Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi '{{UU|20|2008}} <DIV align=justify><br><br><center>UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA<br>NOMOR 20 TAHUN 2008<br>TENTANG<br>USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH<br><br>DENGAN RAH...'
 
Hidayatsrf (bicara | kontrib)
k →‎top: clean up using AWB
 
Baris 1:
{{UU|20|2008}}
<DIV align=justify>
<DIV align=justify><br><br><center>UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA<br>NOMOR 20 TAHUN 2008<br>TENTANG<br>USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH<br><br>DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br><br>PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,</center><br><div class=sm>Menimbang: a. bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus diwujudkan melalui pembangunan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi;</div><div class=sm1>b. bahwa sesuai dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran, dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang, dan berkeadilan;</div><div class=sm1>c. bahwa pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan;</div><div class=sm1>d. bahwa sehubungan dengan perkembangan lingkungan perekonomian yang semakin dinamis dan global, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang hanya mengatur Usaha Kecil perlu diganti, agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia dapat memperoleh jaminan kepastian dan keadilan usaha;</div><div class=sm1>e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div><br><div class=sm>Mengingat: &nbsp;&nbsp; Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;</div><br><center>Dengan Persetujuan Bersama<br>DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA<br>dan<br>PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<BR><br>MEMUTUSKAN:</center><br><div class=s60>Menetapkan:&nbsp; &nbsp;UNDANG-UNDANG TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH.</div><br><center>BAB I<br>KETENTUAN UMUM<br><br>Pasal 1</center>Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:<br><div class=s12>1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.</div><div class=s12>2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.</div><div class=s12>3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.</div><div class=s12>4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.</div><div class=s12>5. Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia.</div><div class=s12>6. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.</div><div class=s12>7. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.</div><div class=s12>8. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.</div><div class=s12>9. Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya.</div><div class=s14>10. Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas bimbingan pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div><div class=s14>11. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div><div class=s14>12. Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh lembaga penjamin kredit sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pinjaman dalam rangka memperkuat permodalannya.</div><div class=s14>13. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.</div><div class=s14>14. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div><div class=s14>15. Menteri Teknis adalah menteri yang secara teknis bertanggung jawab untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam sektor kegiatannya.</div><br><center>BAB II<br>ASAS DAN TUJUAN<br><br>Pasal 2</center>Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah berasaskan:<br>a. kekeluargaan;<br>b. demokrasi ekonomi;<br>c. kebersamaan;<br>d. efisiensi berkeadilan;<br>e. berkelanjutan;<br>f. berwawasan lingkungan;<br>g. kemandirian;<br>h. keseimbangan kemajuan; dan<br>i. kesatuan ekonomi nasional.<br><br><center>Pasal 3</center>Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.<br><br><center>BAB III<br>PRINSIP DAN TUJUAN PEMBERDAYAAN<br><br>Bagian Kesatu<br>Prinsip Pemberdayaan<br><br>Pasal 4</center>Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:<br><div class=s12>a. penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri;</div>b. perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan;<br><div class=s12>c. pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div>d. peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan<br>e. penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.<br><br><center>Bagian Kedua<br>Tujuan Pemberdayaan<br><br>Pasal 5</center>Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:<br><div class=s12>a. mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan;</div><div class=s12>b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan</div><div class=s12>c. meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.</div><br><center>BAB IV<br>KRITERIA<br><br>Pasal 6</center>(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:<br><div class=s140><div class=s12>a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau</div><div class=s12>b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).</div></div>(2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:<br><div class=s140><div class=s12>a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau</div><div class=s12>b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).</div></div>(3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:<br><div class=s140><div class=s12>a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau</div><div class=s12>b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).</div></div><div class=s14>(4) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan ayat (2) huruf a, huruf b, serta ayat (3) huruf a, huruf b nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden.</div><br><center>BAB V<br>PENUMBUHAN IKLIM USAHA<br><br>Pasal 7</center><div class=s14>(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek:</div><div class=s140>a. pendanaan;<br>b. sarana dan prasarana;<br>c. informasi usaha;<br>d. kemitraan;<br>e. perizinan usaha;<br>f. kesempatan berusaha;<br>g. promosi dagang; dan<br>h. dukungan kelembagaan.</div><div class=s14>(2) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif membantu menumbuhkan Iklim Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).</div><br><center>Pasal 8</center>Aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a ditujukan untuk:<br><div class=s12>a. memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;</div><div class=s12>b. memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div><div class=s12>c. memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan</div><div class=s12>d. membantu para pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan yang disediakan oleh Pemerintah.</div><br><center>Pasal 9</center>Aspek sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b ditujukan untuk:<br><div class=s12>a. mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong dan mengembangkan pertumbuhan Usaha Mikro dan Kecil; dan</div>b. memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi Usaha Mikro dan Kecil.<br><br><center>Pasal 10</center>Aspek informasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c ditujukan untuk:<br><div class=s12>a. membentuk dan mempermudah pemanfaatan bank data dan jaringan informasi bisnis;</div><div class=s12>b. mengadakan dan menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber pembiayaan, komoditas, penjaminan, desain dan teknologi, dan mutu; dan</div><div class=s12>c. memberikan jaminan tranparansi dan akses yang sama bagi semua pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atas segala informasi usaha.</div><br><center>Pasal 11</center>Aspek kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d ditujukan untuk:<br>a. mewujudkan kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;<br>b. mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar;<br><div class=s12>c. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div><div class=s12>d. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar;</div><div class=s12>e. mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div><div class=s12>f. mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen; dan</div><div class=s12>g. mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div><br><center>Pasal 12</center><div class=s14>(1) Aspek perizinan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e ditujukan untuk:</div><div class=s140><div class=s12>a. menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan usaha dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu; dan</div><div class=s12>b. membebaskan biaya perizinan bagi Usaha Mikro dan memberikan keringanan biaya perizinan bagi Usaha Kecil.</div></div><div class=s14>(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara permohonan izin usaha diatur dengan Peraturan Pemerintah.</div><br><center>Pasal 13</center><div class=s14>(1) Aspek kesempatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf f ditujukan untuk:</div><div class=s140><div class=s12>a. menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima, serta lokasi lainnya;</div><div class=s12>b. menetapkan alokasi waktu berusaha untuk Usaha Mikro dan Kecil di subsektor perdagangan retail;</div><div class=s12>c. mencadangkan bidang dan jenis kegiatan usaha yang memiliki kekhususan proses, bersifat padat karya, serta mempunyai warisan budaya yang bersifat khusus dan turun-temurun;</div><div class=s12>d. menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta bidang usaha yang terbuka untuk Usaha Besar dengan syarat harus bekerja sama dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div><div class=s12>e. melindungi usaha tertentu yang strategis untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div><div class=s12>f. mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan oleh Usaha Mikro dan Kecil melalui pengadaan secara langsung;</div><div class=s12>g. memprioritaskan pengadaan barang atau jasa dan pemborongan kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan</div>h. memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.