Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
-iNu- (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Hidayatsrf (bicara | kontrib)
k →‎top: clean up, replaced: akte → akta using AWB
 
Baris 10:
|notes = [http://www.menegpp.go.id/menegpp.php?cat=list&id=rancangan KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN - RANCANGAN PERUNDANG-UNDANGAN ]
}}
 
 
<center>
Baris 18 ⟶ 17:
TENTANG
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
 
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
 
 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
 
Menimbang :
 
Menimbang :
 
a.
Baris 60 ⟶ 56:
huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-undang tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang;
Mengingat :
 
Baris 85 ⟶ 81:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
 
 
MEMUTUSKAN
:
 
 
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA PERDAGANGAN ORANG.
 
 
BAB
I
KETENTUAN UMUM
 
 
Pasal
1
 
 
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
 
1.
Baris 131 ⟶ 122:
seseorang oleh pihak lain dengan secara sewenang-wenang untuk mendapatkan
keuntungan baik materiil maupun nonmateriil.
 
7.
Baris 152 ⟶ 143:
mencegah dan menanggulangi tindak pidana perdagangan orang.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
 
 
Pasal
2
 
 
Penyelenggaraan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang berasaskan pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan
memperhatikan prinsip-prinsip:
 
a. penghormatan dan pengakuan hak dan martabat manusia;
Baris 169 ⟶ 158:
e. perlindungan; dan
f. perlakuan yang adil.
Pasal 3
 
(1) Penyelenggaraan pemberantasan perdagangan orang bertujuan mencegah dan
Baris 176 ⟶ 165:
(2) Untuk melaksanakan tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
upaya kerja sama, baik pada tingkat nasional maupun internasional.
BAB III
 
PENCEGAHAN
 
Pasal 4
 
Pencegahan tindak pidana perdagangan orang bertujuan mencegah sedini mungkin
terjadinya tindak pidana perdagangan orang.
 
Pasal 5
 
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan keluarga wajib mencegah
Baris 193 ⟶ 182:
melaksanakan pencegahan, dan dapat mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan
pencegahan tersebut.
Pasal 6
 
(1) Untuk melaksanakan pencegahan terjadinya tindak pidana perdagangan orang,
Baris 205 ⟶ 194:
fungsi gugus tugas diatur dengan Keputusan Presiden.
BAB IV
PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI
 
 
Pasal
7
 
 
(1) Untuk melindungi korban dan saksi, pada setiap tingkat kabupaten/kota dapat
Baris 221 ⟶ 208:
cara pemeriksaan korban dan saksi diatur dengan Keputusan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Pasal 8
 
Dalam hal korban dan saksi beserta keluarganya mendapatkan ancaman yang
membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, negara wajib memberikan perlindungan,
baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.
 
Pasal 9
 
Baris 238 ⟶ 225:
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perlindungan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
 
(1) Setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak pidana perdagangan orang berhak
Baris 244 ⟶ 231:
(2) Kompensasi dapat diberikan oleh negara dan sekaligus dicantumkan dalam amar
putusan pengadilan.
Pasal 11
 
(1) Dalam hal kompensasi belum dapat dipenuhi, baik sebagian atau seluruhnya,
Baris 253 ⟶ 240:
(3) Restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan
pengadilan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 12
 
(1) Setiap korban berhak memperoleh rehabilitasi sosial dan/atau rehabilitasi
Baris 260 ⟶ 247:
(2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dan dicantumkan
sekaligus dalam amar putusan pengadilan.
Pasal 13
 
(1) Negara, yang dilaksanakan oleh pemerintah, wajib memberikan kompensasi
Baris 272 ⟶ 259:
bantuan sementara untuk memulihkan kesehatan korban.
Pasal 14
 
(1) Pelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi, dan/atau rehabilitasi dilaporkan oleh
Baris 284 ⟶ 271:
ayat (1), Ketua Pengadilan mengumumkan pelaksanaan tersebut pada papan
pengumuman pengadilan yang bersangkutan.
Pasal 15
 
(1) Dalam hal pelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi, dan/atau rehabilitasi
Baris 293 ⟶ 280:
kewajiban memberikan kompensasi, restitusi, dan/atau rehabilitasi kepada korban atau
ahli warisnya.
Pasal 16
 
(1) Dalam hal korban berada di luar negeri yang memerlukan perlindungan hukum
Baris 305 ⟶ 292:
(3) Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 17
 
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan pelaksanaan kompensasi,
restitusi, dan/atau rehabilitasi, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
 
BAB
Baris 314 ⟶ 301:
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN
DI SIDANG PENGADILAN
 
 
Pasal 18
 
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak
pidana perdagangan orang, dilakukan berdasarkan Hukum Acara Pidana yang
berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
 
Pasal 19
 
Untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup untuk dimulainya penyidikan,
penyidik dapat menggunakan alat bukti selain yang ditentukan dalam Undang-undang
Hukum Acara Pidana.
 
