Keadaan di Penjara Sukamiskin, Bandung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
penjara sukamiskin
 
kTidak ada ringkasan suntingan
 
Baris 1:
 
Sukamiskin, 17 Mei 1931.
 
Baris 22 ⟶ 21:
ini besar hasilnya. Sampai sekarang percobaan itu tak ada manfaatnya. Karena tahadi telah saya katakan: saya tak dapat belajar dengan baik, karena badan sudah payah. Otak seolah-olah dapat penyakit kekurangan darah (anaemie), sehingga tidak banyak yang dapat diterima dan difikir­kannya; otakku merasa lekas benar penuh isinya, lekas payah. Alangkah baiknya, sekiranya ada surat-kabar. Tetapi segala surat-kabarku-ditahan, begitu juga surat-berkala; sedangkan "d'Orient" tak boleh saya terima.
 
Bibliotheek rumah kurungan ini lebih dimaksudkan sebagai pelepas lelah dan untuk mempertebal perasaan agama daripada untuk belajar. Kitab pengetahuan hanya sedikit; untuk keperluanku, yaitu perkara sosial dan sosiologi, tidak ada sama sekali. Memasukkan buku sendiri hanya diizinkan dengan pemeriksaan keras. Dahulu dalam rumah kurungan di Bandung, dapat juga saya meneruskan pelajaranku perkara pergaulan hidup dan sejarah, walaupun dengan beberapa perjanjian yang berat‑berat. Tetapi sekarang pelajaran ini, yaitu untuk mengetahui pergerakan pergaulan hidup, syarat-syarat pergerakan dan pergaulan orang Timur, semuanya itu terpaksalah saya hentikan, tak dapat diluaskan lagi. Bagai­mana jadinya? Hanyalah ini: Sukamiskin ialah tak lebih daripada suatu rumah kurungan, dan saya ini tak lebih daripada seorang-orang hukuman; seorang manusia yang mesti menyembah larangan dan suruhan, seorang manusia yang mesti melupakan kemanusiaannya. Dahulu dalam rumah tahanan hidupku telah dibatasi, sekarang batasnya bertambah sempit lagi. Segalanya di sini dikerjakan dengan suruhan komando; makan, pulang balik ke tempat bekerja, makan, mandi, menghisap udara, keluar masuk bilik kecil, semuanya dikerjakan seperti serdadu berbaris; semua­nya seolah-olah disamakan dengan suatu derajat, tempat kemauan merdeka mesti dihilangkan. Orang hukuman sebenarnya tiada lain dari­pada seekor binatang ternak; orang hukuman menurut kata pengarang Jerman Nietzsche, ialah seorang manusia yang dijadikan manusia yang tiada mempunyai kemauan sendiri, seperti binatang ternak. Sungguh sayang benar hati kita kepada Nietzsche! Kalau dicobanya menghidupkan seorang "uber-Mensch", dalam suatu rumah kurungan, yaitu orang yang lepas dari segala kebaikan dan keburukan, tentulah akan sia-sia belaka. Alangkah heran hatinya, setelah dibacanya kembali kitabnya, yang bernama <i>''"Zarathustra"! </i>''Seperti saya ini tinggal dalam bilik kecil pada malam hari dipandangnya sebagai keburukan yang paling kecil; tinggal dalam kandang yang sempit, tempat manusia dapat insyaf akan dirinya, tempat manusia dapat mengemudikan sedikit-sedikit, walaupun dibatasi betul-betul. Saya tentu akan dibenarkan, kalau saya lebih suka dibuang tiga tahun daripada dihukum <i>''2</i><i>''''<sup>1/2</sup></i><i>'''' </i>''tahun dalam rumah kurungan … Tetapi entah di mana ada tertulis kalimat ini: "Walau di mana sekalipun, patutlah kemajuan diusahakan!" Hatiku tinggal tetap; selalu insyaf akan diriku; tak pernah saya melupakan suara hatiku. Dan selalu saya mengusahakan kemajuan itu, baik dahulu atau sekarang. Barang siapa yang tidak berusaha menu­ju derajat Uber-Mensch, itulah tandanya ia tak tahu akan suruhan kemajuan. Korban yang sebenar-benarnya dilakukan tentulah tidak akan terbuang-buang sahaja; bukankah Sir Oliver Lodge telah menga­jarkan "no sacrifice is wasted" atau dalam bahasa Jawa "Jer basuki mawa beya".