang dimaksud dengan “peralihan hak atas tanah” adalah proses jual beli hak atas tanah kepada pembeli yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah tersebut.<br />
::Yang dimaksud dengan “pelepasan hak atas tanah” adalah pelepasan yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah menjadi tanah yang langsung dikuasai oleh negara karena pembeli tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah tersebut.<br />
:Huruf d<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf e<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf f<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 107<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 108<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 109<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 110<br />
:Huruf a<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf b<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf c<br />
::Yang dimaksud dengan “desain konsolidasi” adalah rancangan tentang penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah.<br />
:Huruf d<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 111<br />
:Ayat (1)<br />
::Tidak dikenakan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan karena pemilik tanah telah menyumbangkan sebagian hak atas tanahnya untuk Sumbangan Tanah Untuk Pembangunan (STUP) dan Tanah Pengganti Biaya Pembangunan (TPBP).<br />
:Ayat (
::Cukup jelas.<br />
Pasal
:Ayat (1)<br />
::Kerja sama dengan badan hukum dimaksudkan untuk memberikan peluang bagi penggarap tanah negara atau pemegang hak atas tanah dapat bersama-sama meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah.<br />
:Ayat (2)<br />
::Yang dimaksud dengan “prinsip kesetaraan” adalah persamaan kedudukan antara penggarap tanah negara dan/atau pemegang hak atas tanah dan badan hukum yang bekerja sama dalam pelaksanaan konsolidasi tanah dengan prinsip saling memerlukan, memercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung.<br />
::Yang dimaksud dengan “pejabat yang berwenang” adalah notaris.<br />
Pasal 113<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 114<br />
:Ayat (1)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (
::Yang dimaksud dengan “pejabat yang berwenang” adalah notaris.<br />
:Ayat (4)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 115<br />
:Ayat (1)<br />
::Yang dimaksud dengan “pemanfaatan” adalah upaya memfungsikan tanah barang milik negara atau tanah barang milik daerah untuk kepentingan pembangunan rumah umum dan/atau rumah khusus.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 116<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 117<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 118<br />
:Ayat (1)<br />
::Yang dimaksud dengan “sistem pembiayaan” adalah sistem yang mengatur pengerahan, pemupukan, penyaluran, dan pemanfaatan dana dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang kekurangan dana yang dilaksanakan oleh lembaga keuangan dengan atau tanpa kemudahan dan/atau bantuan.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 119<br />
:Huruf a<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf
::Cukup jelas.<br />
:Huruf c<br />
::Yang dimaksud dengan “sumber dana lainnya” adalah dana yang dihasilkan dari perjanjian atau kesepakatan bersama yang dapat berupa hibah atau bantuan, pinjaman, baik dari sumber dana dalam negeri maupun luar negeri.<br />
Pasal 120<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 121<br />
:Ayat (
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (3)<br />
::Huruf a<br />
:::Yang dimaksud dengan “pembiayaan primer perumahan” adalah pembiayaan di sisi pasokan pada saat kredit atau pembiayaan pembangunan rumah, perumahan, permukiman dan lingkungan hunian diterbitkan; dan di sisi permintaan kredit atau pembiayaan perolehan rumah diterbitkan yang dilaksanakan oleh bank dan/atau lembaga keuangan bukan bank.<br />
::Huruf b<br />
:::Yang dimaksud dengan “pembiayaan sekunder perumahan” adalah penyelenggaraan kegiatan penyaluran dana jangka menengah dan/atau panjang kepada lembaga keuangan penerbit kredit dengan melakukan sekuritisasi. Sekuritisasi yaitu transformasi aset yang tidak likuid menjadi likuid dengan cara pembelian aset keuangan dari lembaga keuangan penerbit kredit dan penerbitan efek beragun aset.<br />
Pasal 122<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 123<br />
:Ayat (1)<br />
::Huruf a<br />
:::Yang dimaksud dengan “dana masyarakat” adalah dana yang berasal dari masyarakat yang disimpan di lembaga keuangan dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.<br />
::Huruf b<br />
:::Yang dimaksud dengan “dana tabungan perumahan” adalah simpanan yang dilakukan secara periodik dalam jangka waktu tertentu, yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati sesuai dengan perjanjian, dan digunakan untuk mendapatkan akses kredit atau pembiayaan untuk pembangunan dan perbaikan rumah, serta pemilikan rumah dari lembaga keuangan.<br />
:::Apabila tabungan perumahan telah melembaga, dana APBN untuk pembiayaan murah jangka panjang dapat dihentikan.<br />
:::Yang dimaksud dengan “hasil investasi” adalah hasil investasi atas kelebihan likuiditas pada instrumen investasi yang aman, berupa deposito dan surat utang negara.<br />
::Huruf c<br />
:::Yang dimaksud dengan “dana lainnya” adalah dana yang sah sesuai peraturan perundangan yang berasal dari selain butir a dan butir b, yang antara lain dapat berupa dana investor institusional (seperti perusahaan asuransi dan perusahaan pengelola dana pensiun) di pasar modal; dan dana APBN pos pembiayaan khusus untuk perumahan.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (3)<br />
::Yang dimaksud dengan “lembaga keuangan bukan bank” adalah lembaga keuangan yang mengelola tabungan perumahan seperti Bapertarum-PNS (Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan-PNS) dan tabungan perumahan untuk TNI/Polri.<br />
:Ayat (4)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 124<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 125<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 126<br />
:Ayat (1)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br />