</div><div class=s14>(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan dan pengendalian oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.</div><br><center>Pasal 14</center><div class=s14>(1) Aspek promosi dagang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf g, ditujukan untuk:</div><div class=s140><div class=s12>a. meningkatkan promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan di luar negeri;</div><div class=s12>b. memperluas sumber pendanaan untuk promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan di luar negeri;</div><div class=s12>c. memberikan insentif dan tata cara pemberian insentif untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mampu menyediakan pendanaan secara mandiri dalam kegiatan promosi produk di dalam dan di luar negeri; dan</div><div class=s12>d. memfasilitasi pemilikan hak atas kekayaan intelektual atas produk dan desain Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam kegiatan usaha dalam negeri dan ekspor.</div></div><div class=s14>(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.</div><br><center>Pasal 15</center>Aspek dukungan kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan fungsi inkubator, lembaga layanan pengembangan usaha, konsultan keuangan mitra bank, dan lembaga profesi sejenis lainnya sebagai lembaga pendukung pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.<br><br><center>BAB VI<br>PENGEMBANGAN USAHA<br><br>Pasal 16</center><div class=s14>(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang:</div><div class=s140>a. produksi dan pengolahan;<br>b. pemasaran;<br>c. sumber daya manusia; dan<br>d. desain dan teknologi.</div><div class=s14>(2) Dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif melakukan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).</div><div class=s14>(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembangan, prioritas, intensitas, dan jangka waktu pengembangan diatur dengan Peraturan Pemerintah.</div><br><center>Pasal 17</center>Pengembangan dalam bidang produksi dan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara:<br><div class=s12>a. meningkatkan teknik produksi dan pengolahan serta kemampuan manajemen bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div><div class=s12>b. memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana, produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong, dan kemasan bagi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div>c. mendorong penerapan standarisasi dalam proses produksi dan pengolahan; dan<br>d. meningkatkan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan bagi Usaha Menengah.<br><br><center>Pasal 18</center>Pengembangan dalam bidang pemasaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara:<br>a. melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran;<br>b. menyebarluaskan informasi pasar;<br>c. meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran;<br><div class=s12>d. menyediakan sarana pemasaran yang meliputi penyelenggaraan uji coba pasar, lembaga pemasaran, penyediaan rumah dagang, dan promosi Usaha Mikro dan Kecil;</div>e. memberikan dukungan promosi produk, jaringan pemasaran, dan distribusi;dan<br>f. menyediakan tenaga konsultan profesional dalam bidang pemasaran.<br><br><center>Pasal 19</center>Pengembangan dalam bidang sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara:<br>a. memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan;<br>b. meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial; dan<br><div class=s12>c. membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan untuk melakukan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, motivasi dan kreativitas bisnis, dan penciptaan wirausaha baru.</div><br><center>Pasal 20</center>Pengembangan dalam bidang desain dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d dilakukan dengan:<br><div class=s12>a. meningkatkan kemampuan di bidang desain dan teknologi serta pengendalian mutu;</div>b. meningkatkan kerjasama dan alih teknologi;<br><div class=s12>c. meningkatkan kemampuan Usaha Kecil dan Menengah di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru;</div><div class=s12>d. memberikan insentif kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mengembangkan teknologi dan melestarikan lingkungan hidup; dan</div><div class=s12>e. mendorong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk memperoleh sertifikat hak atas kekayaan intelektual.</div><br><center>BAB VII<br>PEMBIAYAAN DAN PENJAMINAN<br><br>Bagian Kesatu<br>Pembiayaan dan Penjaminan Usaha Mikro dan Kecil<br><br>Pasal 21</center><div class=s14>(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.</div><div class=s14>(2) Badan Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.</div><div class=s14>(3) Usaha Besar nasional dan asing dapat menyediakan pembiayaan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.</div><div class=s14>(4) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro dan Kecil.</div><div class=s14>(5) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.</div><br><center>Pasal 22</center>Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil, Pemerintah melakukan upaya:<br><div class=s12>a. pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;</div>b. pengembangan lembaga modal ventura;<br>c. pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang;<br><div class=s12>d. peningkatan kerjasama antara Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah;dan</div><div class=s12>e. pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.</div><br><center>Pasal 23</center><div class=s14>(1) Untuk meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pemerintah dan Pemerintah Daerah:</div><div class=s140><div class=s12>a. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan lembaga keuangan bukan bank;</div><div class=s12>b. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jangkauan lembaga penjamin kredit;dan</div><div class=s12>c. memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan.</div></div><div class=s14>(2) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap pinjaman atau kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:</div><div class=s140>a. meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan usaha;<br><div class=s12>b. meningkatkan pengetahuan tentang prosedur pengajuan kredit atau pinjaman;dan</div>c. meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis serta manajerial usaha.</div><br><center>Bagian Kedua<br>Pembiayaan dan Penjaminan Usaha Menengah<br><br>Pasal 24</center>Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan Usaha Menengah dalam bidang pembiayaan dan penjaminan dengan:<br><div class=s12>a. memfasilitasi dan mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investasi melalui perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal, dan lembaga pembiayaan lainnya; dan</div><div class=s12>b. mengembangkan lembaga penjamin kredit, dan meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor.</div><br><center>BAB VIII<br>KEMITRAAN<br><br>Pasal 25</center><div class=s14>(1) Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan.</div><div class=s14>(2) Kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi.</div><div class=s14>(3) Menteri dan Menteri Teknis mengatur pemberian insentif kepada Usaha Besar yang melakukan kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.</div><br><center>Pasal 26</center>Kemitraan dilaksanakan dengan pola:<br>a. inti-plasma;<br>b. subkontrak;<br>c. waralaba;<br>d. perdagangan umum;<br>e. distribusi dan keagenan; dan<br><div class=s12>f. bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsourcing).</div><br><center>Pasal 27</center>Pelaksanaan kemitraan dengan pola inti-plasma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, Usaha Besar sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang menjadi plasmanya dalam:<br>a. penyediaan dan penyiapan lahan;<br>b. penyediaan sarana produksi;<br>c. pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha;<br>d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;<br>e. pembiayaan;<br>f. pemasaran;<br>g. penjaminan;<br>h. pemberian informasi; dan<br><div class=s12>i. pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dan wawasan usaha.</div><br><center>Pasal 28</center>Pelaksanaan kemitraan usaha dengan pola subkontrak sebagaimana dimaksud Pasal 26 huruf b, untuk memproduksi barang dan/atau jasa, Usaha Besar memberikan dukungan berupa:<br>a. kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponennya;<br><div class=s12>b. kesempatan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar;</div>c. bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen;<br>d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;<br><div class=s12>e. pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan salah satu pihak; dan</div>f. upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak.<br><br><center>Pasal 29</center><div class=s14>(1) Usaha Besar yang memperluas usahanya dengan cara waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, memberikan kesempatan dan mendahulukan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang memiliki kemampuan.</div><div class=s14>(2) Pemberi waralaba dan penerima waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba.</div><div class=s14>(3) Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan.</div><br><center>Pasal 30</center><div class=s14>(1) Pelaksanaan kemitraan dengan pola perdagangan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d, dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh Usaha Besar yang dilakukan secara terbuka.</div><div class=s14>(2) Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh Usaha Besar dilakukan dengan mengutamakan pengadaan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Mikro sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang diperlukan.</div><div class=s14>(3) Pengaturan sistem pembayaran dilakukan dengan tidak merugikan salah satu pihak.</div><br><center>Pasal 31</center>Dalam pelaksanaan kemitraan dengan pola distribusi dan keagenan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf e, Usaha Besar dan/atau Usaha Menengah memberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa kepada Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil.<br><br><center>Pasal 32</center>Dalam hal Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menyelenggarakan usaha dengan modal patungan dengan pihak asing, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.<br><br><center>Pasal 33</center>Pelaksanaan kemitraan usaha yang berhasil, antara Usaha Besar dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat ditindaklanjuti dengan kesempatan pemilikan saham Usaha Besar oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.<br><br><center>Pasal 34</center><div class=s14>(1) Perjanjian kemitraan dituangkan dalam perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya mengatur kegiatan usaha, hak dan kewajiban masing-masing pihak, bentuk pengembangan, jangka waktu, dan penyelesaian perselisihan.</div><div class=s14>(2) Perjanjian kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.</div><div class=s14>(3) Perjanjian kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan prinsip dasar kemandirian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta tidak menciptakan ketergantungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah terhadap Usaha Besar.</div><div class=s14>(4) Untuk memantau pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Menteri dapat membentuk lembaga koordinasi kemitraan usaha nasional dan daerah.</div><br><center>Pasal 35</center><div class=s14>(1) Usaha Besar dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro, Kecil, dan/atau Menengah sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.</div><div class=s14>(2) Usaha Menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra usahanya.</div><br><center>Pasal 36</center><div class=s14>(1) Dalam melaksanakan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 para pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara dan terhadap mereka berlaku hukum Indonesia.</div><div class=s14>(2) Pelaksanaan kemitraan diawasi secara tertib dan teratur oleh lembaga yang dibentuk dan bertugas untuk mengawasi persaingan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.</div><br><center>Pasal 37</center>Ketentuan lebih lanjut mengenai pola kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 diatur dengan Peraturan Pemerintah.<br><br><center>BAB IX<br>KOORDINASI DAN PENGENDALIAN PEMBERDAYAAN<br>USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH<br><br>Pasal 38</center><div class=s14>(1) Menteri melaksanakan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div><div class=s14>(2) Koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara nasional dan daerah yang meliputi: penyusunan dan pengintegrasian kebijakan dan program, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, serta pengendalian umum terhadap pelaksanaan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, termasuk penyelenggaraan kemitraan usaha dan pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div><div class=s14>(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah diatur dengan Peraturan Pemerintah.</div><br><center>BAB X<br>SANKSI ADMINISTRATIF DAN KETENTUAN PIDANA<br><br>Bagian Kesatu<br>Sanksi Administratif<br><br>Pasal 39</center><div class=s14>(1) Usaha Besar yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.</div><div class=s14>(2) Usaha Menengah yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.</div><div class=s14>(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.</div><br><center>Bagian Kedua<br>Ketentuan Pidana<br><br>Pasal 40</center>Setiap orang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan mengaku atau memakai nama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mendapatkan kemudahan untuk memperoleh dana, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha, atau pengadaan barang dan jasa untuk pemerintah yang diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).<br><br><center>BAB XI<br>KETENTUAN PENUTUP<br><br>Pasal 41</center>Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 12 (dua belas) bulan atau 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.<br><br><center>Pasal 42</center>Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 3611) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.<br><br><center>Pasal 43</center>Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Usaha Kecil dan Menengah dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.<br><br><center>Pasal 44</center>Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.<br><br>Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.<br><br><div class=s300>Disahkan di Jakarta<br>pada tanggal 4 Juli 2008<br>PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br><br>DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO</div>Diundangkan di Jakarta<br>pada tanggal 4 Juli 2008<br>MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA<br>REPUBLIK INDONESIA,<br><br>ANDI MATTALATTA<br><br><br><br><br>LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 93.<br><HR SIZE=1><br><br><center>PENJELASAN<br>ATAS<br>UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA<br>NOMOR 20 TAHUN 2008<br>TENTANG<br>USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH</center><br>I. UMUM<br><br><div class=salinea>Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tertib, dan dinamis dalam lingkungan yang merdeka, bersahabat, dan damai.</div><div class=salinea>Pembangunan nasional yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat menjadi pelaku utama pembangunan, dan pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing, melindungi, serta menumbuhkan suasana dan iklim yang menunjang.</div><div class=salinea>Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik Negara.</div><div class=salinea>Meskipun Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah telah menunjukkan peranannya dalam perekonomian nasional, namun masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal, dalam hal produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, desain dan teknologi, permodalan, serta iklim usaha.</div><div class=salinea>Untuk meningkatkan kesempatan, kemampuan, dan perlindungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, telah ditetapkan berbagai kebijakan tentang pencadangan usaha, pendanaan, dan pengembangannya namun belum optimal. Hal itu dikarenakan kebijakan tersebut belum dapat memberikan perlindungan, kepastian berusaha, dan fasilitas yang memadai untuk pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div><div class=salinea>Sehubungan dengan itu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah perlu diberdayakan dengan cara:</div><div class=s12>a. penumbuhan iklim usaha yang mendukung pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan</div>b. pengembangan dan pembinaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.<br><div class=salinea>Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan peran serta kelembagaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam perekonomian nasional, maka pemberdayaan tersebut perlu dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara menyeluruh, sinergis, dan berkesinambungan.</div><div class=salinea>Dalam memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi dengan Undang-Undang ini.</div><div class=salinea>Undang-Undang ini disusun dengan maksud untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Secara umum struktur dan materi dari Undang-Undang ini memuat tentang ketentuan umum, asas, prinsip dan tujuan pemberdayaan, kriteria, penumbuhan iklim usaha, pengembangan usaha, pembiayaan dan penjaminan, kemitraan, dan koordinasi pemberdayaan, sanksi administratif dan ketentuan pidana.</div><br>II. PASAL DEMI PASAL<br><br>Pasal 1<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 2<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas kekeluargaan" adalah asas yang melandasi upaya pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai bagian dari perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.</div>Huruf b<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas demokrasi ekonomi" adalah pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah diselenggarakan sebagai kesatuan dari pembangunan perekonomian nasional untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.