Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014: Perbedaan antara revisi
naskah baru |
(Tidak ada perbedaan)
|
Revisi per 11 November 2017 17.29
Halaman ini sedang dikerjakan (hingga Indeks:UU_40_2014.pdf). Kunjungi lagi halaman ini dalam beberapa waktu ke depan untuk melihat perubahan terbaru. Kunjungi Warung kopi untuk pertanyaan bagaimana berpartisipasi mengembangkan halaman ini. |
Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tidak ada Hak Cipta atas:
- hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
- peraturan perundang-undangan;
- pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
- putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
- kitab suci atau simbol keagamaan.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014/Penjelasan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2014
TENTANG
PERASURANSIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: |
|
Mengingat: | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: | UNDANG-UNDANG TENTANG PERASURANSIAN. |
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
|
|
|
|
|
|
|
BAB II
RUANG LINGKUP USAHA PERASURANSIAN
BAB II
RUANG LINGKUP USAHA PERASURANSIAN
Pasal 2
|
Pasal 3
|
Pasal 4
|
Pasal 5
|
BAB III
BENTUK BADAN HUKUM DAN KEPEMILIKAN PERUSAHAAN PERASURANSIAN
BAB III
BENTUK BADAN HUKUM DAN KEPEMILIKAN PERUSAHAAN PERASURANSIAN
Pasal 6
|
|
Pasal 7
|
BAB IV
PERIZINAN USAHA
BAB IV
PERIZINAN USAHA
Pasal 7
|
|
Pasal 9
|
|
Pasal 10
|
BAB V
PENYELENGGARAAN USAHA
BAB V
PENYELENGGARAAN USAHA
Pasal 11
|
Pasal 12
|
Pasal 13
|
Pasal 14
|
|
Pasal 15
Pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang disebabkan oleh Pihak dalam pengendaliannya. |
Pasal 16
|
Pasal 17
|
|
Pasal 18
|
Pasal 19
|
|
Pasal 20
|
Pasal 21
|
|
Pasal 22
|
|
Pasal 23
|
Pasal 24
|
Pasal 25
Objek Asuransi di Indonesia hanya dapat diasuransikan pada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah yang mendapatkan izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan, kecuali dalam hal:
|
Pasal 26
|
Pasal 27
|
|
Pasal 28
|
|
Pasal 29
|
|
Pasal 30
|
Pasal 31
|
|
Pasal 32
|
Pasal 33
Setiap Orang dilarang melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau
perusahaan reasuransi syariah. |
Pasal 34
Anggota direksi dan/atau pihak yang berwenang menandatangani polis dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha dilarang menandatangani polis baru. |
BAB VI
TATA KELOLA USAHA PERASURANSIAN BERBENTUK KOPERASI DAN USAHA BERSAMA
BAB VI
TATA KELOLA USAHA PERASURANSIAN BERBENTUK KOPERASI DAN USAHA BERSAMA
Pasal 35
|
|
BAB VII
PENINGKATAN KAPASITAS ASURANSI, ASURANSI SYARIAH, REASURANSI, DAN REASURANSI SYARIAH DALAM NEGERI
BAB VII
PENINGKATAN KAPASITAS ASURANSI, ASURANSI SYARIAH, REASURANSI, DAN REASURANSI SYARIAH DALAM NEGERI
Pasal 36
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib mengoptimalkan pemanfaatan kapasitas asuransi, asuransi syariah, reasuransi, dan/atau reasuransi syariah dalam negeri. |
Pasal 37
Pemerintah dan/atau Otoritas Jasa Keuangan mendorong peningkatan kapasitas asuransi, asuransi syariah, reasuransi, dan/atau reasuransi syariah dalam negeri guna memenuhi kebutuhan pertanggungan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, dan/atau reasuransi syariah dalam negeri. |
Pasal 38
Pemerintah dapat memberikan fasilitas fiskal kepada perseorangan, rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil, dan menengah untuk mendorong pemanfaatan jasa asuransi, asuransi syariah, reasuransi, dan/atau reasuransi syariah dalam pengelolaan risiko sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB VIII
PROGRAM ASURANSI WAJIB
BAB VIII
PROGRAM ASURANSI WAJIB
Pasal 39
|
BAB IX
PERUBAHAN KEPEMILIKAN, PENGGABUNGAN, DAN PELEBURAN
BAB IX
PERUBAHAN KEPEMILIKAN, PENGGABUNGAN, DAN PELEBURAN
Pasal 40
|
|
Pasal 41
|
BAB X
PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN
BAB X
PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN
Pasal 42
|
