Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 1958: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
-iNu- (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
 
Baris 3:
<center>
 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
 
 
NOMOR 78 TAHUN 1958
 
TENTANG
 
PENANAMAN MODAL ASING
 
 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
 
Menimbang:
 
a.
Bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia serta memperbesar produksi
nasional guna mempertinggi tingkatan penghidupan rakyat, sangat diperlukan modal;
b.
Bahwa modal yang didapat di Indonesia pada waktu ini belum mencukupi sehingga
dianggap berfaedah menarik modal asing untuk ditanam di Indonesia;
c.
Bahwa perlu diadakan ketentuan-ketentuan yang jelas untuk memenuhi kebutuhan akan
modal guna pembangunan nasional, di samping menghindarkan keragu-raguan dari pihak
modal asing.
Mengingat:
Pasal-pasal 89 dan 38 ayat 2 dan 3 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.
 
 
Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
 
 
MEMUTUSKAN:
 
 
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA
 
 
BAB I
 
UMUM
 
Pasal 1
 
Yang dimaksud dalam undang-undang ini dengan:
 
1.
Produksi: ialah tiap usaha yang menyebabkan terciptanya barang-barang dan/atau jasajasa;
2.
Perusahaan: ialah suatu gabungan antara usaha dan alat-alat untuk menciptakan barangbarang dan/atau jasa-jasa;
3.
Pengusaha: ialah perseorangan atau badan hukum yang memiliki perusahaan seluruhnya
atau sebagian.
4.
Perusahaan: ialah pengusaha bukan warga negara Indonesia asing atau badan hukum yang
dianggap asing oleh Dewan, yang memiliki perusahaan seluruhnya atau sebagian;
5.
Dewan: Dewan penanaman modal asing sebagai termaksud dalam pasal 18;
6.
Modal asing: modal sebagai termaksud dalam pasal 14.
BAB II
LAPANGAN KERJA BAGI MODAL ASING
 
 
Pasal
2
 
 
 
Modal asing diperkenankan bekerja dalam lapangan produksi dengan pembatasan-pembatasan
terhadap jenis perusahaan termaksud dalam pasal 3 dan mengingat ketentuan termaksud dalam
pasal 4.
 
Pasal 3
 
(1)
Perusahaan-perusahaan;
a.
Kereta Api,
b.
Telekomunikasi,
c.
Pelayaran dan penerbangan dalam negeri,
d.
Pembangkitan tenaga listrik,
e.
Irigasi dan air minum,
f.
Pabrik mesiu dan senjata,
g.
Pembangkit tenaga atom.
h.
Pertambangan bahan-bahan vital, tertutup bagi modal asing.
(2)
Ketentuan dalam ayat 1 tidak mengurangi hak Negara untuk menggunakan modal asing
dalam bentuk pinjaman atau dengan perjanjian khusus.
Pasal 4
 
(1)
Perusahaan yang lazim dikerjakan oleh warga negara Indonesia tertutup untuk modal asing.
(2)
Jenis suatu perusahaan termaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh Dewan.
(3)
Bagi suatu perusahaan tertentu teritoir atau daerah kerja bagi modal asing ditetapkan oleh
Dewan.
(4)
Ketentuan dalam ayat 1 tidak mengurangi hak Dewan untuk menetapkan cara kerja sama
dengan modal asing yang bertujuan meninggikan mutu dan menambah produksi dalam
lapangan perusahaan tersebut.
(5)
Permintaan yang berbentuk kerja sama antara pengusaha dan modal asing dengan
pengusaha dan modal nasional (Pemerintah maupun partikelir) akan diutamakan.
BAB III
TEMPAT KEDUDUKAN
 
 
Pasal
5
 
 
(1)
Perusahaan yang dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai
kesatuan perusahaan tersendiri, harus dibentuk dalam suatu badan hukum menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
(2)
Apakah suatu perusahaan dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia
sebagai kesatuan tersendiri ditetapkan oleh Dewan.
BAB IV
PEMAKAIAN TANAH
 
 
Pasal
6
 
 
Hak tanah untuk industri
 
(1)
Untuk keperluan mendirikan perusahaan industri yang dianggap penting untuk Negara dapat
diberikan hak atas tanah untuk waktu 20 tahun dengan nama hak bangunan.
(2)
Waktu 20 tahun dapat diperpanjang berdasarkan keadaan perusahaan.
Pasal 7
 
Hak tanah untuk perusahaan kebun besar.
 
(1)
Untuk keperluan perusahaan kebun besar dapat diberikan hak atas tanah untuk waktu
paling lama 30 tahun dengan nama hak usaha, di dalam hal yang khusus, berhubung
dengan macam tanaman perusahaan kebun besar yang bersangkutan dapat diberikan hak
usaha untuk jangka waktu paling lama 40 tahun.
(2)
Waktu termaksud dalam ayat 1 dapat diperpanjang berdasarkan keadaan perusahaan.
Pasal 8
 
Sewa menyewa/pakai.
Untuk keperluan perusahaan selain dari yang termaksud dalam pasal 6 dan 7 dapat digunakan
cara sewa-menyewa/cara pakai untuk jangka waktu paling lama 10 tahun.
 
 
Pasal 9
 
Hak bangunan, hak usaha dan hak sewa-menyewa/hak pakai diatur dalam suatu undang-undang
tersendiri.
 
BAB
V
PEMAKAIAN TENAGA
 
 
Pasal 10
 
 
(1)
Dewan menetapkan jumlah tenaga bangsa asing yang dapat dikerjakan dalam tiap-tiap
perusahaan asing.
(2)
Dalam penetapan termaksud pada ayat 1 ditentukan pula pendidikan dan penempatan
tenaga bangsa Indonesia dan ancar-ancar waktu, dalam mana pendidikan dan penempatan
tenaga itu harus diselesaikan.
(3)
Dewan mengadakan pengawasan terhadap cara pelaksanaan penetapan berdasarkan ayat
2.
BAB VI
KELONGGARAN DAN JAMINAN
 
 
Pasal 11
 
 
Pajak berganda.
Dengan perjanjian internasional diusahakan pencegahan pemungutan pajak berganda.
 
 
Pasal 12
 
Pajak perseroan.
Undang-undang dan/atau peraturan-peraturan yang bermaksud memberikan keringanan
pemungutan pajak perseroan, cara penyusutan yang khusus atas barang modal, keringanan atau
kompensasi kerugian khusus pembebasan pemungutan bea meterai dan keringanan bea masuk
atas alat perlengkapan dan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam perusahaan sesudah mendapat
persetujuan dari Dewan atas nama Pemerintah dapat berlaku pula untuk perusahaan asing.
 
Pasal 13
 
(1)
Kepada perusahaan Industri asing dapat diberikan jaminan, bahwa perusahaannya tidak
akan dimiliki oleh negara atau diubah menjadi milik nasional, untuk jangka waktu paling lama
20 tahun.
(2)
Jangka waktu sebagai termaksud pada ayat 1 menjadi 30 tahun untuk perusahaan
perkebunan besar asing.
(3)
Sesudah jangka waktu jaminan berakhir soal pemindahan milik ke tangan pengusaha
nasional diatur oleh Dewan.
BAB VII
SOAL TRANSFER
 
 
Pasal 14
 
 
Arti Modal Asing.
Dalam bab VII ini dan dalam pasal 4 ayat 4 yang diartikan sebagai modal asing adalah:
 
 
a.
Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisen Indonesia,
dengan persetujuan yang berkuasa di Indonesia digunakan untuk pembiayaan perusahaan
di Indonesia.
b.
Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan
bahan-bahan, yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat
tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisen Indonesia.
c.
Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan undang-undang ini diperkenankan
ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.
Pasal 15
 
Penetapan besarnya modal asing.
 
(1)
Perusahaan asing yang didirikan setelah berlakunya undang-undang ini harus mengadakan
pembukuan tersendiri dari modal asingnya.
(2)
Untuk menetapkan besarnya modal asing maka jumlahnya harus dikurangkan dengan
jumlah-jumlah yang dengan jalan repatriasi telah ditransfer.
(3)
Tiap tahun sebelum tanggal 1 Agustus perusahaan diwajibkan menyampaikan kepada
Dewan suatu ikhtiar dari modal asingnya.
Pasal 16
 
Transfer untuk perusahaan.
 
(1)
Dengan tidak mengurangi kemungkinan izin transfer berdasarkan pasal 17 dan tidak
mengurangi ayat 3 pasal ini, yang dapat ditransfer dari hasil perusahaan ialah:
a.
Keuntungan setelah dikurangi pajak-pajak yang harus dibayar di Indonesia dan lain-
lain kewajiban.
b.
Ongkos-ongkos berhubung dengan bekerjanya tenaga asing dalam perusahaan
menurut peraturan yang berlaku.
(2)
Keuntungan dalam ayat 1 huruf a diartikan sebagai hasil perusahaan setelah dikurangi
dengan semua ongkos yang perlu untuk mendapatkan dan memelihara hasil tersebut,
termasuk penyusutan atas barang modal menurut kebiasaan dalam dunia perusahaan.
(3)
a.
Keuntungan dapat ditransfer seluruhnya jika seluruh modal terdiri dari modal asing.
b.
Jika perusahaan sebagian terdiri dari modal asing transfer keuntungan diperkenankan
menurut imbangan antara modal asing dan modal Indonesia.
Pasal 17
 
Transfer untuk repatriasi modal asing.
 
(1)
Modal asing dapat diberikan izin transfer dalam valuta aslinya, setelah perusahaan yang
bersangkutan bekerja beberapa waktu menurut penetapan Dewan.
(2)
Semua transfer lain yang tidak diperkenankan berdasarkan pasal 16 dipandang sebagai
repatriasi modal asing.
BAB VIII
DEWAN PENANAMAN MODAL ASING
 
 
Pasal 18
 
 
(1)
Untuk melaksanakan undang-undang ini, dibentuk suatu Dewan penanaman modal asing
terdiri dari:
a.
Menteri Perindustrian sebagai Ketua, merangkap anggota;
b.
Menteri Keuangan sebagai Wakil Ketua, merangkap anggota;
c.
Menteri Luar Negeri, sebagai anggota;
d.
Menteri Perdagangan, sebagai anggota;
e.
Menteri Perburuhan, sebagai anggota;
f.
Direktur Jenderal Biro Perancang Negara, sebagai anggota dan
g.
Gubernur Bank Indonesia, sebagai anggota.
(2)
Dewan menerima petunjuk-petunjuk dari Dewan Menteri dan bertanggung jawab kepada
Dewan Menteri.
(3)
Dewan dibantu oleh suatu Sekretariat yang dibentuk olehnya.
Pasal 19
 
Dengan tidak mengurangi kekuasaan Dewan dalam pasal-pasal tersebut di atas, Dewan dapat
menentukan syarat-syarat dan mengadakan pengawasan yang dianggap perlu untuk
melaksanakan undang-undang ini, sekedar kekuasaan itu tidak menjadi tugas pejabat lain.
 
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
 
 
Pasal 20
 
 
Sebelum terbentuknya undang-undang yang dimaksudkan dalam pasal 9 undang-undang ini
kepada pengusaha modal asing diberikan hak "erfpacht", hak "opstal" dan hak "grondhuur"
menurut peraturan-peraturan yang sekarang berlaku, dengan tidak mengurangi ketentuan
mengenai batas-batas waktu yang ditetapkan dalam undang-undang ini.
 
BAB
X
KETENTUAN PENUTUP
 
 
Pasal 21
 
 
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang
ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.
 
 
Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 14 Oktober 1958
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
 
 
 
SOEKARNO
 
 
Diundangkan,
Pada Tanggal 27 Oktober 1958
MENTERI KEHAKIMAN,
Ttd.
G.A. MAENGKOM
 
 
MENTERI AGRARIA,
Ttd.
SUNARJO
 
 
PERDANA MENTERI,
Ttd.
DJUANDA
 
 
MENTERI PERINDUSTRIAN,
Ttd.
F.J. INKIRIWANG
 
 
MENTERI KEUANGAN,
Ttd.
SOETIKNO SLAMET
 
 
MENTERI LUAR NEGERI,
Ttd.
SUBANDRIO
 
 
MENTERI PERDAGANGAN,
Ttd.
RACHMAT MULJOMISSENO
 
 
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1958 NOMOR 138
 
 
MEMORI PENJELASAN
MENGENAI USUL UNDANG-UNDANG
NOMOR 78 TAHUN 1958
TENTANG
PENANAMAN MODAL ASING
 
 
I. UMUM
Untuk memperbesar produksi, memperbaiki tingkat penghidupan rakyat dan untuk
memperkembangkan ekonomi nasional yang sehat, Indonesia dengan terus bertambahnya
penduduk, untuk sementara waktu masih memerlukan penanaman modal asing, berhubung
dengan belum mencukupinya modal rupiah maupun devisen. Oleh karena baik bagi Indonesia,
 
 
maupun bagi penanaman modal asing yang tertentu, maka Pemerintah telah merancangkan
Undang-undang ini. Rancangan ini merupakan pelaksanaan dari pendirian Pemerintah mengenai
penanaman modal asing, sesuai dengan keterangan Pemerintah pada tanggal 9 April 1956 pada
Dewan Perwakilan Rakyat, dengan mengingat pula hasil-hasil Musyawarah Nasional
Pembangunan tanggal 25 November sampai 4 Desember 1957.
 
Undang-undang ini berlaku untuk penanaman modal asing sesudah 1 Januari 1956, Modal asing
yang ditanam sebelum itu harus disesuaikan dengan Undang-undang ini setelah ditinjau oleh
Dewan Penanaman Modal Asing, Penyesuaian ini akan didasarkan atas kebijaksanaan untuk
memelihara dan memperkembangkan kepentingan pembangunan nasional.
 
Rancangan ini memuat hal-hal pokok tentang
 
1.
Organisasi penampungan modal asing.
2.
Lapangan kerja bagi pengusaha asing.
3.
Tempat kedudukan.
4.
Pemakaian tanah.
5.
Pemakaian tenaga.
6.
Kelonggaran dan jaminan.
7.
Soal transfer.
Oleh karena penunjukan lapangan kerja bagi pengusaha asing terutama akan menarik perhatian,
maka hal ini perlu mendapat penjelasan lebih lanjut.
 
A.
Perlu diketahui, bahwa di Indonesia sebagai akibat politik Pemerintah Hindia-Belanda
dahulu, pada saat penyerahan kedaulatan pada akhir 1949 keadaan perekonomian di
Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Lapangan perdagangan internasional (impor dan ekspor) praktis seluruhnya dikuasai
dan diselenggarakan oleh bangsa asing, terutama perusahaan Belanda.
2.
Lapangan perindustrian, pertambangan, yang mempergunakan mesin (mechanized)
pula praktis seluruhnya ada di tangan asing. Hanya perusahaan-perusahaan kecil,
yang dikerjakan dengan tangan kepunyaan warga negara Indonesia.
3.
Lapangan perkebunan besar yang bekerja untuk ekspor bahan mentah yang bermutu
tinggi (sepertinya karet kwalitet tinggi), kecuali beberapa perusahaan negara, di miliki
pula oleh bangsa asing. Yang ada di tangan rakyat ialah kebun-kebun karet, yang
mengeluarkan hasil yang bermutu rendah, dan kebun-kebun kelapa yang
menghasilkan kopra.
4.
Perdagangan dalam negeri (interinsuler dan perdagangan daerah) dari tingkatan
grossier sampai perdagangan detail pada umumnya diselenggarakan oleh golongan
penduduk Tionghoa, yang sebagian setelah penyerahan kedaulatan termasuk
golongan warga negara Indonesia.
5.
Hasil bahan makanan terutama beras diselenggarakan pada umumnya oleh rakyat
dalam bentuk areal perseorangan yang sangat kecilnya (rata-rata 1/3 ha seorang).
6.
Lapangan transpor, kecuali kereta api dan telekomunikasi yang dari jaman Hindia-
Belanda dimiliki oleh Pemerintah diselenggarakan dan dimiliki pula oleh bangsa asing
misalnya: pelayaran intersuler dan hubungan dengan negara-negara tetangga
(Malaya, Singapore, India, Birma, Hongkong, China, Jepang, Philippina, Australia)
diselenggarakan oleh perusahaan asing, di bawah bendera asing.
Perusahaan dipelabuhan-pelabuhan yang sangat vital pula dimiliki asing. Transpor
motoris di darat hanya sebagian kecil sekali kepunyaan bangsa Indonesia ( + 5%).
 
B.
Berhubung dengan keadaan sebagai tertera di bawah A, maka pada umumnya Pemerintah
Republik Indonesia menganut politik perekonomian nasional, yaitu politik yang menghendaki
keseimbangan di seluruh lapangan ekonomi, terutama lapangan
1.
Perdagangan internasional;
2.
Perindustrian;
3.
Perkebunan besar;
4. Perdagangan dalam negeri;
dengan tujuan supaya bangsa Indonesia mendapat kedudukan yang layak dan seimbang
dalam segala lapangan produksi, sesuai dengan kedudukan negara Indonesia sebagai
negara yang merdeka, di mana perekonomian pada pokoknya harus diselenggarakan oleh
bangsa sendiri.
 
C.
Politik nasional ini tidak boleh diartikan bahwa Pemerintah (atau cabang-cabang
Pemerintah) sendiri yang harus mempunyai saham dalam berbagai perusahaan.
Nanti akan dijelaskan dalam lapangan mana Pemerintah bersandar atas pasal 38-b dari
Undang-undang Dasar Sementara akan ikut bergerak, Dan lapangan ini terbatas atas
perusahaan-perusahaan yang spesifik mempunyai sifat-sifat "sosial dan publik utilities" yang
tidak dapat dipercayakan seluruhnya kepada usaha partikelir, yang pada umumnya bekerja
dengan tujuan hanya mencapai keuntungan materiil saja.
 
D.
Jika Pemerintah ikut-serta dalam lapangan atau perusahaan yang tidak termasuk golongan
yang dimaksudkan sub C, maka itu disebabkan oleh dua hal:
1.
Oleh karena perusahaan yang bersangkutan besar pengaruhnya atas perekonomian
negara dan/atau besar sekali pengaruhnya atas perkembangan perekonomian
selanjutnya dilain-lain lapangan.
2.
Oleh karena pada masyarakat Indonesia sedikit sekali tersedia penabungan modal
hingga cabang-cabang Pemerintah terpaksa ikut-serta dalam sesuatu perusahaan
yang olehnya dianggap penting untuk didirikan, dengan maksud supaya kemudian
saham-sahamnya diserahkan (dijual) kepada golongan pengusaha partikelir
Indonesia.
Jadi keadaan demikian hanya sementara untuk mengatasi keadaan sangat kurangnya
modal partikelir pada saat ini.
 
E.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tadi maka Pemerintah menentukan pembagian
lapangan sebagai di bawah ini:
I.
Perusahaan-perusahaan, yang harus dimiliki oleh Pemerintah (pusat atau daerah).
Sampai di mana modal nasional partikelir dapat ikut memiliki perusahaan-perusahaan
ini dapat ditentukan oleh Pemerintah.
Golongan ini terbatas atas perusahaan-perusahaan berikut:
 
1.
Kereta Api.
2.
Telekomunikasi;
3.
Pelayaran dan penerbangan primer dalam negeri;
4.
Pembangkitan tenaga listrik;
5.
Irigasi dan air minum;
6.
Pabrik mesiu dan senjata;
7.
Pembangkitan tenaga atom;
8.
Pertambangan bahan-bahan vital.
II. Industri kecil (small-scale) dan perusahaan-perusahaan lain yang biasa dikerjakan
oleh bangsa Indonesia tidak terbuka untuk modal asing.
Dewan atas petunjuk-petunjuk Pemerintah akan menetapkan suatu daftar dari industri
kecil dan perusahaan-perusahaan tersebut di atas.
 