</div>Huruf c<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas kebersamaan" adalah asas yang mendorong peran seluruh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Dunia Usaha secara bersama-sama dalam kegiatannya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.</div>Huruf d<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas efisiensi berkeadilan" adalah asas yang mendasari pelaksanaan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.</div>Huruf e<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas berkelanjutan" adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangungan melalui pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga terbentuk perekonomian yang tangguh dan mandiri.</div>Huruf f<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas berwawasan lingkungan" adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.</div>Huruf g<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas kemandirian" adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang dilakukan dengan tetap menjaga dan mengedepankan potensi, kemampuan, dan kemandirian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div>Huruf h<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan kemajuan" adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.</div>Huruf i<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas kesatuan ekonomi nasional" adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang merupakan bagian dari pembangunan kesatuan ekonomi nasional.</div></div><br>Pasal 3<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 4<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 5<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 6<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "kekayaan bersih" adalah hasil pengurangan total nilai kekayaan usaha (aset) dengan total nilai kewajiban, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.</div>Huruf b<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "hasil penjualan tahunan" adalah hasil penjualan bersih (netto) yang berasal dari penjualan barang dan jasa usahanya dalam satu tahun buku.</div></div>Ayat (2)<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Ayat (3)<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Ayat (4)<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>Pasal 7<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 8<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 9<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf b<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "memberikan keringanan tarif prasarana tertentu" adalah pembedaan perlakuan tarif berdasarkan ketetapan Pemerintah dan Pemerintah Daerah baik yang secara langsung maupun tidak langsung dengan memberikan keringanan.</div></div><br>Pasal 10<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "bank data dan jaringan informasi bisnis" adalah berbagai pusat data bisnis dan sistem informasi bisnis yang dimiliki pemerintah atau swasta.</div>Huruf b<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf c<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>Pasal 11<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf b<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf c<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf d<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf e.<br><div class=s120>Posisi tawar dalam ketentuan ini dimaksudkan agar dalam melakukan kerjasama usaha dengan pihak lain mempunyai posisi yang sepadan dan saling menguntungkan.</div>Huruf f<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf g<br><div class=s120>Penguasaan pasar dan pemusatan usaha harus dicegah agar tidak merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div></div><br>Pasal 12<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan", adalah memberikan kemudahan persyaratan dan tata cara perizinan serta informasi yang seluas-luasnya.<br>Yang dimaksud dengan "sistem pelayanan terpadu satu pintu" adalah proses pengelolaan perizinan usaha yang dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen, dilakukan dalam satu tempat berdasarkan prinsip pelayanan sebagai berikut:<br>a. kesederhanaan dalam proses;<br>b. kejelasan dalam pelayanan;<br>c. kepastian waktu penyelesaian;<br>d. kepastian biaya;<br>e. keamanan tempat pelayanan;<br>f. tanggung jawab petugas pelayanan;<br>g. kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan;<br>h. kemudahan akses pelayanan; dan<br>i. kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan pelayanan.</div>Huruf b<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div>Ayat (2)<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>Pasal 13<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf b<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf c<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf d<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf e<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf f<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf g<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "memprioritaskan" adalah untuk memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.</div>Huruf h<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div>Ayat (2)<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>Pasal 14<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 15<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "inkubator" adalah lembaga yang menyediakan layanan penumbuhan wirausaha baru dan perkuatan akses sumber daya kemajuan usaha kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai mitra usahanya. Inkubator yang dikembangkan meliputi: inkubator teknologi, bisnis, dan inkubator lainnya sesuai dengan potensi dan sumber daya ekonomi lokal.<br>Yang dimaksud dengan "lembaga layanan pengembangan usaha (bussines development services-providers)" adalah lembaga yang memberikan jasa konsultasi dan pendampingan untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.<br>Yang dimaksud dengan "konsultan keuangan mitra bank" adalah konsultan pada lembaga pengembangan usaha yang tugasnya melakukan konsultasi dan pendampingan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah agar mampu mengakses kredit perbankan dan/atau pembiayaan dari lembaga keuangan selain bank.</div><br>Pasal 16<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 17<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf b<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf c<br><div class=s120>Ketentuan ini dimaksudkan agar terdapat konsistensi dalam menjaga kualitas produk.</div>Huruf d<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "kemampuan rancang bangun" adalah kemampuan untuk mendesain suatu kegiatan usaha.<br>Yang dimaksud dengan "kemampuan perekayasaan" (engineering) adalah kemampuan untuk mengubah suatu proses, atau cara pembuatan suatu produk dan/atau jasa.</div></div><br>Pasal 18<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Penelitian dan pengkajian pemasaran yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah meliputi kegiatan pemetaan potensi dan kekuatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang ditujukan untuk menetapkan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah guna pengembangan usaha serta perluasan dan pembukaan usaha baru.</div>Huruf b<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf c<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf d<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf e<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf f<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>Pasal 19<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 20<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 21<br><div class=s120>Cukup jelas.</div><br>Pasal 22<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf b<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf c<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf d<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf e<br><div class=s120>Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pembiayaan untuk Usaha Mikro berdasarkan Undang-Undang ini dapat dikembangkan lembaga keuangan untuk Usaha Mikro sesuai dengan peraturan perundang-undangan.</div></div><br>Pasal 23<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 24<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 25<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 26<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 27<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 28<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 29<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 30<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 31<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 32<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 33<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "kesempatan kepemilikan saham" adalah bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mendapat prioritas dalam kepemilikan saham Usaha Besar yang terbuka (go public).</div><br>Pasal 34<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 35<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 36<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 37<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 38<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 39<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 40<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 41<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 42<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 43<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 44<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4866.<br>
 
