Jawab Saya Pada Saudara Mohammad Hatta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
 
Baris 1:
__NOTOC__ __NOEDITSECTION__
{{header
| title = Jawab Saya Pada Saudara Mohammad Hatta
| author = Soekarno
| translator =
| section =
| previous =
| next =
| year =
| portal =
| wikipedia =
| commons =
| commonscat =
| wikiquote =
| wikinews =
| wiktionary =
| wikibooks =
| wikiversity=
| wikispecies=
| meta =
| notes =
}}
 
<strong>JAWAB SAYA PADA SAUDARA MOHAMMAD HATTA</strong>
Baris 40 ⟶ 62:
self-reliance yakni pendidikan diri sendiri; sebagaimana "Sinn Fein" Ierlandia itu adalah terutama sekali untuk membesarkan "revolutionaire lading" yang ada di dalam udara Ierlandia, – maka kitapun harus menjalankan non-koperasi itu terutama sekali untuk menyusun rokhaninya Gedong­ Kemerdekaan kita, untuk self-reliance kita, untuk "revolutionaire lading" daripada masyarakat kita.
 
Saya mengetahui, bahwa di dalam politik adalah taktik dan adalah azas. Saya mengetahui, bahwa tidak selamanya taktik itu bisa sesuai dengan azas. Sayapun mengetahui, bahwa taktik itu kadang-kadang terpaksa bertentangan dengan azas. Saudara Mohammad Hatta sendiri mencatat, bahwa saya di dalam <i>"Fikiran RaRakyat"</i><i>ky</i><i>at" </i>pernah menulis, "bahwa prinsip tidak selalu bisa dijalankan dengan taktik". Tetapi saudara Mohammad Hatta lupa, bahwa taktik itu hanyalah boleh menyimpang dari azas jikalau terpaksa menyimpang dari azas, jikalau ada keadaan yang "terpepet", jikalau ada force-majeure, dan jikalau tidak bersifat "pengkhianatan" daripada azas samasekalisama sekali. MitsalnyaMisalnya taktiknya Lenin yang bernama N.E.P., taktik yang bertentangan dengan azas communisme karena mengasih jalan pada particulier-kapitalisme, taktik itu adalah ia jalankan karena bahaya kelaparan ada memaksa kepadanya mengadakan N.E.P. Te.tapiTetapi saudara Hatta sudah suka duduk di dalam Tweede Kamer zonder ada sesuatu hal yang memaksa kepadanya buat bersikap yang demikian itu, zonder ada sesuatu hal yang "memepetkan" kepadanya ber­buat yang demikian itu, zonder ada force-majeure yang tak mengizinkan bersikap lain yang demikian itu. Saudara Hatta malahan ketidak­-keberatannya menerima candidatuur Tweede Kamer itu ialah ketidak­-keberatan "in principe", yakni ketidak-keberatan sepanjang azas, – ketidak-keberatan dus, yang tidak lagi sebagai taktik, tidak lagi sebagai "muslihat", tetapi ketidak-keberatan sepanjang bathin-bathinnya perkara dan dasar-dasarnya perkara. Memang inilah yang membikin kita menyebut­kan non-koperasinya saudara Hatta itu suatu non-koperasi yang tidak principiil lagi, suatu non-koperasi yang tidak 100% lagi menghormati azas-azasnya nationalist-non-cooperator. Memang inilah yang membikin kita berkata, bahwa saudara Hatta itu telah "menjalankan politik yang di dalam hakekatnya melanggar azas non-koperasi". Memang hanya inilah juga yang membikin kita mitsalnyamisalnya berani berkata bahwa kita meng­hendaki non-koperasi yang principiil, walaupun di antara kawan-sefaham kita mitsalnyamisalnya ada orang-orang yang bekerja advocaat dan "bersumpah" setia kepada G.G. atau Koningin, – "bersumpah" setia kepada G.G. atau Koningin yang terpaksa diyjalankandijalankan oleh tiap-tiap<sub>.</sub> orang advocaat sebagai formaliteit, sebagaimana sdr. Hatta juga, nanti kalau terpilih menjadi anggauta Tweede Kamer dan masuk dalam Tweede Kamer, sebagai for­maliteit akan terpaksa "bersumpah" setia kepada Grondwet Belanda, – Grondwet Belanda yang menetapkan Indonesia sebagai milik negeri Belanda. Atau tidak benarkah bahwa tiap-tiap anggauta Tweede Kamer harus bersumpah setia pada Grondwet itu?
 
Perkara non-koperasi bukanlah perkara perjoangan sahaja, perkara non-koperasi adalah juga perkara azas-perjoangan. Azas-perjoangan inilah yang harus kita pegang teguh sebisa-bisanya. Azas-perjoangan inilah yang tidak mengizinkan seorang nationalist-non-cooperator pergi ke Den Haag.