Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2018: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
baru
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 16 Mei 2019 11.19

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2018 (UU/2018/9)  (2018) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 









LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No.147, 2018

KEUANGAN. PNBP. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6245)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 2018
TENTANG
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang:
  1. bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah dalam pelayanan, pengaturan, perlindungan masyarakat, kepastian hukum, dan pengelolaan kekayaan negara, termasuk pemanfaatan sumber daya alam, dalam rangka pencapaian tujuan nasional serta kemandirian bangsa sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat mewujudkan suatu bentuk penerimaan negara yang disebut sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak;
  2. bahwa guna mengoptimalkan penerimaan negara dan meningkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah dalam pelayanan, pengaturan, pelindungan masyarakat, kepastian hukum, dan pengelolaan kekayaan negara, termasuk pengelolaan sumber daya alam yang berkesinambungan, perlu dilakukan penyempurnaan pengaturan atas pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak agar

lebih profesional, terbuka, serta bertanggung jawab dan berkeadilan;
  1. bahwa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum, tata kelola, pengelolaan keuangan negara, dan kebutuhan masyarakat, sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang baru;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;


Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 23, Pasal 23A, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:


Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK.


BAB I
KETENTUAN UMUM



Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan,
yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara.
  1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Badan adalah sekumpulan orang yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, kumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, badan hukum publik, dan bentuk badan lain yang melakukan kegiatan di dalam dan/atau di luar negeri.
  3. Wajib Bayar adalah orang pribadi atau Badan dari dalam negeri atau luar negeri yang mempunyai kewajiban membayar PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Pemanfaatan Sumber Daya Alam adalah pemanfaatan bumi, air, udara, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dikuasai oleh negara.
  5. Pelayanan adalah segala bentuk penyediaan barang, jasa, atau pelayanan administratif yang menjadi tanggung jawab Pemerintah, baik dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  6. Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan adalah pengelolaan atas kekayaan negara yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang
Halaman:UU9-2018.pdf/4 Halaman:UU9-2018.pdf/5 Halaman:UU9-2018.pdf/6 Halaman:UU9-2018.pdf/7 Halaman:UU9-2018.pdf/8 Halaman:UU9-2018.pdf/9 Halaman:UU9-2018.pdf/10 Halaman:UU9-2018.pdf/11 Halaman:UU9-2018.pdf/12 Halaman:UU9-2018.pdf/13 Halaman:UU9-2018.pdf/14 Halaman:UU9-2018.pdf/15 Halaman:UU9-2018.pdf/16 Halaman:UU9-2018.pdf/17 Halaman:UU9-2018.pdf/18 Halaman:UU9-2018.pdf/19 Halaman:UU9-2018.pdf/20 Halaman:UU9-2018.pdf/21 Halaman:UU9-2018.pdf/22 Halaman:UU9-2018.pdf/23 Halaman:UU9-2018.pdf/24
  1. adanya indikasi ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP;
  2. adanya indikasi kerugian negara dan/atau indikasi unsur tindak pidana; dan/atau
  3. adanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PNBP secara tunai.
  1. Dalam pelaksanaan Pemeriksaan PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan Instansi Pengelola PNBP.

Pasal 49
  1. Dalam hal tertentu, Menteri dan/atau Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dapat meminta instansi pemeriksa untuk melakukan Pemeriksaan PNBP terhadap Wajib Bayar yang kewajiban PNBP Terutang dihitung oleh Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a atau dihitung oleh Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b.
  2. Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk:
    1. adanya permintaan koreksi Surat Tagihan PNBP;
    2. adanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PNBP secara tunai; dan/atau
    3. adanya permohonan keringanan PNBP.

Pasal 50
  1. Menteri dapat meminta instansi pemeriksa untuk melakukan Pemeriksaan PNBP terhadap Instansi Pengelola PNBP.
  2. Permintaan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
    1. adanya indikasi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP;
    2. adanya indikasi kerugian negara dan/atau indikasi unsur tindak pidana;
Halaman:UU9-2018.pdf/26 Halaman:UU9-2018.pdf/27 Halaman:UU9-2018.pdf/28 Halaman:UU9-2018.pdf/29 Halaman:UU9-2018.pdf/30 Halaman:UU9-2018.pdf/31 Halaman:UU9-2018.pdf/32 Halaman:UU9-2018.pdf/33 Halaman:UU9-2018.pdf/34 Halaman:UU9-2018.pdf/35
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 71
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 72
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 73
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 23 Agustus 2018

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


ttd.

JOKO WIDODO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Agustus 2018

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,


ttd.

YASONNA H. LAOLY