Wikisumber:Bak pasir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
minat baca
reset
Baris 1:
Halaman ini ditujukan bagi anda yang bermaksud untuk bereksperimen dengan wiki. Anda dapat mengetik apa saja di sini.
1 Irwan Pachrozi, S.Pd., M.Pd. adalah Kepala Tata Usaha SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III Kabupaten Banyuasin
 
2 Prof. Chuzaimah D. Diem, MLS., Ed.D. adalah guru besar Bahasa Inggris Universitas Sriwijaya
'''Harap jangan melakukan eksperimen di artikel yang lain di luar halaman ini !'''
HUBUNGAN ANTARA PERAN ORANGTUA, KETERAKSESAN BAHAN BACAAN DI
----
PERPUSTAKAAN SEKOLAH, DAN MINAT BACA SISWA SLTP NEGERI
DI KECAMATAN BANYUASIN III KABUPATEN BANYUASIN
Oleh : Irwan Pachrozi 1dan Chuzaimah D. Diem2
ABSTRACT
The purpose of the study is to describe the relationship among the parents’ role, the accesibility
of reading sources in the school library, and the reading interest of the students of public junior high
school at the district of Banyuasin III, Banyuasin Regency. Based on the result of the data analysis,
there was a significant relationship between the parents’ role and the accessibility of reading sources in
the school library and reading interest of public junior high school students in the district of Banyuasin III,
Banyuasin Regency. The contribution of this study is that the parents’ role may be used to predict the
students’ reading interest. Its contribution is greater than that of the accessible of reading sources in the
school library. It can be concluded that the more the students’ role the better or the higher the students’
reading interest will be or vice versa.
Kata Kunci : peran orangtua, keteraksesan bahan bacaan, minat baca siswa, membaca
A. Pendahuluan
Pesatnya perkembangan teknologi informasi saat ini memungkinkan setiap orang mendapatkan
akses informasi yang diinginkannya. Agar perkembangan informasi yang ada dapat senantiasa
tertampung, maka minat dan kemampuan membaca menjadi sangat penting.
Menurut laporan Bank Dunia No. 16369-IND dan studi IAEA (International Achievement
Education Association) tahun 1992 di Asia Timur, tingkat terendah membaca anak-anak dipegang oleh
Indonesia dengan skor 51,7, di bawah Filipina (skor 52,6), Thailand (skor 65,1), Singapura (skor 74,0)
dan Hongkong (skor 75,5). Bukan itu saja, kemampuan anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan
bacaan juga rendah, hanya 30 persen.
Menurut Masduki (1997: 36) faktor penyebab rendahnya kemampuan membaca siswa
Indonesia sebagaimana yang telah diuraikan tersebut di atas antara lain: 1) kemampuan berbahasa
Indonesia yang kurang, 2) minat baca yang lemah, 3) kondisi perpustakaan sekolah yang kurang
menunjang, dan 4) dorongan orangtua yang juga lemah.
Jika dibandingkan dengan masyarakat Barat dan Jepang, minat dan kebiasaan membaca
masyarakat Indonesia memang relatif lebih rendah. Kebiasaan membaca dan menulis masih belum
berkembang sepenuhnya pada anggota-anggota masyarakat. Kecenderungan mendapatkan informasi
melalui percakapan (dengan lisan) tampaknya masih lebih kuat daripada melalui bacaan (dengan
tulisan).
Pengembangan minat dan kebiasaan membaca yang baik harus dimulai sedini mungkin pada
masa anak-anak. Orang tua, terutama ibu, dan guru-guru, terutama guru Kelompok Bermain, Taman
Kanak-kanak, dan Sekolah Dasar kelas satu hingga kelas tiga, mempunyai peranan yang sangat
menentukan dalam usaha-usaha pengembangan ini. Pengembangan minat dan kebiasaan membaca
harus dimulai dari rumah (Tampubolon, 1993: v-vi). Sementara sekolah berkewajiban untuk membina
minat dan kebiasaan membaca yang telah dikembangkan di rumah.
Dalam berbagai hasil penelitian, kegiatan membaca anak dan remaja antara lain sangat
dipengaruhi oleh keteraksesan mereka terhadap bahan bacaan. Menurut Grey (1980) dan Morrow
(1998), dikutip oleh Diem (2000:25) akses terhadap bahan bacaan telah dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan yang akhirnya akan melahirkan anak dan remaja yang berpenampilan tinggi dalam
berbagai prestasi bidang ilmu di sekolahnya masing-masing.
