Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
-iNu- (bicara | kontrib)
Hidayatsrf (bicara | kontrib)
k →‎top: clean up using AWB
Baris 10:
 
a. bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 memberikan keleluasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah;
 
 
b. bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran-serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah;
 
 
c. bahwa dalam menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan Otonomi Daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran-serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah, yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
 
 
d. bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037) tidak sesuai lagi dengan prinsip penyelenggaraan Otonomi Daerah dan perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti;
 
 
e. bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153) yang menyeragamkan nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerintahan Desa, tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan perlunya mengakui serta menghormati hak asal-usul Daerah yang bersifat istimewa sehingga perlu diganti;
 
 
f. bahwa berhubung dengan itu, perlu ditetapkan Undang-undang mengenai Pemerintahan Daerah untuk *9601 mengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa;
Baris 1.043 ⟶ 1.038:
 
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
 
 
I. UMUM
Baris 1.050 ⟶ 1.044:
 
a. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Karena itu, Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, antara lain, menyatakan bahwa pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang. Dalam penjelasan pasal tersebut, antara lain, dikemukakan bahwa "oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tidak akan mempunyai Daerah dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam Daerah Propinsi dan Daerah Propinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat otonom (streek en locale rechtgemeenschappen) atau bersifat administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang". Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan Badan Perwakilan Daerah. Oleh karena itu, di daerah pun, pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
 
 
b. Dengan demikian, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah, sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998 tentang *9635 Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 
 
c. Undang-undang ini disebut "Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah" karena undang-undang ini pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi.
 
 
d. Sesuai dengan Ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998 tersebut di atas, penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada Daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah. Di samping itu, penyelenggaraan Otonomi Daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran-serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah.
 
 
e. Hal-hal yang mendasar dalam undang-undang ini adalah mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran-serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, undang-undang ini menempatkan Otonomi Daerah secara utuh pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, yang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 berkedudukan sebagai Kabupaten Daerah Tingkat II dan Kotamadya Daerah Tingkat II. Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tersebut berkedudukan sebagai Daerah Otonom mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat.
 
 
f. Propinsi Daerah Tingkat I menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, dalam undang-undang ini dijadikan Daerah Propinsi dengan kedudukan sebagai Daerah Otonom dan sekaligus Wilayah Administrasi, yang melaksanakan kewenangan Pemerintah Pusat yang didelegasikan kepada Gubernur. Daerah Propinsi bukan merupakan Pemerintah atasan dari Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Dengan demikian, Daerah Otonom Propinsi dan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak mempunyai hubungan hierarki.
 
 
g. Pemberian kedudukan Propinsi sebagai Daerah Otonom dan sekaligus sebagai Wilayah Administrasi dilakukan dengan pertimbangan :
 
(1) untuk memelihara hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; (2) untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang bersifat lintas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota serta melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah yang belum dapat dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota; dan (3) untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan *9636 tertentu yang dilimpahkan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi.
 
 
h. Dengan memperhatikan pengalaman penyelenggaraan Otonomi Daerah pada masa lampau yang menganut prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi yang lebih merupakan kewajiban daripada hak, maka dalam undang-undang ini pemberian kewenangan otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan kepada asas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu keleluasan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup, dan berkembang di Daerah. Yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada Daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar-Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
 
Otonomi untuk Daerah Propinsi diberikan secara terbatas yang meliputi kewenangan lintas Kabupaten dan Kota, dan kewenangan yang tidak atau belum dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, serta kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya.
 
 
i. Atas dasar pemikiran di atas, prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah yang dijadikan pedoman dalam Undang-undang ini adalah sebagai berikut :
Baris 1.379 ⟶ 1.365:
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3839
 
----
---------------------------
 
CATATAN