Max Havelaar/Bab 1: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Vyasa (bicara | kontrib)
Terjemahkan alinea ke-16
Vyasa (bicara | kontrib)
k Tambahkan warna untuk catatan kaki dari Multatuli.
Baris 1:
{{terjemah|Belanda}}
{{Max Havelaar}}
 
<h2>Bab 1<ref>
 
{| style="width:100%; background:#FFE8FB;"
<h2>Bab 1<ref> 1. De verdeeling in hoofdstukken is 'n toevoegsel van den heer Van
|Ide tentang pembagian tulisan ini ke dalam bab-bab datang dari Tuan Van Lennep. Saya sendiri, terutama di tahun 1860, tidak begitu berpengalaman menulis, untuk menyusun pembelaan saya begitu teratur, dan tetap percaya kalau pembagian tersebut, dari sisi pandang sastra dapat ditiadakan tanpa suatu akibat. Tapi ketika mengikuti tulisan tanpa putus dari van Droogstoppel dan van Stern, akibat dari tidak jelasnya pembagian, sulit menjaga pembaca supaya tak tertidur atau ... membangunkannya. Dari kesadaran ini, saya memahami kalau memulai beberapa bagian tulisan dipermudah dengan menomori bab-babnya, dan karenanya saya lalu membiarkan pembagian ini. (Multatuli)
Lennep. Ikzelf namelyk was, vooral in 1860, niet schryversachtig
|}
genoeg om zooveel reglement te brengen in m'n pleidooi, en blyf
gelooven dat die indeeling, uit 'n letterkundig oogpunt zonder schade
kon gemist worden. Juist in de onafgebroken opvolging der stukken van
Droogstoppel en van Stern, ligt iets pikants dat door 't onverwachte
van den overgang den lezer wakker houdt of ... maakt. Doch de
ondervinding leerde my dat het aanhalen van zekere passages gemakkelyk
wordt gemaakt door de nummering der hoofdstukken, en ik laat daarom
die indeeling bestaan. EDD
 
In werkelijk heeft Dekker de tekst wel degelijk in hoofdstukken verdeeld. Hij verwijst zelf aan het einde van het eerste hoofdstuk naar het tweede. De enige verdeling bestond echter uit horizontale strepen tussen de tekstblokken. Het is deze verdeling die hier op Wikisource is hersteld. HH
</ref></h2>
 
Baris 20 ⟶ 11:
Saya ini tengkulak kopi yang tinggal di Lauriergracht no 37. Sebetulnya bukan kebiasaan saya menulis cerita dan sebangsanya, dan lama juga menimbang-nimbang sampai akhirnya memutuskan memesan beberapa <i>riem</i> kertas, dan mulai menulis buku. yang baru saja Anda pegang, pembaca budiman, yang harus dibaca kalau Anda bekerja sebagai tengkulak kopi atau juga atau lainnya. Sebetulnya bukan saya tidak pernah menulis roman atau semacamnya, tapi saya tidak suka membacanya, karena saya ini usahawan. Bertahun-tahun saya bertanya-tanya untuk apa sebenarnya, dan sering terkejut betapa tanpa malu-malunya si pengarang membual tentang sesuatu yang tidak pernah terjadi, dan seringkali tidak mungkin terjadi. Dalam bidang keahlian ''saya'' – saya ini tengkulak kopi yang tinggal di Lauriergracht no 37 – kalau membuat laporan pada penjual kopi dan sedikit saja ada salahnya, seperti isi kebanyakan puisi dan roman, langsung saja ia menghubungi Busselinck & Waterman. Mereka juga tengkulak kopi, tapi alamatnya Anda tidak perlu tahu. Makanya saya selalu berhati-hati untuk tidak menulis cerita atau bertindak tidak jujur. Saya juga sering mengamati kalau orang-orang yang bertindak demikian, akhirnya bernasib buruk. Umur saya empat-puluh tiga tahun, sudah dua puluh tahun berpengalaman di bursa, makanya dapat datang memberi nasehat kalau ada yang mencari orang yang berpengalaman. Saya pernah betulan melihat rumah rubuh! Yang ujuk-ujuknya, saya temukan, disebabkan salah membangunnya di awal.
 