 
III.
Perusahaan-perusahaan lain yang tidak termasuk golongan I dan II jadi meliputi
lapangan yang luas, terbuka untuk modal asing dan dengan sendirinya untuk modal
Indonesia. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa walaupun tidak ada keharusan,
Pemerintah ingin sekali melihat adanya kerja-sama antara pengusaha dan modal
asing dengan pengusaha dan modal Indonesia, sesuai dengan politik ekonomi
nasional sebagai diterangkan di atas.
Maka berdasarkan atas pertimbangan itu, Pemerintah mengambil kebijaksanaan
untuk memberikan preferensi kepada modal asing yang bersifat perusahaan
campuran, di dalam mana terdapat kerja sama di atas.
 
 
Terutama dalam lapangan industri, masih besar sekali kemungkinan untuk mendirikan
perusahaan-perusahaan baru. Jika pada waktu sekarang suatu jenis barang diimpor
dengan jumlah yang besar, baik diusahakan supaya ada perusahaan yang membuat
barang itu di Indonesia sendiri, setidak-tidaknya dimulai dengan pendirian assembly-
plant.
 
Permintaan izin untuk mengadakan perusahaan demikian akan disambut dengan
baik, Pembatasan akan dilakukan untuk mencegah adanya kebanyakan produksi
dalam satu sektor.
 
Selain dari pada itu, pemilihan dan penunjukan tempat di mana perusahaan itu akan
bekerja adalah suatu hal yang perlu pula mendapat perhatian dari Dewan Penanaman
Modal Asing. Di samping syarat-syarat ekonomis yang perlu dijadikan dasar dari pada
penunjukan itu, pula harus diperhatikan faktor-faktor lain yang ada di daerah itu, untuk
menjaga jangan sampai penanaman modal asing itu menimbulkan pertentanganpertentangan, yang mungkin bisa membahayakan tidak saja kedudukan modal asing
itu sendiri, tetapi juga keadaan di daerah itu.
 
Tiap-tiap permintaan pengusaha asing akan diperiksa satu persatu oleh Dewan
 
dengan mengingatkan faktor-faktor tersebut tadi.
Di sampingnya itu pula dalam golongan II "Small-scale industries" masih dapat
diberikan kesempatan untuk bekerja bersama dengan pengusaha Indonesia, terutama
dengan maksud supaya dari luar ada dorongan untuk menyumbangkan "technical dan
managerial know how" kepada pihak Indonesia, berupa equipment yang lebih baik
dan keahlian.
 
Dalam hal ini masih dapat diadakan kerja sama dalam bentuk istimewa dan kepada
pihak asing dapat diberikan beberapa kelonggaran dan ketentuan, misalnya waktu
tertentu dalam mana mereka dibolehkan bekerja.
 
Walaupun tidak ada keharusan akan sangat dihargai ada kerja sama antara
 
pengusaha asing dan pengusaha bangsa Indonesia.
Dalam beberapa hal untuk perusahaan yang bersangkutan akan berfaedah pula jika
dalam perusahaan itu terdapat orang yang mengetahui keadaan di Indonesia yang
dapat memudahkan perhubungan dengan badan-badan pemerintahan, dunia
perdagangan dan masyarakat Indonesia, sehingga merupakan "goodwill" yang
berharga dalam penyelenggaraan pertama dan untuk pekerjaan-pekerjaan
selanjutnya.
 
Pada akhirnya kepada calon pengusaha asing diberikan pelbagai keleluasaan
(faciliteiten) seperti mengenai peraturan-peraturan imigrasi, hak pemakaian tanah,
soal-soal transfer dan sebagainya, yang akan diterangkan lebih lanjut dalam
penjelasan pasal demi pasal.
 
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Tidak memerlukan penjelasan.
Pasal 2
 
Telah cukup diterangkan dalam penjelasan umum.
 