<center>UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA<br>NOMOR 20 TAHUN 2008<br>TENTANG<br>USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,</center><br><div class=sm>Menimbang: a. bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus diwujudkan melalui pembangunan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi;</div><div class=sm1>b. bahwa sesuai dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran, dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang, dan berkeadilan;</div><div class=sm1>c. bahwa pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan;</div><div class=sm1>d. bahwa sehubungan dengan perkembangan lingkungan perekonomian yang semakin dinamis dan global, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang hanya mengatur Usaha Kecil perlu diganti, agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia dapat memperoleh jaminan kepastian dan keadilan usaha;</div><div class=sm1>e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div><br><div class=sm>Mengingat: &nbsp;&nbsp; Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;</div><br><center>Dengan Persetujuan Bersama<br>DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA<br>dan<br>PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
 
MEMUTUSKAN:</center><br><div class=s60>Menetapkan:&nbsp; &nbsp;UNDANG-UNDANG TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH.</div><br><center>BAB I<br>KETENTUAN UMUM
 
Pasal 1</center>Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:<br><div class=s12>1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.</div><div class=s12>2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.</div><div class=s12>3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.</div><div class=s12>4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.</div><div class=s12>5. Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia.</div><div class=s12>6. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.</div><div class=s12>7. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.</div><div class=s12>8. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.</div><div class=s12>9. Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya.</div><div class=s14>10. Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas bimbingan pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div><div class=s14>11. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div><div class=s14>12. Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh lembaga penjamin kredit sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pinjaman dalam rangka memperkuat permodalannya.</div><div class=s14>13. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.</div><div class=s14>14. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div><div class=s14>15. Menteri Teknis adalah menteri yang secara teknis bertanggung jawab untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam sektor kegiatannya.</div><br><center>BAB II<br>ASAS DAN TUJUAN
 
Pasal 2</center>Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah berasaskan:<br>a. kekeluargaan;<br>b. demokrasi ekonomi;<br>c. kebersamaan;<br>d. efisiensi berkeadilan;<br>e. berkelanjutan;<br>f. berwawasan lingkungan;<br>g. kemandirian;<br>h. keseimbangan kemajuan; dan<br>i. kesatuan ekonomi nasional.
 
<center>Pasal 3</center>Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
 
<center>BAB III<br>PRINSIP DAN TUJUAN PEMBERDAYAAN
 
Bagian Kesatu<br>Prinsip Pemberdayaan
 
Pasal 4</center>Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:<br><div class=s12>a. penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri;</div>b. perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan;<br><div class=s12>c. pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div>d. peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan<br>e. penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.
 
<center>Bagian Kedua<br>Tujuan Pemberdayaan
 
Pasal 5</center>Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:<br><div class=s12>a. mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan;</div><div class=s12>b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan</div><div class=s12>c. meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.</div><br><center>BAB IV<br>KRITERIA
 
Pasal 6</center>(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:<br><div class=s140><div class=s12>a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau</div><div class=s12>b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).</div></div>(2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:<br><div class=s140><div class=s12>a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau</div><div class=s12>b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).</div></div>(3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:<br><div class=s140><div class=s12>a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau</div><div class=s12>b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).</div></div><div class=s14>(4) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan ayat (2) huruf a, huruf b, serta ayat (3) huruf a, huruf b nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden.</div><br><center>BAB V<br>PENUMBUHAN IKLIM USAHA
 
Pasal 7</center><div class=s14>(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek:</div><div class=s140>a. pendanaan;<br>b. sarana dan prasarana;<br>c. informasi usaha;<br>d. kemitraan;<br>e. perizinan usaha;<br>f. kesempatan berusaha;<br>g. promosi dagang; dan<br>h. dukungan kelembagaan.</div><div class=s14>(2) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif membantu menumbuhkan Iklim Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).</div><br><center>Pasal 8</center>Aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a ditujukan untuk:<br><div class=s12>a. memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;</div><div class=s12>b. memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div><div class=s12>c. memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan</div><div class=s12>d. membantu para pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan yang disediakan oleh Pemerintah.</div><br><center>Pasal 9</center>Aspek sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b ditujukan untuk:<br><div class=s12>a. mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong dan mengembangkan pertumbuhan Usaha Mikro dan Kecil; dan</div>b. memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi Usaha Mikro dan Kecil.
 
<center>Pasal 10</center>Aspek informasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c ditujukan untuk:<br><div class=s12>a. membentuk dan mempermudah pemanfaatan bank data dan jaringan informasi bisnis;</div><div class=s12>b. mengadakan dan menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber pembiayaan, komoditas, penjaminan, desain dan teknologi, dan mutu; dan</div><div class=s12>c. memberikan jaminan tranparansi dan akses yang sama bagi semua pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atas segala informasi usaha.</div><br><center>Pasal 11</center>Aspek kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d ditujukan untuk:<br>a. mewujudkan kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;<br>b. mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar;<br><div class=s12>c. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div><div class=s12>d. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar;</div><div class=s12>e. mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div><div class=s12>f. mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen; dan</div><div class=s12>g. mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div><br><center>Pasal 12</center><div class=s14>(1) Aspek perizinan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e ditujukan untuk:</div><div class=s140><div class=s12>a. menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan usaha dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu; dan</div><div class=s12>b. membebaskan biaya perizinan bagi Usaha Mikro dan memberikan keringanan biaya perizinan bagi Usaha Kecil.</div></div><div class=s14>(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara permohonan izin usaha diatur dengan Peraturan Pemerintah.</div><br><center>Pasal 13</center><div class=s14>(1) Aspek kesempatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf f ditujukan untuk:</div><div class=s140><div class=s12>a. menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima, serta lokasi lainnya;</div><div class=s12>b. menetapkan alokasi waktu berusaha untuk Usaha Mikro dan Kecil di subsektor perdagangan retail;</div><div class=s12>c. mencadangkan bidang dan jenis kegiatan usaha yang memiliki kekhususan proses, bersifat padat karya, serta mempunyai warisan budaya yang bersifat khusus dan turun-temurun;</div><div class=s12>d. menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta bidang usaha yang terbuka untuk Usaha Besar dengan syarat harus bekerja sama dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div><div class=s12>e. melindungi usaha tertentu yang strategis untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div><div class=s12>f. mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan oleh Usaha Mikro dan Kecil melalui pengadaan secara langsung;</div><div class=s12>g. memprioritaskan pengadaan barang atau jasa dan pemborongan kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan</div>h. memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.</div><div class=s14>(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan dan pengendalian oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.</div><br><center>Pasal 14</center><div class=s14>(1) Aspek promosi dagang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf g, ditujukan untuk:</div><div class=s140><div class=s12>a. meningkatkan promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan di luar negeri;</div><div class=s12>b. memperluas sumber pendanaan untuk promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan di luar negeri;</div><div class=s12>c. memberikan insentif dan tata cara pemberian insentif untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mampu menyediakan pendanaan secara mandiri dalam kegiatan promosi produk di dalam dan di luar negeri; dan</div><div class=s12>d. memfasilitasi pemilikan hak atas kekayaan intelektual atas produk dan desain Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam kegiatan usaha dalam negeri dan ekspor.</div></div><div class=s14>(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.</div><br><center>Pasal 15</center>Aspek dukungan kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan fungsi inkubator, lembaga layanan pengembangan usaha, konsultan keuangan mitra bank, dan lembaga profesi sejenis lainnya sebagai lembaga pendukung pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
 