Menurut Krashen (1996) dikutip oleh Diem (2000:27) akses tidak hanya berarti ketersediaan
buku-buku dan berbagai bahan cetak lainnya, tetapi juga waktu yang tersedia bagi siswa untuk
membaca termasuk penyediaan tempat yang tenang dan menyenangkan untuk membaca. Oleh karena
itu, waktu untuk membaca secara mandiri (bebas) perlu disediakan secara periodik.
Pengertian lainnya tentang akses terhadap bahan bacaan adalah pustakawan dan guru yang
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang anak dan remaja serta tentang buku dan bahan
bacaan lainnya. Mereka adalah orang-orang yang harus dapat memberikan rekomendasi tentang isi
bahan bacaan yang sesuai dengan minat anak. Anak dan remaja akan menjadi pembaca yang mahir
apabila mereka mendapat kesempatan melakukan aktivitas membaca. (Diem, 2000:27).
B. Kajian Pustaka
1. Hakikat Membaca
Membaca menduduki posisi serta peran yang sangat penting dalam konteks kehidupan umat
manusia, terlebih pada era informasi dan komunikasi seperti sekarang ini. Membaca juga merupakan
sebuah jembatan bagi siapa saja dan di mana saja yang berkeinginan meraih kemajuan dan
kesuksesan, baik di lingkungan dunia persekolahan maupun di dunia pekerjaan. Oleh karena itu para
pakar sepakat bahwa kemahiran membaca (reading literacy) merupakan conditio sine quanon
(prasyarat mutlat) bagi setiap insan yang ingin beroleh kemajuan (Harras & Sulistianingsih, 1997:1.1)
Menurut Sudarso (1993:4) membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan
sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah. Kita harus menggunakan pengertian dan khayalan,
mengamati dan mengingat-ingat. Kita tidak dapat membaca tanpa menggerakkan mata atau tanpa
menggunakan pikiran kita. Pemahaman dan kecepatan membaca menjadi amat tergantung pada
kecakapan dalam menjalankan setiap organ tubuh yang diperlukan untuk itu. Pendapat Soedarso
tersebut senada dengan pendapat Tampubolon (1993:41) yang mengatakan bahwa membaca adalah
suatu kegiatan fisik dan mental.
1. Peran Orangtua
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dikenal anak. Sebagian besar waktunya
dihabiskan bersama keluarga. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika anggota keluarga
merupakan orang yang paling berarti bagi kehidupan anak. Dengan demikian, maka jelas keluarga
mempunyai peranan yang besar dalam pembentukan minat baca.
Menurut Martini (1995: 5) kegiatan membaca merupakan suatu bentuk komunikasi yang dapat
menciptakan hubungan yang akrab antaranggota keluarga. Membacakan cerita atau mendengarkan
cerita anak merupakan bentuk perhatian yang diberikan orangtua pada anaknya. Perhatian dan kasih
sayang orangtua membuat anak merasa aman. Selain itu kegiatan tersebut merangsang anak
mengutarakan pikirannya pada orangtua. Anak mengetahui bahwa orangtua pun mau
mendengarkannya. Hal ini baik untuk perkembangan emosi dan kepribadian anak. Memberikan contoh
pada anak juga merupa metode yang efektif untuk meningkatkan minat baca. Dari penelitian-penelitian
yang pernah dilakukan ditemukan bahwa anak-anak yang tidak suka membaca biasanya berasal dari
keluarga yang tidak gemar membaca. Sebaliknya, jika orangtuanya pencinta buku biasanya anak pun
gemar membaca. Hal ini sesuai dengan teori modeling yang dikemukakan oleh A. Bandura dan Welters,
psikolog dari Amerika. Pada masa kecil terutama sebelum anak mulai bersekolah, orangtua merupakan
tokoh yang paling dikagumi anak. Mereka ingin seperti orangtuanya. Anak perempuan ingin seperti
ibunya dan anak laki-laki ingin seperti ayahnya. Orangtua merupakan tokoh identifikasi bagi anak. Maka
tidaklah mengherankan jika anak meniru hal-hal yang dilakukan orangtuanya. Memang pada mulanya
mereka hanya mencontoh orangtua, tetapi lama kelamaan mereka mendapatkan kesenangan dari
membaca. Akhirnya bacaan merupakan bagian dari kehidupan anak.
