Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k wkf
Naval Scene (bicara | kontrib)
k buat sub judul
Baris 24:
== Pasal I ==
 
Beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik
Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3262) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566) diubah sebagai berikut :
 
===Ketentuan Pasal 1===
1. Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut :
 
'''"Pasal 1'''
 
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :
 
1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk
pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
 
2. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang
2. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang
sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
 
3. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan
usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,
melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
 
4. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud pada angka 3 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
4. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud pada angka 3 yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak.
 
5. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
 
6. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwim.
jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga)
bulan takwim.
 
7. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.
 
8. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
 
9. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak atau dalam Bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
dalam Tahun Pajak atau dalam Bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
 
10. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau
harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 
11. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
 
12. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
Bagian Tahun Pajak.
 
13. Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau
bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah atau tempat pembayaran
lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
 
14. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
 
15. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
 
16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
 
17. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang
terutang atau tidak seharusnya terutang.
 
18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada
kredit pajak.
 
19. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
berupa bunga dan atau denda.
 
20. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
 
21. Kredit pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi
dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
 
22. Kredit pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.
22. Kredit pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak
Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang
dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang
di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang
dikurangkan dari pajak yang terutang.
 
23. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu
hubungan kerja.
 
24. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
 
25. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib
Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 
26. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir.
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap
Tahun Pajak berakhir.
 
27. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran
penulisan dan penghitungannya.
 
28. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
 
29. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
29. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis,
kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan
Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak
benar, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
 
30. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib
Pajak.
 
31. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
 
32. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu."
menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu."
 
===Judul BAB II===
2. Judul BAB II diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
 
"BAB II
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK, PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK, SURAT PEMBERITAHUAN, DAN TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK"
PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK,
SURAT PEMBERITAHUAN, DAN TATA CARA
PEMBAYARAN PAJAK"
 
3. ===Ketentuan Pasal 2 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 2 ===
3. Ketentuan Pasal 2 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 2 berbunyi sebagai berikut :
 
"Pasal 2
 
(1) Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya
diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
 
(2) Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak.
 
(3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan :
a. tempat pendaftaran dan atau tempat pelaporan usaha selain yang ditetapkan dalam ayat (1) dan ayat (2);
b. tempat pendaftaran pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, di samping tempat mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.
ayat (1) dan ayat (2);
b. tempat pendaftaran pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, di samping tempat mendaftarkan diri
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha
tertentu.
 
(4) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan, apabila Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan atau ayat (2).
Pengusaha Kena Pajak secara jabatan, apabila Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak
melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan atau ayat (2).
 
(5) Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara pendaftaran dan pengukuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) termasuk penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak."
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) termasuk
penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak."
 
===Ketentuan Pasal 3===
4. Ketentuan Pasal 3 diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (1a),
4. Ketentuan Pasal 3 diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (1a), serta di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (5a), sehingga keseluruhan Pasal 3 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 3 berbunyi sebagai berikut :
 
"Pasal 3
 
(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan.
menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta
menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau
dikukuhkan.
 
(1a) Bagi Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah
yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
 
(2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (1a) harus mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
 
(3) Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah :
a. untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
b. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Masa Pajak;
b. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun
Pajak.
 
(4) Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b untuk paling lama 6 (enam) bulan.
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b
untuk paling lama 6 (enam) bulan.
 
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diajukan secara tertulis disertai Surat Pernyataan mengenai penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang.
Pernyataan mengenai penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak
dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang.
 
(5a) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), diterbitkan Surat Teguran.
dalam ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), diterbitkan Surat Teguran.
 
(6) Bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta keterangan dan atau dokumen yang harus dilampirkan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
dilampirkan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
 
(7) Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (6).
dimaksud dalam ayat (1) atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau dokumen
sebagaimana dimaksud dalam ayat (6).
 
(8) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan."
Penghasilan tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan."
 
===Ketentuan Pasal 4 ayat (4)===
5. Ketentuan Pasal 4 ayat (4) diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (5), sehingga keseluruhan Pasal 4 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 4 berbunyi sebagai berikut :
 
"Pasal 4
 
(1) Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.
jelas, dan menandatanganinya.
 