<center>BAB VI<br>PENGEMBANGAN USAHA
 
Pasal 16</center><div class=s14>(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang:</div><div class=s140>a. produksi dan pengolahan;<br>b. pemasaran;<br>c. sumber daya manusia; dan<br>d. desain dan teknologi.</div><div class=s14>(2) Dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif melakukan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).</div><div class=s14>(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembangan, prioritas, intensitas, dan jangka waktu pengembangan diatur dengan Peraturan Pemerintah.</div><br><center>Pasal 17</center>Pengembangan dalam bidang produksi dan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara:<br><div class=s12>a. meningkatkan teknik produksi dan pengolahan serta kemampuan manajemen bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div><div class=s12>b. memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana, produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong, dan kemasan bagi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;</div>c. mendorong penerapan standarisasi dalam proses produksi dan pengolahan; dan<br>d. meningkatkan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan bagi Usaha Menengah.
 
<center>Pasal 18</center>Pengembangan dalam bidang pemasaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara:<br>a. melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran;<br>b. menyebarluaskan informasi pasar;<br>c. meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran;<br><div class=s12>d. menyediakan sarana pemasaran yang meliputi penyelenggaraan uji coba pasar, lembaga pemasaran, penyediaan rumah dagang, dan promosi Usaha Mikro dan Kecil;</div>e. memberikan dukungan promosi produk, jaringan pemasaran, dan distribusi;dan<br>f. menyediakan tenaga konsultan profesional dalam bidang pemasaran.
 
<center>Pasal 19</center>Pengembangan dalam bidang sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara:<br>a. memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan;<br>b. meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial; dan<br><div class=s12>c. membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan untuk melakukan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, motivasi dan kreativitas bisnis, dan penciptaan wirausaha baru.</div><br><center>Pasal 20</center>Pengembangan dalam bidang desain dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d dilakukan dengan:<br><div class=s12>a. meningkatkan kemampuan di bidang desain dan teknologi serta pengendalian mutu;</div>b. meningkatkan kerjasama dan alih teknologi;<br><div class=s12>c. meningkatkan kemampuan Usaha Kecil dan Menengah di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru;</div><div class=s12>d. memberikan insentif kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mengembangkan teknologi dan melestarikan lingkungan hidup; dan</div><div class=s12>e. mendorong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk memperoleh sertifikat hak atas kekayaan intelektual.</div><br><center>BAB VII<br>PEMBIAYAAN DAN PENJAMINAN
 
Bagian Kesatu<br>Pembiayaan dan Penjaminan Usaha Mikro dan Kecil
 
Pasal 21</center><div class=s14>(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.</div><div class=s14>(2) Badan Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.</div><div class=s14>(3) Usaha Besar nasional dan asing dapat menyediakan pembiayaan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.</div><div class=s14>(4) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro dan Kecil.</div><div class=s14>(5) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.</div><br><center>Pasal 22</center>Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil, Pemerintah melakukan upaya:<br><div class=s12>a. pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;</div>b. pengembangan lembaga modal ventura;<br>c. pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang;<br><div class=s12>d. peningkatan kerjasama antara Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah;dan</div><div class=s12>e. pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.</div><br><center>Pasal 23</center><div class=s14>(1) Untuk meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pemerintah dan Pemerintah Daerah:</div><div class=s140><div class=s12>a. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan lembaga keuangan bukan bank;</div><div class=s12>b. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jangkauan lembaga penjamin kredit;dan</div><div class=s12>c. memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan.</div></div><div class=s14>(2) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap pinjaman atau kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:</div><div class=s140>a. meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan usaha;<br><div class=s12>b. meningkatkan pengetahuan tentang prosedur pengajuan kredit atau pinjaman;dan</div>c. meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis serta manajerial usaha.</div><br><center>Bagian Kedua<br>Pembiayaan dan Penjaminan Usaha Menengah
 
Pasal 24</center>Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan Usaha Menengah dalam bidang pembiayaan dan penjaminan dengan:<br><div class=s12>a. memfasilitasi dan mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investasi melalui perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal, dan lembaga pembiayaan lainnya; dan</div><div class=s12>b. mengembangkan lembaga penjamin kredit, dan meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor.</div><br><center>BAB VIII<br>KEMITRAAN
 
Pasal 25</center><div class=s14>(1) Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan.</div><div class=s14>(2) Kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi.</div><div class=s14>(3) Menteri dan Menteri Teknis mengatur pemberian insentif kepada Usaha Besar yang melakukan kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.</div><br><center>Pasal 26</center>Kemitraan dilaksanakan dengan pola:<br>a. inti-plasma;<br>b. subkontrak;<br>c. waralaba;<br>d. perdagangan umum;<br>e. distribusi dan keagenan; dan<br><div class=s12>f. bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsourcing).</div><br><center>Pasal 27</center>Pelaksanaan kemitraan dengan pola inti-plasma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, Usaha Besar sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang menjadi plasmanya dalam:<br>a. penyediaan dan penyiapan lahan;<br>b. penyediaan sarana produksi;<br>c. pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha;<br>d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;<br>e. pembiayaan;<br>f. pemasaran;<br>g. penjaminan;<br>h. pemberian informasi; dan<br><div class=s12>i. pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dan wawasan usaha.</div><br><center>Pasal 28</center>Pelaksanaan kemitraan usaha dengan pola subkontrak sebagaimana dimaksud Pasal 26 huruf b, untuk memproduksi barang dan/atau jasa, Usaha Besar memberikan dukungan berupa:<br>a. kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponennya;<br><div class=s12>b. kesempatan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar;</div>c. bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen;<br>d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;<br><div class=s12>e. pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan salah satu pihak; dan</div>f. upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak.
 