Pasal 20
 
Alat bukti permulaan dan pemeriksaan perkara tindak pidana perdagangan orang
dapat meliputi :
 
a. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
Baris 344 ⟶ 330:
3. huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat
dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Pasal 21
 
(1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
Baris 358 ⟶ 344:
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus dilaporkan
atau dipertanggungjawabkan kepada atasan penyidik.
Pasal 22
 
(1) Dalam pemeriksaan, saksi memberikan keterangan terhadap apa yang dilihat,
didengar dan dialami sendiri dengan bebas dan tanpa tekanan.
 
(2) Dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi dan orang lain
Baris 387 ⟶ 373:
jika kepada terdakwa diberitahukan semua hal pada waktu ia berada di luar sidang
pengadilan.
Pasal 23
 
Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga keras
melakukan tindak pidana perdagangan orang berdasarkan bukti permulaan yang
cukup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan 20 untuk paling lama 2 x 24 (dua
kali dua puluh empat) jam.
 
Pasal 24
 
(1) Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut, tidak hadir di sidang
Baris 413 ⟶ 399:
Bagian Kesatu
Kerja Sama
 
 
Pasal 25
 
 
(1) Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pemberantasan tindak pidana
Baris 425 ⟶ 409:
sama teknis lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 26
 
Menteri melakukan kerja sama dengan instansi terkait untuk mencegah dan
menanggulangi tindak pidana perdagangan orang dan melaksanakan koordinasi untuk
melakukan kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
 
Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat
Pasal 27
 
 
(1) Masyarakat berperan serta membantu upaya pencegahan tindak pidana
Baris 441 ⟶ 424:
tindakan memberikan informasi dan/atau melaporkan adanya tindak pidana
perdagangan orang kepada penegak hukum atau pihak yang berwajib.
Pasal 28
 
Untuk melaksanakan peran serta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, masyarakat
berhak untuk memperoleh perlindungan hukum.
 
Pasal 29
 
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dilaksanakan secara
bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
 
BAB VII
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
 
 
Pasal 30
 
 
Baris 467 ⟶ 448:
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau
pidana denda paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
 
Pasal 31
 
Dipidana, karena melakukan tindak pidana perdagangan orang, dengan pidana penjara
Baris 475 ⟶ 456:
denda paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah), setiap orang yang dengan sengaja
memasukkan orang ke Indonesia dengan maksud :
 
a. diperdagangkan di wilayah negara Republik Indonesia; atau
b. dibawa ke luar wilayah Indonesia untuk diperdagangkan ke wilayah negara lain.
Pasal 32
 
Setiap orang yang melakukan tindak pidana perdagangan orang Indonesia ke luar
Baris 487 ⟶ 468:
lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
 
Pasal 33
 
(1) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32
Baris 500 ⟶ 481:
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 31
mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup.
Pasal 34
 
Setiap orang yang dengan sengaja membuat palsu atau memalsukan dokumen negara
atau dokumen lain, atau memalsu atau memalsukan identitas dalam dokumen negara
 
Baris 510 ⟶ 491:
2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp. 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
 
Pasal 35
 
Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang
untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu yang mengakibatkan
terjadinya tindak pidana perdagangan orang dipidana dengan pidana yang sama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
 
Pasal 36
 
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan kemudahan terhadap pelaku tindak
pidana perdagangan orang, dengan :
 
a. memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan lainnya
Baris 529 ⟶ 510:
c. menyembunyikan informasi tentang tindak pidana,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 37
 
Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan,
kemudahan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana perdagangan
orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30.
 
Pasal 38
 
Setiap orang yang merencanakan, menyuruh melakukan, melakukan permufakatan
jahat, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana perdagangan
orang, dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30.
 
Pasal 39
 
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
Baris 549 ⟶ 530:
dana yang digunakan atau patut diketahuinya digunakan sebagian atau seluruhnya
untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32.
 
Pasal 40
 
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan, memanfaatkan dan menikmati hasil
tindak pidana perdagangan orang dengan :
 
a. melakukan dan tindak pidana persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan
Baris 561 ⟶ 542:
b. mengambil keuntungan dari hasil perdagangan orang.
dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
Pasal 41
 
(1) Dalam hal perdagangan orang dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi,
Baris 572 ⟶ 553:
(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi
tersebut diwakili oleh pengurus.
Pasal 42
 
(1) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk
Baris 582 ⟶ 563:
(3) Korporasi yang terlibat perdagangan orang dapat dibekukan atau dicabut izinnya
dan dinyatakan sebagai korporasi yang terlarang.
Pasal 43
 
Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh kelompok yang
terorganisasi, maka setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam kelompok
yang terorganisasi tersebut dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ditambah sepertiganya.
 