Untuk mengenalkan buku pada anak, Hernowo (Mustakim, 2003) berpendapat bahwa ada tiga
petunjuk paling awal yang dijadikan sebagai bahan rujukan untuk menjadikan anak keranjingan
membaca. Pertama, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak agar mereka benar-benar
dapat melihat orangtuanya sedang membaca buku. Kedua, orangtua harus membagikan informasiinformasi
yang bermanfaat yang diperoleh dari kegiatan membaca. Ketiga, pada saat membaca buku di
rumah sesekali orangtua harus membacanya dengan suara keras supaya anak dapat mendengar suara
bacaan yang sedang dibaca.
Di samping keteladanan di atas, orangtua juga harus membangun suasana yang menyenangkan
dalam memperkenalkan buku kepada anak. Ini dapat dilakukan dengan mengajak anak jalan-jalan
mengunjungi tempat-tempat yang berkaitan dengan buku. Misalnya, dua minggu sekali anak diajak
untuk merasakan dan melihat jajaran buku yang ada di toko buku atau perpustakaan. Bisa juga dengan
membiasakan anak untuk memilih buku bacaan secara bebas sesuai dengan keinginannya
1. Perpustakaan Sekolah
Bagi dunia pendidikan, keberadaan perpustakaan tidak bisa terlepas dari dunia pendidikan.
Keduanya punya misi yang sama yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga banyak ahli
menyatakan bahwa perpustakaan adalah denyut jantung bagi sekolah.
Perpustakaan seharusnya dapat dijadikan tempat atau sarana untuk membantu menggairahkan
semangat belajar, menumbuhkan minat baca, dan mendorong membiasakan siswa belajar secara
mandiri, karena perpustakaan berfungsi sebagai sarana edukatif, informatif, riset, dan rekreatif. Namun
kenyataannya belum semua sekolah memiliki perpustakaan. Sementara sekolah yang telah mempunyai
perpustakaan belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan tersebut, yang disebabkan oleh berbagai
kendala, antara lain 1) lokasi perpustakaan yang kurang nyaman (kondusif), jam buka yang sangat
terbatas (hanya pada saat jam istirahat sekolah), koleksi buku terbatas, fasilitas kurang memadai, dana
terbatas; 2) pengelolalaan yang kurang profesional; 3) guru kurang berpartisipasi dalam pemanfaatan
Walau semua orang sepakat bahwa keberadaan perpustakaan penting bagi dunia pendidikan,
kenyataannya keberadaan perpustakaan yang memadai masih menjadi impian bagi kebanyakan
sekolah di negeri ini. Hanya sedikit sekolah yang punya perpustakaan yang memadai, itu pun
kebanyakan sekolah negeri yang favorit dan sekolah unggulan serta sekolah swasta yang mampu yang
sebagian besar berada di daerah perkotaan.
Selain itu, masih banyak kalangan pendidik yang belum memahami pentingnya keberadaan
perpustakaan bagi sekolah. Mereka masih beranggapan perpustakaan hanyalah gudang buku bukan
gudang ilmu. Jadi, tidak heran jika ada di antara guru atau tenaga administrasi sekolah yang enggan
ditugaskan sebagai pustakawan karena menganggap tugas tersebut hanyalah buangan atau
pengucilan. Anggapan tersebut berakibat pada rendahnya rasa kepedulian guru dan petugas
administrasi sekolah terhadap keberadaan koleksi perpustakaan yang menyebabkan koleksi
perpustakaan yang dimiliki sekolah menjadi banyak yang hilang atau hancur karena tidak terawat.
Keberadaan perpustakaan sekolah yang memprihatinkan akan berakibat pada rendahnya
pertumbuhan minat baca siswa dan guru yang pada akhirnya akan menghambat tumbuh dan
berkembangnya pola pikir kritis pada siswa sebagai modal bagi terciptanya kondisi berpikir ilmiah di
lingkungan sekolah. Hal ini terjadi karena guru tidak punya sarana untuk merangsang tumbuhnya minat
baca siswa yang seharusnya terus dipupuk agar kemampuan membacanya terus meningkat dan
berkembang menjadi budaya membaca (Hermawam, 2003).