Pasal 3
Ayat (1)
 
tidak memerlukan penjelasan
Ayat (2)
 
 
"Perjanjian khusus" harus diartikan bahwa modal asing atau modal partikelir Indonesia boleh
digunakan dalam bentuk bantuan (seperti management, technical-assistance dan
sebagainya), akan tetapi tidak sampai turut memiliki. Dalam hal-hal yang luar biasa bisa juga
modal tersebut turut sebagai pemilik untuk waktu yang tertentu yang ditetapkan oleh Dewan.
 
Pasal 4
 
Telah diterangkan dalam penjelasan umum.
 
Pasal 5
 
Ayat (1)
Di dalam hal pimpinan di Indonesia mempunyai hubungan dengan pimpinan di luar, maka
pimpinan di Indonesia harus mempunyai kewenangan yang dipandang cukup oleh Dewan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
 
Pasal 6
 
Hak bangunan diberikan jika:
 
a.
Perusahaan industri yang bersangkutan tergolong perusahaan yang penting bagi
perekonomian negara dan
b.
Untuk keperluan pembangunan itu ditanamkan modal yang besar.
Hak bangunan itu diberikan oleh Menteri Agraria untuk jangka waktu 20 tahun, dengan
kemungkinan mengingat keadaan dan sifat perusahaan untuk diperpanjang. Di sini jangka
waktu dihitung berdasarkan usia dari bangunan-bangunan dan alat-alat perusahaan. Hak
bangunan adalah hak kebendaan, yang mempunyai sifat dan isi yang sama dengan hak
opstal menurut Buku II Titel VII Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia.
Terhadap hak-bangunan berlaku ketentuan-ketentuan tersebut dalam
 
"Overschrijvingsordonnantie" S. 1834-27. Pemberian hak- bangunan tersebut, disertai
dengan syarat-syarat untuk menjamin terwujudnya usaha pembangunan itu di dalam waktu
yang layak.
 
Hak "eigendom" untuk keperluan ini tidak diberikan lagi oleh Negara.
 
Pasal 7
 
Kepada perusahaan-perusahaan kebun besar baru akan diberikan hak khusus atas tanah yang
diperlukannya, yang disebut; hak usaha.
 
Hak usaha itu diberikan oleh Menteri Agraria untuk jangka waktu paling lama 30 tahun.
Di dalam hal yang khusus, berhubung dengan macam tanaman perusahaan kebun besar yang
bersangkutan, hak usaha tersebut dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 40 tahun,
umpamanya untuk perkebunan kelapa sawit. Perpanjangan dalam hal yang khusus dapat
diberikan pada pemberian izin, seperti dalam hal kelapa sawit. Hak usaha itu adalah hakkebendaan, yang berisi hak untuk melakukan segala tindakan-tindakan mengenai tanah, selama
tindakan-tindakan itu ditujukan untuk mengusahakan atau menggunakan tanah tersebut bagi
kepentingan yang langsung bertalian dengan pelaksanaan perusahaan kebun besar yang
bersangkutan.
 
Hak usaha itu meliputi juga gedung-gedung dan bangunan- bangunan yang oleh pemegang hak
didirikan atas bidang tanah itu, demikian juga tanaman-tanaman yang ditanam olehnya di atas
tanah tersebut. Pada waktu berakhirnya hak, bekas pemegangnya berhak membongkar gedunggedung, bangunan-bangunan dan tanaman-tanaman di atasnya kecuali jika dalam keputusan
pemberiannya ditetapkan lain.
 
Hak usaha tersebut dapat dipindahkan setelah. memperoleh izin Menteri Agraria.
Hak usaha itu dapat dibebani dengan hypotheek.
 
