Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 137:
== BAB IV ==
<center>PENYITAAN</center>
{{UU/Ayat|pasal=12
|{{UU/1| Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
| Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya.
| Setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi.
| Walaupun Penanggung Pajak tidak hadir, penyitaan tetap dapat dilaksanakan dengan syarat seorang saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berasal dari Pemerintah Daerah setempat.
| Dalam hal penyitaan dilaksanakan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani Jurusita Pajak dan saksi-saksi.
| Berita Acara Pelaksanaan Sita tetap mempunyai kekuatan mengikat, meskipun Penanggung Pajak menolak menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
| Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita dapat ditempelkan pada barang bergerak atau barang tidak bergerak yang disita, atau ditempat barang bergerak atau barang tidak bergerak yang disita berada, dan/atau di tempat-tempat umum.
| Atas barang yang disita dapat ditempel atau diberi segel sita.}}{{UU/x}}}}
{{UU/Ayat|pasal=13
|h=Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan.}}
{{UU/Ayat|pasal=14
|{{UU/1| Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap milik Penanggung Pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain, termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu berupa :
{{UU/a|barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, dan piutang, penyertaan modal pada perusahaan lain; dan/atau
|barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.}}{{UU/x}}
| Penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
| Hak lainnya yang dapat disita selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.}}{{UU/x}}}}
{{UU/Ayat|pasal=15
|{{UU/1| Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah :
{{UU/a|pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya;
|persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah;
|perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas;
|buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan;
|peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); dan
|peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.}}{{UU/x}}
| Perubahan besarnya nilai peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditetapkan oleh Menteri.
| Penambahan jenis barang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf f diatur dengan Peraturan Pemerintah.}}{{UU/x}}}}
{{UU/Ayat|pasal=16
|h=Barang yang telah disita dititipkan kepada Penanggung Pajak, kecuali apabila menurut Jurusita Pajak barang dimaksud perlu disimpan di kantor Pejabat atau di tempat lain.}}
{{UU/Ayat|pasal=17
|{{UU/1| Penyitaan terhadap deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu.
| Dalam hal penyitaan dilaksanakan terhadap barang yang kepemilikannya terdaftar, salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita diserahkan kepada instansi tempat kepemilikan barang dimaksud terdaftar.
| Dalam hal penyitaan dilaksanakan terhadap barang tidak bergerak yang kepemilikannya belum terdaftar Jurusita Pajak menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Pemerintah Daerah dan Pengadilan Negeri setempat untuk diumumkan menurut cara yang lazim di tempat itu.}}{{UU/x}}}}
{{UU/Ayat|pasal=18
|{{UU/1| Terhadap barang yang telah disita oleh Kejaksaan atau Kepolisian sebagai barang bukti dalam kasus pidana, Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa dengan dilampiri surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa barang dimaksud akan disita apabila proses pembuktian telah selesai dan diputuskan bahwa barang bukti dikembalikan kepada Penanggung Pajak.
| Kejaksaan atau Kepolisian segera memberitahukan kepada Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa agar segera melaksanakan penyitaan sebelum barang dimaksud dikembalikan kepada Penanggung Pajak.
| Dalam hal barang yang disita oleh Kejaksaan atau Kepolisian telah dikembalikan kepada Penanggung Pajak tanpa pemberitahuan kepada Pejabat, penyitaan terhadap barang dimaksud tetap dapat dilaksanakan.}}{{UU/x}}}}
{{UU/Ayat|pasal=19
|{{UU/1| Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang.
| Terhadap barang yang telah disita sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa kepada Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang.
| Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam sidang berikutnya menetapkan barang yang telah disita dimaksud sebagai jaminan pelunasan utang pajak.
| Instansi lain yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), setelah menerima Surat Paksa menjadikan barang yang telah disita dimaksud sebagai jaminan pelunasan utang pajak.
| Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang menentukan pembagian hasil penjualan barang dimaksud berdasarkan ketentuan hak mendahulu negara untuk tagihan pajak.
| Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya kecuali terhadap :
{{UU/a|biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak maupun barang tidak bergerak;
|biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan
|biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.}}{{UU/x}}
| Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap segera disampaikan oleh Pengadilan Negeri kepada Kantor Lelang untuk dipergunakan sebagai dasar pembagian hasil lelang.}}{{UU/x}}}}
{{UU/Ayat|pasal=20
|{{UU/1| Dalam hal objek sita berada di luar wilayah kerja Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa, Pejabat meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat objek sita berada untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan terhadap objek sita dimaksud, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri atau Kepala Daerah.