(2) Dalam hal Wajib Pajak adalah badan, Surat Pemberitahuan harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi.
pengurus atau direksi.
 
(3) Dalam hal Surat Pemberitahuan diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan Wajib Pajak, harus dilampiri surat kuasa khusus.
harus dilampiri surat kuasa khusus.
 
(4) Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan oleh Wajib Pajak yang wajib melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.
melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan
laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak.
 
(5) Tata cara penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan."
Keuangan."
 
===Ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3)===
6. Ketentuan Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 6 berbunyi sebagai berikut :
berikut :
 
"Pasal 6
 
(1) Surat Pemberitahuan yang disampaikan langsung oleh Wajib Pajak ke kantor Direktorat Jenderal Pajak harus diberi tanggal penerimaan oleh pejabat yang ditunjuk untuk itu, sedangkan untuk Surat Pemberitahuan Tahunan harus diberikan juga bukti penerimaan.
Jenderal Pajak harus diberi tanggal penerimaan oleh pejabat yang ditunjuk untuk itu,
sedangkan untuk Surat Pemberitahuan Tahunan harus diberikan juga bukti penerimaan.
 
(2) Penyampaian Surat Pemberitahuan dapat dikirimkan melalui Kantor Pos secara tercatat atau dengan cara lain yang diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
dengan cara lain yang diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
 
(3) Tanda bukti dan tanggal pengiriman untuk penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sepanjang Surat Pemberitahuan tersebut telah lengkap dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan."
dimaksud dalam ayat (2) sepanjang Surat Pemberitahuan tersebut telah lengkap dianggap
sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan."
 
===Ketentuan Pasal 7===
7. Ketentuan Pasal 7 diubah dan dijadikan ayat (1), dan ditambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (2), sehingga
7. Ketentuan Pasal 7 diubah dan dijadikan ayat (1), dan ditambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (2), sehingga keseluruhan Pasal 7 berbunyi sebagai berikut :
 
"Pasal 7
 
(1) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa dan sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan.
dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenakan sanksi administrasi berupa denda
sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa dan sebesar
Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan.
 
(2) Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilakukan terhadap Wajib Pajak tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan."
dilakukan terhadap Wajib Pajak tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan."
 
8. ===Ketentuan Pasal 8 ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat yaitu ===
8. Ketentuan Pasal 8 ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diubah, dan ditambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (6), sehingga keseluruhan Pasal 8 berbunyi sebagai berikut :
 
"Pasal 8
 
(1) Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun
sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat
Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
 
(2) Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena
pajak menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat
penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena
pembetulan Surat Pemberitahuan itu.
 
(3) Sekalipun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi sepanjang belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran
jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali jumlah pajak yang kurang dibayar.
penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak
akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan
ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran
jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar
2 (dua) kali jumlah pajak yang kurang dibayar.
 
(4) Sekalipun jangka waktu pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah berakhir, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan, yang mengakibatkan :
(1) telah berakhir, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan
pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri
tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan, yang
mengakibatkan :
a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar; atau
b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil; atau
Baris 342 ⟶ 203:
d. jumlah modal menjadi lebih besar.
 
(5) Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan.
pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) beserta sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang
dibayar, harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud
disampaikan.
 
6) Sekalipun jangka waktu pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah berakhir, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan, Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima Keputusan Keberatan atau Putusan Banding mengenai surat ketetapan pajak tahun pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dari ketetapan pajak yang diajukan keberatan atau Keputusan Keberatan yang diajukan banding, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah
6) Sekalipun jangka waktu pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) telah berakhir, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan
pemeriksaan, Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima Keputusan Keberatan
atau Putusan Banding mengenai surat ketetapan pajak tahun pajak sebelumnya, yang
menyatakan rugi fiskal yang berbeda dari ketetapan pajak yang diajukan keberatan atau
Keputusan Keberatan yang diajukan banding, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah
menerima Keputusan Keberatan atau Putusan Banding tersebut."
 
===Ketentuan Pasal 9===
9. Ketentuan Pasal 9 diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yaitu ayat (2a),
sehingga keseluruhan Pasal 9 berbunyi sebagai berikut :