Menurut Wahadaniah (1997:18-19) perpustakaan sekolah memiliki beberapa peran yang
diharapkan dapat mengembangkan minat dan kegemaran membaca siswa. Peran tersebut antara lain:
a. membantu siswa melaksanakan penyelidikan dan mencari keterangan-keterangan yang lebih luas
daripada pelajaran yang didapatnya di dalam kelas;
b. meningkatkan minat baca siswa, karena adanya kebutuhan siswa mengadakan
eksploitasi/penimbaan pengetahuan sebagaimana pada butir di atas;
1. Minat Baca
Dari waktu ke waktu keluhan tentang minat baca masyarakat kita masih sama, yaitu masih
sangat mengecewakan dan sangat rendah. Kegiatan membaca sebenarnya merupakan kegiatan belajar
dan bagian integral dari dunia pendidikan. Oleh sebab itu, kegiatan membaca merupakan tanggung
jawab keluarga, masyarakat, dan pemerintah. (Kartosedono, 1978: 14).
Menurut Kartosedono kita tidak mengharapkan bahwa setiap individu di dalam masyarakat harus
memiliki dan membeli setiap buku yang diterbitkan. Yang kita harapkan adalah tumbuhnya minat baca
dan adanya kesempatan bagi setiap individu dalam masyarakat untuk dapat membaca dan
mengembangkan kegiatan membaca. Kesempatan ini dapat diusahakan oleh pemerintah dengan
penyelenggaraan perpustakaan yang cukup memadai sehingga dapat dijangkau oleh setiap individu
dalam masyarakat.
Di sekolah-sekolah/perguruan tinggi mutlak perlu adanya layanan perpustakaan sekolah.
Demikian pun di desa-desa perlu adanya perpustakaan-perpustakaan umum tingkat desa.
Meningkatkan kegiatan membaca untuk membina kebiasaan membaca bagi masyarakat melalui
penyelenggaraan perpustakaan yang mencukupi ini kiranya merupakan cara yang paling efisien bagi
pemerintah (Kartosedono, 1978:14-15).
Wahadaniah (1997:16) menjelaskan bahwa minat baca adalah keinginan yang kuat disertai
usaha-usaha seseorang untuk membaca. Sementara Tinker (Alwi, 1995: 34) mengatakan bahwa minat
baca adalah kecenderungan yang diperoleh secara bertahap untuk merespon secara selektif, positif,
disertai rasa puas terhadap hal-hal khusus yang dibaca. Minat cenderung memberikan antisipasi yang
menyenangkan yang diikuti oleh tindakan, yang selanjutnya memberikan rasa senang yang lebih besar.
Metode Penelitian
Secara eksplisit, penelitan ini bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara peran orangtua dan minat baca siswa?
2. Apakah terdapat hubungan antara keteraksesan bahan bacaan di perpustakaan sekolah dan minat
baca siswa?
3. Apakah secara bersama-sama terdapat hubungan antara peran orangtua, keteraksesan bahan
bacaan di perpustakaan sekolah dan minat baca siswa?
Populasi penelitian ini berjumlah 2349 subjek yang merupakan jumlah keseluruhan siswa di
SLTP Negeri 1, SLTP Negeri 2, SLTP Negeri 3, dan SLTP Negeri 4 Kecamatan Banyuasin III,
Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Sampel penelitian sebanyak 10 % dari jumlah populasi, yaitu
234 siswa, yang dijaring dengan menggunakan teknik proporsional random sampling. Distribusi data
tentang peran orangtua, keteraksesan bahan bacaan di perpustakaan sekolah, dan minat baca siswa
dihitung dengan menggunakan persentase. Sementara korelasi dan kontribusi anatara variabel bebas
dan variabel terikat dianalisis dan dihitung dengan menggunanakan program statistik SPSS versi 10,0.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan ditemukan bahwa korelasi antara minat baca siswa SLTP Negeri
dan peran orangtua lebih besar, jika dibandingkan dengan korelasi antara minat baca siswa dan
keteraksesan bahan bacaan di perpustakaan sekolah. Secara teoretis, karena korelasi antara minat
baca siswa SLTP Negeri dan peran orangtua lebih besar, maka variabel peran orangtua lebih
berpengaruh terhadap minat baca siswa dibanding variabel keteraksesan bahan bacaan di
perpustakaan sekolah.