<center>Pasal 29</center><div class=s14>(1) Usaha Besar yang memperluas usahanya dengan cara waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, memberikan kesempatan dan mendahulukan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang memiliki kemampuan.</div><div class=s14>(2) Pemberi waralaba dan penerima waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba.</div><div class=s14>(3) Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan.</div><br><center>Pasal 30</center><div class=s14>(1) Pelaksanaan kemitraan dengan pola perdagangan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d, dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh Usaha Besar yang dilakukan secara terbuka.</div><div class=s14>(2) Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh Usaha Besar dilakukan dengan mengutamakan pengadaan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Mikro sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang diperlukan.</div><div class=s14>(3) Pengaturan sistem pembayaran dilakukan dengan tidak merugikan salah satu pihak.</div><br><center>Pasal 31</center>Dalam pelaksanaan kemitraan dengan pola distribusi dan keagenan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf e, Usaha Besar dan/atau Usaha Menengah memberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa kepada Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil.
 
<center>Pasal 32</center>Dalam hal Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menyelenggarakan usaha dengan modal patungan dengan pihak asing, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
 
<center>Pasal 33</center>Pelaksanaan kemitraan usaha yang berhasil, antara Usaha Besar dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat ditindaklanjuti dengan kesempatan pemilikan saham Usaha Besar oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
 
<center>Pasal 34</center><div class=s14>(1) Perjanjian kemitraan dituangkan dalam perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya mengatur kegiatan usaha, hak dan kewajiban masing-masing pihak, bentuk pengembangan, jangka waktu, dan penyelesaian perselisihan.</div><div class=s14>(2) Perjanjian kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.</div><div class=s14>(3) Perjanjian kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan prinsip dasar kemandirian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta tidak menciptakan ketergantungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah terhadap Usaha Besar.</div><div class=s14>(4) Untuk memantau pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Menteri dapat membentuk lembaga koordinasi kemitraan usaha nasional dan daerah.</div><br><center>Pasal 35</center><div class=s14>(1) Usaha Besar dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro, Kecil, dan/atau Menengah sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.</div><div class=s14>(2) Usaha Menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra usahanya.</div><br><center>Pasal 36</center><div class=s14>(1) Dalam melaksanakan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 para pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara dan terhadap mereka berlaku hukum Indonesia.</div><div class=s14>(2) Pelaksanaan kemitraan diawasi secara tertib dan teratur oleh lembaga yang dibentuk dan bertugas untuk mengawasi persaingan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.</div><br><center>Pasal 37</center>Ketentuan lebih lanjut mengenai pola kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
 
<center>BAB IX<br>KOORDINASI DAN PENGENDALIAN PEMBERDAYAAN<br>USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
 
Pasal 38</center><div class=s14>(1) Menteri melaksanakan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div><div class=s14>(2) Koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara nasional dan daerah yang meliputi: penyusunan dan pengintegrasian kebijakan dan program, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, serta pengendalian umum terhadap pelaksanaan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, termasuk penyelenggaraan kemitraan usaha dan pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div><div class=s14>(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah diatur dengan Peraturan Pemerintah.</div><br><center>BAB X<br>SANKSI ADMINISTRATIF DAN KETENTUAN PIDANA
 
Bagian Kesatu<br>Sanksi Administratif
 
Pasal 39</center><div class=s14>(1) Usaha Besar yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.</div><div class=s14>(2) Usaha Menengah yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.</div><div class=s14>(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.</div><br><center>Bagian Kedua<br>Ketentuan Pidana
 
Pasal 40</center>Setiap orang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan mengaku atau memakai nama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mendapatkan kemudahan untuk memperoleh dana, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha, atau pengadaan barang dan jasa untuk pemerintah yang diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
 
<center>BAB XI<br>KETENTUAN PENUTUP
 
Pasal 41</center>Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 12 (dua belas) bulan atau 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
 
<center>Pasal 42</center>Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 3611) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 
<center>Pasal 43</center>Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Usaha Kecil dan Menengah dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
 
<center>Pasal 44</center>Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
 
<div class=s300>Disahkan di Jakarta<br>pada tanggal 4 Juli 2008<br>PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
 
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO</div>Diundangkan di Jakarta<br>pada tanggal 4 Juli 2008<br>MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA<br>REPUBLIK INDONESIA,
 
ANDI MATTALATTA
 
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 93.<br><HR SIZE=1>
 
<center>PENJELASAN<br>ATAS<br>UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA<br>NOMOR 20 TAHUN 2008<br>TENTANG<br>USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH</center><br>I. UMUM
 
<div class=salinea>Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tertib, dan dinamis dalam lingkungan yang merdeka, bersahabat, dan damai.</div><div class=salinea>Pembangunan nasional yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat menjadi pelaku utama pembangunan, dan pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing, melindungi, serta menumbuhkan suasana dan iklim yang menunjang.</div><div class=salinea>Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik Negara.</div><div class=salinea>Meskipun Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah telah menunjukkan peranannya dalam perekonomian nasional, namun masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal, dalam hal produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, desain dan teknologi, permodalan, serta iklim usaha.</div><div class=salinea>Untuk meningkatkan kesempatan, kemampuan, dan perlindungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, telah ditetapkan berbagai kebijakan tentang pencadangan usaha, pendanaan, dan pengembangannya namun belum optimal. Hal itu dikarenakan kebijakan tersebut belum dapat memberikan perlindungan, kepastian berusaha, dan fasilitas yang memadai untuk pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div><div class=salinea>Sehubungan dengan itu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah perlu diberdayakan dengan cara:</div><div class=s12>a. penumbuhan iklim usaha yang mendukung pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan</div>b. pengembangan dan pembinaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.<br><div class=salinea>Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan peran serta kelembagaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam perekonomian nasional, maka pemberdayaan tersebut perlu dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara menyeluruh, sinergis, dan berkesinambungan.</div><div class=salinea>Dalam memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi dengan Undang-Undang ini.</div><div class=salinea>Undang-Undang ini disusun dengan maksud untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Secara umum struktur dan materi dari Undang-Undang ini memuat tentang ketentuan umum, asas, prinsip dan tujuan pemberdayaan, kriteria, penumbuhan iklim usaha, pengembangan usaha, pembiayaan dan penjaminan, kemitraan, dan koordinasi pemberdayaan, sanksi administratif dan ketentuan pidana.</div><br>II. PASAL DEMI PASAL
 