Pedoman hidup saya: ''jujur dan akal sehat'', yang sampai sekarang saya ikuti. Tentu saja saya buat perkecualian untuk ''Kitab Suci''. Salahnya bermula dari Van Alphen<ref>Hiëronymus van Alphen (1747-1803) menulis puisi untuk anak-anak, biasanya tentang anak-anak berperilaku-baik yang lalu mendapat hadiah.</ref>, dan juga pada aturan pertama tentang anak-anak. Entah terpengaruh apa tuan tua itu bisa menjadi pengagum saudari saya Truitje yang bermata bintilan, atau saudara saya Gerrit yang selalu sibuk dengan hidungnya. Dan ''toch'', katanya "kalau dia melakukan hal itu karena didorong oleh ''cinta''." Saya sering berpikir semasa anak-anak, "saya ingin bertemu sekali dengan Anda, dan kalau Anda terang-terangan menolak memberi gundu, atau kue ulang-tahun – panggilan saya ''Batavus'' – saya akan menganggap Anda pembohong. Tapi saya tidak pernah bertemu dengan van Alphen. Dia sudah meninggal, sepertinya, ketika ia bercerita kalau ayah saya adalah teman baik saya – saya lebih sayang pada Pauweltje Winser, yang tinggal di sebelah kami di Batavierstraat – dan anjing saya pasti sangat berhutang-budi padanya. Kami tidak memelihara anjing, karena mereka jorok.
 
Semuanya bohong! Begitulah yang dilakukan dalam pendidikan. Adik baru dibawa ibu penjual sayur dalam kol besar. Semua orang Belanda pemberani dan murah hati. Orang Romawi merasa lega karena orang-orang Batav membiarkan mereka hidup. Penguasa Tunisia langsung senewen begitu mendengar Bendera Belanda terlihat berkibar. Bangsawan Alva biadab. Laut surut, tahun 1672 kalau tidak salah, berlangsung lebih lama dari biasanya, khusus untuk melindungi Belanda. Semuanya bohong! Belanda tetap jadi ''Belanda'', karena para pendahulu kita melaksanakan tugasnya dengan baik, dan karena mereka punya kepercayaan yang benar. Itu sebabnya!
 
Dan kemudian muncul berbagai kebohongan lainnya. Setiap gadis adalah malaikat. Siapa yang mencetuskan pendapat demikian, pasti tidak pernah punya saudara perempuan. Cinta adalah berkat. Orang pergi dengan berbagai cara untuk mengejarnya ke ujung dunia. Dunia tidak ada ujungnya, dan cinta juga sebuah kegilaan. Tidak ada yang bisa mengatakan kalau saya tidak bahagia hidup dengan isteri saya – dia adalah anak perempuan dari Last & Co, tengkulak kopi – tidak ada yang bisa menggunjingkan sesuatu tentang perkawinan kami. Saya juga anggota dari ''Artis''<ref>kebun binatang di Amsterdam</ref>, dia mempunyai selendang seharga 92 gulden, dan cinta yang bisa sampai mendorong pergi ke ujung dunia ''toch'' tidak pernah terjadi di antara kami. Saat menikah, kami pergi pesiar ke den Haag – di sana dia membeli kain flanel, dan baju dalam dari kain itu masih saya pakai sampai sekarang – setelahnya tidak pernah kami jatuh cinta satu sama lain. Kesimpulannya: semuanya omong-kosong dan bohong belaka!
 
Dan mustinya sekarang kehidupan perkawinan ''saya'' kurang bahagia dibandingkan dengan orang-orang lain yang karena cinta sampai terkena paru-paru basah, atau menarik rambut di kepalanya? Atau mungkin pikir Anda rumah-tangga saya berjalan agak kurang lazim dari seharusnya daripada kalau saya sebelum umur 17 tahun sudah menulis puisi pada sang kekasih mengatakan kalau saya ingin menikahinya? Omong-kosong! Saya ''toch'' bisa melakukannya sama bagusnya dengan orang lain, karena menulis puisi itu keahlian, yang jelas lebih mudah ketimbang mengukir gading. Kalau tidak bagaimana ''ulevellen'' <ref>permen terbungkus kertas bertuliskan sajak yang populer di jaman itu</ref> bisa begitu murahnya?-- Frits menyebutnya: "''Uhlefeldjes'': saya tidak tahu, kenapa?--Dan coba sekali-sekali tanya berapa harga bola bilyar!
Baris 56 ⟶ 47:
 
Lauriergracht, no. 37
|}
 
 
----
<references/>