| Dalam hal objek sita letaknya berjauhan dengan tempat kedudukan Pejabat tetapi masih dalam wilayah kerjanya, Pejabat dimaksud dapat meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya juga meliputi tempat objek sita berada untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
| Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberitahukan pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dimaksud kepada Pejabat yang meminta bantuan segera setelah penyitaan dilaksanakan dengan mengirimkan Berita Acara Pelaksanaan Sita.}}{{UU/x}}}}
{{UU/Ayat|pasal=21
|h=Penyitaan tambahan dapat dilaksanakan apabila hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.}}
{{UU/Ayat|pasal=22
|{{UU/1| Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atau ditetapkan lain oleh Menteri atau Kepala Daerah.
| Pencabutan sita sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Surat Pencabutan Sita yang diterbitkan oleh Pejabat.}}{{UU/x}}}}
{{UU/Ayat|pasal=23
|{{UU/1| Penanggung Pajak dilarang :
{{UU/a|memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan, atau merusak barang yang telah disita;
|membebani barang yang telah disita dengan hak jaminan untuk pelunasan utang tertentu;
|merusak, mencabut, atau menghilangkan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita atau segel sita yang telah ditempel pada barang sitaan.}}{{UU/x}}
| Penanggung Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.}}{{UU/x}}}}
{{UU/Ayat|pasal=24
|h=Ketentuan mengenai tata cara penyitaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.}}
{{UU/Ayat|pasal=25
|{{UU/1| Apabila utang pajak dan/atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang.
| Barang yang disita berupa uang tunai, deposito, tabungan, saldo uang di bank atau saldo rekening koran, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain, dikecualikan dari penjualan secara lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
| Barang yang disita sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk membayar biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan cara
{{UU/a|uang tunai disetor ke Kas Negara atau Kas Daerah;
|deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, dipindahbukukan ke rekening Kas Negara atau Kas Daerah atas permintaan Pejabat kepada Bank yang bersangkutan;
|obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang diperdagangkan di bursa efek dijual di bursa efek atas permintaan Pejabat;
|obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek segera dijual oleh Pejabat;
|piutang dibuatkan berita acara persetujuan tentang pengalihan hak menagih dari Penanggung Pajak kepada Pejabat;
|penyertaan modal pada perusahaan lain dibuatkan akte persetujuan pengalihan hak menjual dari Penanggung Pajak kepada Pejabat.}}{{UU/x}}
| Apabila pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f tidak melaksanakan kewajibannya, dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
| Ketentuan mengenai tata cara penjualan barang yang dikecualikan dari penjualan secara lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.}}{{UU/x}}}}
{{UU/Ayat|pasal=26
|{{UU/1| Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dilaksanakan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.
| Pejabat bertindak sebagai penjual atas barang yang disita mengajukan permintaan lelang kepada Kantor Lelang sebelum lelang dilaksanakan.
| Pejabat atau yang mewakilinya menghadiri pelaksanaan lelang untuk menentukan dilepas atau tidaknya barang yang dilelang dan menandatangani asli Risalah Lelang.
| Pejabat dan Jurusita Pajak tidak diperbolehkan membeli barang sitaan yang dilelang.
| Larangan terhadap Pejabat dan Jurusita Pajak untuk membeli barang sitaan yang dilelang berlaku juga terhadap istri, keluarga sedarah dan semenda dalam keturunan garis lurus, serta anak angkat.
| Pejabat dan Jurusita Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.}}{{UU/x}}}}
{{UU/Ayat|pasal=27
|{{UU/1| Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak belum memperoleh keputusan keberatan.
| Lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh Penanggung Pajak.
| Lelang tidak dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, atau berdasarkan putusan pengadilan, atau putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, atau objek lelang musnah.}}{{UU/x}}}}
{{UU/Ayat|pasal=28
|{{UU/1| Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang pajak.
| Dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan walaupun barang yang akan dilelang masih ada.
| Sisa barang beserta kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada Penanggung Pajak segera setelah pelaksanaan lelang.
| Pejabat yang lalai melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
| Hak Penanggung Pajak atas barang yang telah dilelang berpindah kepada pembeli dan kepadanya diberikan Risalah Lelang yang merupakan bukti otentik sebagai dasar pendaftaran dan pengalihan hak.}}{{UU/x}}}}
== BAB V ==
|