Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi 'UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG N A R K O T I K A DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahw...'
 
Jagawana (bicara | kontrib)
{{rapikan}}
Baris 1:
{{rapikan}}
UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG N A R K O T I K A
{{UU|22|1997}}
Tentang :Narkotika
 
DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
Baris 10 ⟶ 12:
a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,maka kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal pembangunan nasional perlu ditingkatkan secara terus menerus termasuk derajat kesehatannya;
 
b. b. bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan dibidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain pada satu sisi dengan mengusahakan ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat dan sisi lain melakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika;
 
c. c. bahwa narkotika disatu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat dibidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan disisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanda pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama;
 
d. d. bahwa mengimpor, mengekspor, memproduksi,menanam menyimpan, mengedarkan, dan menggunakan narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat, serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah kejahatan karena sangat merugikan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan manusia, masyarakat, bangsa, dan negara serta ketahanan nasional Indonesia;
 
e. e. bahwa kejahatan narkotika telah bersifat transnasional
yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
tinggi dan teknologi canggih, sedangkan peraturan perundang-undangan yang ada sudah tidak sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang untuk menanggulangi kejahatan tersebut;
 
f. f. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a,
b, c, d, dan e serta pertimbangan bahwa Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika sudah tidak sesuai lagi, maka perlu dibentuk Undang-undang baru tentang Narkotika;
 
Baris 30 ⟶ 32:
1945;
 
2. 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961, beserta Protokol yang mengubahnya (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3085);
 
3. 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
 
4. 4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotoprika (United nation Convention Against Illicit Trafic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substance) (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3673);
 
 
Baris 54 ⟶ 56:
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
 
1. 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
Baris 60 ⟶ 62:
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
 
2. 2. Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah,
membuat, menghasilkan, mengemas, dan/atau mengubah bentuk narkotika termasuk mengekstrasi, mengkonversi, atau merakit narkotika untuk memproduksi obat.
 
3. 3. Impor adalah kegiatan memasukkan narkotika ke dalam Daerah
Pabean.
 
4. 4. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan narkotika dari Daerah
Pabean.
 
5. 5. Peredaran gelap narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak dan melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana narkotika.
 
6. 6. Surat Persetujuan Impor adalah surat persetujuan Menteri
Kesehatan untuk mengimpor narkotika.
 
7. 7. Surat Persetujuan Ekspor adalah surat persetujuan Menteri
Kesehatan untuk mengekspor narkotika.
 
8. 8. Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan memindahkan narkotika dari satu tempat ke tempat lain, dengan cara,moda, atau sarana angkutan apapun.
 
9. 9. Pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan penyaluran sediaan farmasi termasuk narkotika dan alat kesehatan.
 
10. 10. Pabrik Obat adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang
memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan penyaluran obat dan bahan obat, termasuk narkotika.
 
11. 11. Transito narkotika adalah pengangkutan narkotika dari suatu negara ke negara lain dengan melalui dan singgah di Wilayah Negara Republik Indonesia yang terdapat kantor Pabean dengan atau tanpa berganti sarana angkutan.
DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
 
12. 12. Pecandu adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
 
13. 13. Ketergantungan narkotika adalah gejala dorongan untuk
menggunakan narkotika secara terus menerus, toleransi dan gejala putus narkotika apabila penggunaan dihentikan.
 
14. 14. Penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter
 
15. 15. Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
 
16. 16. Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemilihan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat
 
17. 17. Permufakatan jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih dengan maksud bersepakat untuk melakukan tindak pidana narkotika.
 
18. 18. Penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan dan/atau penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan cara melakukan penyadapan pembicaraan melalui telepon dan atau alat komunikasi elektronika lainnya.
 
19. 19. Korporasi adalah kumpulan terorganisir dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan.
 
 
Baris 116 ⟶ 118:
(2) Narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digolongkan menjadi:
 
a. a. Narkotika Golongan I;
 
b. b. Narkotika Golongan II; dan
 
c. c. Narkotika Golongan III