Pasal 44
 
Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan alat bukti palsu atau
Baris 595 ⟶ 576:
pengadilan, atau melakukan penyerangan terhadap saksi, termasuk petugas pengadilan
dalam perkara perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun.
 
Pasal 45
 
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara
langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
 
Pasal 46
 
Ketentuan tentang pidana kurungan pengganti denda sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak berlaku dalam
penjatuhan pidana yang diatur dalam Bab ini.
 
Pasal 47
 
Setiap saksi dan orang lain yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara 1 (satu) tahun.
 
Pasal 48
 
Seluruh hasil kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana perdagangan orang disita
untuk negara.
 
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
 
 
Pasal 49
 
 
Pada saat Undang-undang ini berlaku, perkara tindak pidana perdagangan orang yang
masih dalam proses penyelesaian di tingkat penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan
di sidang pengadilan, tetap diperiksa berdasarkan undang-undang yang mengaturnya.
 
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
 
 
Pasal 50
 
 
Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, maka Pasal 297 dan Pasal 324 Undangundang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara
Baris 649 ⟶ 626:
Undang-undang Hukum Pidana Bertalian dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan
Perundang-undangan Pidana Kejahatan Penerbangan, dan Kejahatan Terhadap
Sarana/Prasarana Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976
 
Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3080) dinyatakan
tidak berlaku.
 
Pasal 51
 
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
 
 
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
 
 
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
 
 
BAMBANG KESOWO
 
BAMBANG KESOWO
 
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN……NOMOR ……
.
 
 
RANCANGAN
Baris 685 ⟶ 657:
ATAS
UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
 
 
I. UMUM
Baris 706 ⟶ 677:
negara-negara yang sedang berkembang, telah menjadi perhatian masyarakat
internasional dan organisasi internasional, terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB).
 
Perdagangan orang pada masa sekarang telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan
Baris 726 ⟶ 697:
tersebut merupakan Undang-undang payung (umbrella act) bagi seluruh peraturan
perundang-undangan yang substansinya mengatur mengenai perlindungan hak asasi
manusia. Karena sifatnya yang payung tersebut, Undang-undang Nomor 39 tidak
 
dapat diterapkan secara langsung sehingga perlu suatu undang-undang pelaksanaan
yang mengatur mengenai pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perdagangan
orang.
 
Pada dasarnya tindak pidana perdagangan orang merupakan kejahatan yang sangat
Baris 740 ⟶ 711:
ancaman pidana yang berat bagi pelaku tindak pidana. Di samping itu, diperlukan
pula pengaturan secara khusus mengenai penyidikan, yang menyimpang dari
ketentuan Hukum Acara Pidana yang ada.
 
Dengan demikian, Undang-undang ini dibentuk untuk mencegah, menanggulangi
Baris 749 ⟶ 720:
pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perdagangan orang.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas maka perlu segera dibentuk
Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
 
II. PASAL DEMI PASAL
Baris 794 ⟶ 765:
manusia dalam menegakkan undang-undang ini, misalnya : pelatihan peningkatan
profesionalisme bagi aparat penegak hukum.
 
 
Gugus tugas dalam ketentuan ini merupakan task force untuk mencegah terjadinya
Baris 800 ⟶ 770:
Ayat (3)
Cukup jelas.
 
 
Pasal
Baris 832 ⟶ 801:
Pasal 12
Yang dimaksud dengan rehabilitasi sosial adalah pemulihan dalam kondisi semula
baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Rehabilitasi kesehatan adalah
 
 
Baris 857 ⟶ 825:
Pasal 19
Cukup jelas.
 
 
Pasal 20
Baris 887 ⟶ 854:
Pasal 27
Cukup jelas.
 
 
Baris 929 ⟶ 895:
Pasal 34
Dokumen negara dalam ketentuan ini adalah paspor, kartu tanda penduduk, kartu
keluarga, akteakta kelahiran, surat nikah.
Dokumen lain dalam ketentuan ini adalah surat perjanjian kerja bersama, surat
permintaan tenaga kerja Indonesia, asuransi dan dokumen yang terkait.
Baris 944 ⟶ 910:
Pasal 40
Cukup jelas.
 
 
Baris 977 ⟶ 942:
Pasal 51
Cukup jelas.
 
 
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR .
.
 
 
 
</center>
 
[[Kategori:Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia]]