::Yang dimaksud dengan “pemanfaat atau pengguna” adalah MBR yang memperoleh kemudahan dan bantuan berupa pembiayaan perumahan.<br />
:Ayat (3)<br />
::Huruf a<br />
:::Yang dimaksud dengan “kemudahan atau bantuan berupa skema pembiayaan” adalah kemudahan atau bantuan dalam mendapatkan akses kredit/pembiayaan, keterjangkauan pengembalian kredit/pembiayaan yang dikaitkan dengan skema pembiayaan melalui keringanan dalam uang muka dan/atau; suku bunga; dan/atau jangka waktu pengembalian.<br />
::Huruf b<br />
:::Yang dimaksud dengan “kemudahan atau bantuan berupa penjaminan atau asuransi” adalah kemudahan atau bantuan dalam mendapatkan akses kredit/pembiayaan yang dikaitkan dengan pengurangan potensi resiko kredit yang dihadapi lembaga keuangan dalam menerbitkan kredit/pembiayaan pemilikan rumah dan perbaikan rumah.<br />
::Huruf c<br />
:::Yang dimaksud dengan “kemudahan atau bantuan berupa dana murah jangka panjang” adalah ketersediaan dana dengan suku bunga terjangkau yang sekaligus mampu menanggulangi ketidaksesuaian antara jangka waktu sumber biaya berupa tabungan, giro, deposito dengan jangka waktu pengembalian atau tenor kredit pemilikan rumah.<br />
:Ayat (4)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 127<br />
:Ayat (1)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br />
::Yang termasuk lembaga keuangan sebagai penyalur kredit atau pembiayaan antara lain berupa bank dan Perusahaan Pembiayaan.<br />
Pasal 128<br />
:Ayat (1)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (3)<br />
::Yang dimaksud dengan “sekuritisasi” adalah transformasi aset yang tidak liquid menjadi liquid dengan cara pembelian aset keuangan dari kreditor asal dan penerbit efek beragun aset.<br />
:Ayat (4)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 129<br />
:Huruf a<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf b<br />
::Cukup jelas.<br />
:Huruf
::Yang dimaksud dengan “informasi” adalah pengetahuan tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang antara lain meliputi peraturan, kebijakan, program, kegiatan, informasi kebutuhan dan penyediaan rumah, serta sumber daya yang dapat diakses.<br />
:Huruf d<br />
::Yang dimaksud dengan “manfaat” adalah keuntungan sebagai dampak dari penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, antara lain melalui kesempatan berusaha, peran masyarakat, dan pemanfaatan hasil pembangunan.<br />
:Huruf
::Yang dimaksud dengan “penggantian yang layak atas kerugian” adalah kompensasi yang diberikan kepada setiap orang yang terkena dampak kerugian akibat penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. Penggantian tersebut mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.<br />
:Huruf f<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 130<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 131<br />
:Ayat (
::Yang dimaksud dengan “peran masyarakat dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman” adalah pelibatan setiap pelaku pembangunan dalam upaya pemenuhan kebutuhan perumahan bagi seluruh masyarakat.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
:Ayat (3)<br />
::Dalam rangka mendorong peran masyarakat, forum pengembangan masyarakat dapat melakukan satu atau lebih fungsi dan tugas sesuai dengan kewenanganannya.<br />
Pasal
:Cukup jelas.<br />
Pasal 133<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 134<br />
:Lihat penjelasan Pasal 42 ayat (2) huruf b.<br />
Pasal 135<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 136<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 137<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 138<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 139<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 140<br />
:Yang dimaksud dengan “tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya” antara lain, sempadan rel kereta api, bawah jembatan, daerah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), Daerah Sempadan Sungai (DSS), daerah rawan bencana, dan daerah kawasan khusus seperti kawasan militer.<br />
Pasal 141<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 142<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 143<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 144<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 145<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 146<br />
:Ayat (1)<br />
::Yang dimaksud dengan “menjual kaveling tanah matang tanpa rumah” adalah suatu kegiatan badan hukum yang dengan sengaja hanya memasarkan kaveling tanah matang kepada konsumen tanpa membangun rumah terlebih dahulu. Penjualan kaveling tanah matang kepada konsumen hanya dapat dilakukan apabila badan hukum tersebut telah membangun perumahan sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima persen) dari rencana pembangunan perumahan di Lisiba dan dalam keadaan terjadi krisis moneter nasional yang berakibat pada kesulitan likuiditas pada badan hukum tersebut.<br />
:Ayat (2)<br />
::Cukup jelas.<br />
Pasal 147<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 148<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 149<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 150<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 151<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 152<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 153<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 154<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 155<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 156<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 157<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 158<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 159<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 160<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 161<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 162<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 163<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 164<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 165<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal 166<br />
:Cukup jelas.<br />
Pasal
:Cukup jelas.<br />
|}
<br />
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5188
|