Variabel peran orangtua jika dilihat dari angka koefisien determinasi atau r kuadrat (r2)
menyumbang kontribusi sebesar 0,390. Berarti bahwa peran orangtua dapat menjelaskan minat baca
siswa SLTP Negeri sebesar 39 persen.
Selanjutnya koefisien r2 antara keteraksesan bahan bacaan di perpustakaan sekolah dan minat
baca siswa SLTP Negeri sebesar 0,365. Berarti bahwa keteraksesan bahan bacaan di perpustakaan
sekolah dapat menjelaskan minat baca siswa SLTP Negeri sebesar 36,5 persen.
Di sisi lain jika dilihat dari angka koefisien determinasi atau r kuadrat (r2) kedua variabel tersebut
secara bersama-sama, maka ditemukan angka 0,540. Hal ini berarti 54% minat baca siswa dapat
dijelaskan oleh variabel peran orangtua dan keteraksesan bahan bacaan di perpustakaan sekolah.
Sementara sisanya (100%-54% = 46%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain.
1. Hubungan Antara Peran Orangtua (X1) dan Minat Baca Siswa SLTP Negeri (Y)
Berdasar perhitungan uji linieritas data variabel peran orangtua dan minat baca siswa SLTP
Negeri diperoleh persamaan regresi linier Y atas X1 adalah ? = 13,744 + 0,582 X1. Dengan demikian
koefisien 0,582 merupakan koefisien arah perubahan rata-rata minat baca siswa SLTP Negeri untuk
setiap tahap perubahan peran orangtua. Dengan kata lain bahwa semakin tinggi peran orangtua,
semakin bertambah minat baca siswa.
2. Hubungan antara Variabel Keteraksesan Bahan Bacaan di Perpustakaan Sekolah (X2) dan
Variabel Minat Baca Siswa SLTP Negeri (Y)
Berdasar perhitungan uji linieritas data variabel keteraksesan bahan bacaan di perpustakaan
sekolah dan minat baca siswa SLTP Negeri diperoleh persamaan regresi linier Y atas X2 adalah ? =
12,049 + 0,642 X2. Dengan demikian koefisien 0,642 merupakan koefisien arah perubahan rata-rata
minat baca siswa SLTP Negeri untuk setiap tahap perubahan keteraksesan bahan bacaan di
perpustakaan sekolah. Ini berarti semakin terakses bahan bacaan di perpustakaan sekolah, maka
semakin tinggi minat baca siswa.
3. Peran Orangtua
Hasil skor rata-rata perhitungan variabel peran orangtua sebesar sebesar 40,95, sedangkan
yang berhasil mencapai skor di atas rata-rata hanya 93 siswa atau 39,8%. Di sisi lain teridentifikasi
bahwa persentase kontribusi faktor orangtua sebagai tokoh anutan bagi anak (52%) lebih tinggi
daripada kontribusi faktor orangtua yang membangun suasana yang menyenangkan dalam
memperkenalkan buku kepada anak (48%). Secara keseluruhan hasil tersebut dapat menjadi cerminan
bahwa peran orangtua dalam menumbuhkan minat baca di kalangan siswa di SLTP Negeri di
Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin tergolong rendah.
Penjelasan yang dapat dikemukakan dari rendahnya kontribusi peran orangtua dalam
menumbuhkan minat baca siswa ini disebabkan hal-hal sebagai berikut.
Pertama, menurut responden, orangtua mereka belum mampu berbuat secara konsisten untuk
memberikan motivasi agar mereka memiliki minat baca. Dari penelitian ini ada hal yang menarik untuk
dicermati bahwa walaupun para orangtua responden membaca di depan anak, memberi tahu tentang isi
bacaan yang sedang dibaca, mengajak berdiskusi tentang isi bacaan yang sedang dibaca, serta
mendongeng ketika mereka masih kanak-kanak, ternyata para responden melaporkan bahwa orangtua
mereka sebagian besar hanya kadang-kadang memberi tahu tentang pentingnya membaca.