Pasal 1<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 2<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas kekeluargaan" adalah asas yang melandasi upaya pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai bagian dari perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.</div>Huruf b<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas demokrasi ekonomi" adalah pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah diselenggarakan sebagai kesatuan dari pembangunan perekonomian nasional untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.</div>Huruf c<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas kebersamaan" adalah asas yang mendorong peran seluruh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Dunia Usaha secara bersama-sama dalam kegiatannya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.</div>Huruf d<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas efisiensi berkeadilan" adalah asas yang mendasari pelaksanaan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.</div>Huruf e<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas berkelanjutan" adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangungan melalui pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga terbentuk perekonomian yang tangguh dan mandiri.</div>Huruf f<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas berwawasan lingkungan" adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.</div>Huruf g<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas kemandirian" adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang dilakukan dengan tetap menjaga dan mengedepankan potensi, kemampuan, dan kemandirian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div>Huruf h<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan kemajuan" adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.</div>Huruf i<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "asas kesatuan ekonomi nasional" adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang merupakan bagian dari pembangunan kesatuan ekonomi nasional.</div></div><br>Pasal 3<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 4<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 5<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 6<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "kekayaan bersih" adalah hasil pengurangan total nilai kekayaan usaha (aset) dengan total nilai kewajiban, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.</div>Huruf b<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "hasil penjualan tahunan" adalah hasil penjualan bersih (netto) yang berasal dari penjualan barang dan jasa usahanya dalam satu tahun buku.</div></div>Ayat (2)<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Ayat (3)<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Ayat (4)<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>Pasal 7<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 8<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 9<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf b<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "memberikan keringanan tarif prasarana tertentu" adalah pembedaan perlakuan tarif berdasarkan ketetapan Pemerintah dan Pemerintah Daerah baik yang secara langsung maupun tidak langsung dengan memberikan keringanan.</div></div><br>Pasal 10<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "bank data dan jaringan informasi bisnis" adalah berbagai pusat data bisnis dan sistem informasi bisnis yang dimiliki pemerintah atau swasta.</div>Huruf b<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf c<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>Pasal 11<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf b<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf c<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf d<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf e.<br><div class=s120>Posisi tawar dalam ketentuan ini dimaksudkan agar dalam melakukan kerjasama usaha dengan pihak lain mempunyai posisi yang sepadan dan saling menguntungkan.</div>Huruf f<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf g<br><div class=s120>Penguasaan pasar dan pemusatan usaha harus dicegah agar tidak merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.</div></div><br>Pasal 12<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan", adalah memberikan kemudahan persyaratan dan tata cara perizinan serta informasi yang seluas-luasnya.<br>Yang dimaksud dengan "sistem pelayanan terpadu satu pintu" adalah proses pengelolaan perizinan usaha yang dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen, dilakukan dalam satu tempat berdasarkan prinsip pelayanan sebagai berikut:<br>a. kesederhanaan dalam proses;<br>b. kejelasan dalam pelayanan;<br>c. kepastian waktu penyelesaian;<br>d. kepastian biaya;<br>e. keamanan tempat pelayanan;<br>f. tanggung jawab petugas pelayanan;<br>g. kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan;<br>h. kemudahan akses pelayanan; dan<br>i. kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan pelayanan.</div>Huruf b<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div>Ayat (2)<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>Pasal 13<br><div class=s120>Ayat (1)<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf b<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf c<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf d<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf e<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf f<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf g<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "memprioritaskan" adalah untuk memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.</div>Huruf h<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div>Ayat (2)<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>Pasal 14<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 15<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "inkubator" adalah lembaga yang menyediakan layanan penumbuhan wirausaha baru dan perkuatan akses sumber daya kemajuan usaha kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai mitra usahanya. Inkubator yang dikembangkan meliputi: inkubator teknologi, bisnis, dan inkubator lainnya sesuai dengan potensi dan sumber daya ekonomi lokal.<br>Yang dimaksud dengan "lembaga layanan pengembangan usaha (bussines development services-providers)" adalah lembaga yang memberikan jasa konsultasi dan pendampingan untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.<br>Yang dimaksud dengan "konsultan keuangan mitra bank" adalah konsultan pada lembaga pengembangan usaha yang tugasnya melakukan konsultasi dan pendampingan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah agar mampu mengakses kredit perbankan dan/atau pembiayaan dari lembaga keuangan selain bank.</div><br>Pasal 16<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 17<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf b<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf c<br><div class=s120>Ketentuan ini dimaksudkan agar terdapat konsistensi dalam menjaga kualitas produk.</div>Huruf d<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "kemampuan rancang bangun" adalah kemampuan untuk mendesain suatu kegiatan usaha.<br>Yang dimaksud dengan "kemampuan perekayasaan" (engineering) adalah kemampuan untuk mengubah suatu proses, atau cara pembuatan suatu produk dan/atau jasa.</div></div><br>Pasal 18<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Penelitian dan pengkajian pemasaran yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah meliputi kegiatan pemetaan potensi dan kekuatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang ditujukan untuk menetapkan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah guna pengembangan usaha serta perluasan dan pembukaan usaha baru.</div>Huruf b<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf c<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf d<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf e<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf f<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>Pasal 19<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 20<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 21<br><div class=s120>Cukup jelas.</div><br>Pasal 22<br><div class=s120>Huruf a<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf b<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf c<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf d<br><div class=s120>Cukup jelas</div>Huruf e<br><div class=s120>Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pembiayaan untuk Usaha Mikro berdasarkan Undang-Undang ini dapat dikembangkan lembaga keuangan untuk Usaha Mikro sesuai dengan peraturan perundang-undangan.</div></div><br>Pasal 23<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 24<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 25<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 26<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 27<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 28<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 29<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 30<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 31<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 32<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 33<br><div class=s120>Yang dimaksud dengan "kesempatan kepemilikan saham" adalah bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mendapat prioritas dalam kepemilikan saham Usaha Besar yang terbuka (go public).</div><br>Pasal 34<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 35<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 36<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 37<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 38<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 39<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 40<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 41<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 42<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 43<br><div class=s120>Cukup jelas</div><br>Pasal 44<br><div class=s120>Cukup jelas</div></div><br>TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4866.<br>