Pasal 43
|
Pasal 44
|
Pasal 46
|
Pasal 46
|
|
Pasal 47
|
Pasal 48
|
Pasal 49
|
Pasal 50
|
|
Pasal 51
|
Pasal 52
|
|
BAB XI
PELINDUNGAN PEMEGANG POLIS, TERTANGGUNG, ATAU PESERTA
BAB XI
PELINDUNGAN PEMEGANG POLIS, TERTANGGUNG, ATAU PESERTA
Pasal 53
|
Pasal 54
|
BAB XII
PROFESI PENYEDIA JASA BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN
BAB XII
PROFESI PENYEDIA JASA BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN
Pasal 55
|
|
Pasal 56
|
BAB XIII
PENGATURAN DAN PENGAWASAN
BAB XIII
PENGATURAN DAN PENGAWASAN
Pasal 57
|
|
Pasal 58
Otoritas Jasa Keuangan harus mengupayakan terciptanya persaingan usaha yang sehat di bidang Usaha Perasuransian. |
Pasal 59
|
Pasal 60
|
|
|
|
Pasal 61
|
|
Pasal 62
|
|
|
|
|
Pasal 63
|
|
Pasal 64
Pengelola Statuter bertanggung jawab atas kerugian Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dan/atau pihak ketiga jika kerugian tersebut disebabkan oleh kecurangan, ketidakjujuran, atau kesengajaannya untuk tidak mematuhi ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perasuransian. |
Pasal 65
|
Pasal 66
|
|
Pasal 67
Pihak lain yang ditunjuk atau ditugasi oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (2) dilarang menggunakan atau mengungkapkan informasi apa pun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan atau diwajibkan oleh undang-undang. |
BAB XIV
ASOSIASI USAHA PERASURANSIAN
BAB XIV
ASOSIASI USAHA PERASURANSIAN
Pasal 68
|
Pasal 69
|
BAB XV
SANKSI ADMINISTRATIF
BAB XV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 70
Otoritas Jasa Keuangan berwenang mengenakan sanksi administratif kepada Setiap Orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya. |
Pasal 71
|
|
|
Pasal 72
|
|
|
|
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 73
|
|
Pasal 74
|
Pasal 75
Setiap Orang yang dengan sengaja tidak memberikan informasi atau memberikan informasi yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). |
Pasal 76
Setiap Orang yang menggelapkan Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) dan Pasal 29 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). |
Pasal 77
Setiap Orang yang menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, atau menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). |
Pasal 78
Setiap Orang yang melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). |
Pasal 79
Anggota direksi dan/atau pihak yang menandatangani polis baru dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang sedang dalam pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). |
Pasal 80
Setiap Orang, yang ditunjuk atau ditugasi oleh Otoritas Jasa Keuangan, yang menggunakan atau mengungkapkan informasi apapun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan keputusan Otoritas Jasa Keuangan atau diwajibkan oleh undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). |
Pasal 81
|
|
Pasal 82
Pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp600.000.000.000,00 (enam ratus miliar rupiah). |
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 83
|
Pasal 84
|
Pasal 85
|
Pasal 86
Usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya paling lama 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini. |
Pasal 87
|
|
Pasal 88
|
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 89
Ketentuan di dalam peraturan perundang-undangan yang mewajibkan penutupan asuransi atau asuransi syariah oleh seluruh atau kelompok tertentu dalam masyarakat wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. |
Pasal 90
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
|
Pasal 91
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. |
Pasal 92
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
Disahkan di Jakarta |
Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 17 Oktober 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, |
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 337
Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA |