Max Havelaar/Bab 1: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Vyasa (bicara | kontrib)
Terjemahkan alinea ke-13
Vyasa (bicara | kontrib)
Terjemahkan alinea ke-14
Baris 40:
Ambil contohnya Lukas, pegawai gudang, yang sudah bekerja sejak dari jaman ayah Last & Co – perusahaannya waktu itu bernama Last & Meyer, tetapi keluarga Meyer sudah lama tidak ada lagi – dia patut dijadikan teladan. Tidak pernah ada satu biji kopi pun hilang, dia selalu tekun ke gereja, dan tidak pernah minum alkohol. Kalau ayah mertua saya ada di Driebergen <ref>nama tempat di Belanda</ref>, dijaganya rumah, uang, dan segalanya. Pernah sekali dia menerima kebanyakan 17 gulden, dan, dikembalikannya uang tersebut. Dia sekarang sudah tua dan menderita asam urat, dan tidak bisa lagi bekerja. Sekarang dia tidak punya apa-apa, karena kegiatan kami banyak, dan kami memerlukan anak-anak muda. Memang, menurut saya Lukas sangat pantas dicontoh, tapi apa dia mendapat imbalan? Apa datang pangeran yang memberinya permata, atau malaikat yang menyemir rotinya? Tentu saja tidak! Dia miskin, dan tetap saja miskin, dan memang sudah semestinya demikian. ''Saya'' tidak dapat membantunya – karena kami memerlukan anak-anak muda, karena begitu banyak kegiatan saat ini – tetapi bahkan kalau semisalnya ''bisa'', apa gunanya lalu, kalau sekarang di masa tuanya hidupnya jadi mudah? Lalu semua pegawai gudang mengikuti contohnya, dan juga siapa saja, pasti bukan maksud Tuhan tentunya, karena lalu tidak ada lagi ganjaran istimewa bagi orang-orang saleh di akhirat. Tapi dalam teater segala hal diputarbalikkan ... semuanya kebohongan!
 
''Saya'' juga hidup saleh, tapi apa untuk itu minta ganjaran? Bila usaha saya berjalan lancar – dan saat ini memang demikian – kalau isteri dan anak-anak saya sehat, sehingga saya tidak perlu berurusan dengan dokter dan apoteker ... bila saya setiap tahun bisa menabung untuk hari tua ... seandainya Frits tumbuh cakap dan dewasa, untuk menggantikan posisi kalau saya pindah ke Driebergen ... nah, tentunya saya akan benar-benar bahagia. Tapi ini semua sudah suratan takdir, dan karena saya tekun berusaha. Untuk hidup saleh saya tidak mensyaratkan apa-apa.
 
Kesalehan saya dapat dilihat lewat cinta saya pada kebenaran. Ini, setelah keterikatan pada agama, adalah kecenderungan utama saya. Dan saya harap Anda percaya hal ini, pembaca, karena itulah alasan kenapa buku ini ditulis.
14: En dat ik toch deugdzaam bèn, blijkt uit mijn liefde voor de waarheid. Deze is, na mijn gehechtheid aan het geloof, mijn hoofdneiging. En ik wenschte dat ge hiervan overtuigd waart, lezer, omdat het de verontschuldiging is voor 't schrijven van dit boek.
 
15: Een tweede neiging, die mij even sterk als waarheidsliefde beheerscht, is de hartstocht voor mijn vak. Ik ben namelijk makelaar in koffij, Lauriergracht N° 37. Welnu, lezer, aan mijn onkreukbare liefde voor de waarheid, en aan mijn ijver voor de zaken, hebt gij te danken dat deze bladen geschreven zijn. Ik zal u vertellen hoe dit is toegegaan. Daar ik nu voor 't oogenblik afscheid van u neem – ik moet naar de beurs – noodig ik u straks op een tweede hoofdstuk. Tot weerziens dus!
 
Eilieve, steek het bij u...'t is een kleine moeite... het kan te-pas komen... ei zie, daar is het: een adreskaartje! Die Co ben ik, sedert de ''Meijers'' er uit zijn... de oude Last is mijn schoonvader.