 
Terhadap hak usaha itu berlaku ketentuan-ketentuan tersebut dalam "Overschrijvingsordonnantie"
 
S. 1834-27.
Hak usaha tersebut di atas hanya diberikan kepada perusahaan-perusahaan kebun besar, yang
mempunyai arti sosial-ekonomis yang penting bagi kesejahteraan Negara dan rakyat Indonesia.
Yang dimaksudkan dengan perusahaan kebun besar tersebut pada pasal ini ialah perusahaan
 
pertanian, yang:
 
a.
Menghasilkan bahan-bahan ekspor yang tinggi nilainya, yang akan ditentukan lebih lanjut
oleh Menteri Pertanian.
b.
Memerlukan penanaman modal yang besar, ditinjau dari sudut perimbangan antara jumlah
modal dan luas tanah yang diberikan dengan hak usaha itu.
Hak usaha hanya diberikan kepada perusahaan-perusahaan kebun besar asing, yang kecuali
harus memenuhi syarat-syarat sosial-ekonomis, juga harus memenuhi syarat-syarat teknis.
 
Perusahaan-perusahaan kebun besar asing yang hak erfpacht atau hak konsesinya sudah atau
hampir habis waktunya, jika menghendaki akan melangsungkan usahanya, diberi kesempatan
untuk mengajukan permintaan kepada Menteri Agraria agar haknya itu diganti dengan hak usaha,
dengan syarat-syarat yang berlaku untuk perusahaan yang sama sifatnya.
 
Kepada perusahaan-perusahaan kebun besar baru hanya akan diberikan hak usahanya atas tanah
di daerah-daerah yang belum dinyatakan tertutup untuk pemberi hak itu.
 
Pasal 8
 
Tidak memerlukan penjelasan.
 
Pasal 9
 
Karena ketiga hak ini merupakan hak baru, maka perlu segalanya diatur dengan Undang-undang
tersendiri.
 
Pasal 10
 
Ayat (1)
 
Pada dasarnya semua tenaga harus terdiri dari bangsa Indonesia, Hanya jika, tenaga
 
Indonesia tidak bersedia barulah boleh dipakai tenaga asing.
 
Selanjutnya dianggap layak bahwa di dalam perusahaan asing itu ada sedikitnya seorang
 
bangsa Asing yang mewakili kepentingan modalnya.
Ayat (2), (3) dan (4)
 
Cukup jelas,
 
Pasal 11
 
Cukup jelas
 
Pasal 12
 
Cukup jelas
 
Pasal 13
 
Cukup jelas
 
Pasal 14
 
Pasal ini memberi ketegasan tentang arti modal asing.
 
Pasal 15
 
 
Cukup jelas.
 
Pasal 16
 
Jika modal asing seluruhnya telah ditransfer (di repatriasi) maka perusahaan tidak berhak lagi
untuk transfer keuntungan keluar. Dalam hal ini modal yang masih terdapat dalam perusahaan
dianggap sebagai modal Indonesia (domestic capital).
 
Pasal 17
 
Jika modal asing seluruhnya telah ditransfer (di repatriasi) maka perusahaan tidak berhak lagi
untuk transfer keuntungan keluar. Dalam hal ini modal yang masih terdapat dalam perusahaan
dianggap sebagai modal Indonesia (domestic capital).
 
Pasal 18
 
Karena kebijaksanaan Dewan Penanaman Modal Asing mengikat Pemerintah seluruhnya, maka
diusulkan agar Dewan tersebut terdiri dari beberapa Menteri yang erat hubungannya dengan
masalah penanaman modal asing.
 
 
Di samping itu dianggap perlu pula untuk menunjuk sebagai anggota Direktur Jenderal Biro
 
 
Perancang Negara dan Gubernur Bank Indonesia.
Sesuai dengan ketatanegaraan Indonesia, Pemerintah akan memberitahukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat tentang hasil- hasil keputusan-keputusan yang diambil Dewan Penanaman
Modal Asing.
 
 
Pasal 19
 
Cukup jelas.
 
Pasal 20
 
Dengan pasal ini dimaksudkan supaya dapat diberikan pelbagai hak tanah sebelumnya Undangundang baru ditetapkan, pula supaya di mana perlu beberapa perusahaan yang telah ada dan hakhaknya sudah/hampir habis dapat diberikan perpanjangan hak.
 
Pasal 21
 
Tidak memerlukan penjelasan.
 
Diketahui:
MENTERI KEHAKIMAN,
Ttd.
G.A. MAENGKOM