Agar minat baca siswa tumbuh maka orangtua dan guru perlu terus menerus mengembangkan
motivasi untuk belajar. Oleh karena itu lingkungan rumah dan sekolah perlu dirancang sedemikian rupa
agar anak terangsang rasa ingin tahunya dan terdorong untuk belajar. Orangtua dan guru harus pandai
dan kreatif mengaitkan bahan pelajaran dengan kenyataan sehari-hari agar terasa relevansinya dan
manfaatnya.
Orangtua responden nampaknya belum menyadari sepenuhnya bahwa orangtua perlu menjadi
tokoh anutan atau model yang juga senang membaca dan memancarkan kegemaran membaca tersebut
pada anak, bukan cuma menyuruh anak membaca. Anak belum sepenuhnya mendapat bimbingan
membaca dari orangtua. Bagi anak, buku-buku saja tidak cukup sebab mereka juga perlu bimbingan
baik secara eksplisit maupun secara implisit dari orangtua. Anak harus mendapat pembelajaran dari
orangtua mereka. Hasil akhir yang diharapkan dari minat dan kegemaran membaca siswa adalah
keberhasilan dalam pendidikan.
Ketiga, orangtua sering menolak membelikan buku bacaan. Penyebab utama rendahnya
kontribusi orangtua dalam menumbuhkan minat baca siswa adalah karena orangtua sering menolak
ketika mereka meminta dibelikan buku bacaan. Temuan ini cukup mengejutkan jika dibandingkan
dengan beberapa jawaban di depan. Ada beberapa asumsi mengapa hal tersebut terjadi, antara lain: 1)
kemungkinan belum tumbuh kesadaran yang sebenarnya dalam diri orangtua para responden tentang
arti penting membaca, 2) kemungkinan contoh yang selalu diberikan orangtua baru sebatas “bibir” saja,
dan 3) faktor ekonomi yang belum memadai.
4. Keteraksesan Bahan Bacaan di Perpustakaan Sekolah
Hasil rata-rata perhitungan variabel keteraksesan bahan bacaan di perpustakaan sekolah
sebesar 39,76, sedangkan yang berhasil mencapai skor di atas rata-rata hanya 88 siswa atau 37,6%. Di
sisi lain teridentifikasi bahwa persentase kontribusi faktor ketersediaan buku-buku dan berbagai bahan
cetak lainnya yang diperlukan siswa lebih tinggi (26,90), diikuti secara berturut-turut faktor ketersediaan
tempat yang tenang dan menyenangkan untuk membaca (26,70%), faktor ketersediaan waktu untuk
membaca (25,40%), dan faktor para pustakawan sekolah mudah diakses (21%). Di sini secara
transparan kita dapat melihat bahwa yang paling utama dalam menumbuhkembangkan minat baca
siswa adalah ketersediaan buku-buku dan berbagai bahan cetak lainnya. Secara keseluruhan hasil
tersebut dapat menjadi cerminan bahwa keteraksesan bahan bacaan di perpustakaan sekolah untuk
menumbuhkan minat baca di kalangan siswa di SLTP Negeri di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten
Banyuasin tergolong rendah.
Rendahnya kontribusi keteraksesan bahan bacaan di perpustakaan sekolah dalam
menumbuhkan minat baca siswa ini disebabkan hal-hal sebagai berikut.
Pertama, perpustakaan sekolah belum mampu menyediakan koleksi buku dan bahan cetak
lainnya dalam jumlah dan judul yang memadai. Sebagian besar responden menganggap bahwa koleksi
buku dan bahan cetakan lainnya di perpustakaan sekolah mereka belum memadai. Ini mungkin yang
menjadi penyebab mengapa mereka hanya kadang-kadang saja mengunjungi perpustakaan sekolah
mereka. Padahal sebagaimana yang diungkapkan Diem (2000a: 2) akses terhadap bahan bacaan
berarti perpustakaan sekolah harus memiliki bahan bacaan yang jumlahnya memadai untuk setiap anak,
sehingga tercipta keseimbangan yang adil antara anak-anak yang mendapat akses terhadap buku di
luar sekolah dan mereka yang tidak. Perpustakaan sekolah harus menyediakan sedikitnya 20 (dua
puluh) buku per anak agar masing-masing anak dapat meminjam beberapa buku untuk dibawa pulang
pada setiap kunjungan. Untuk itu, disarankan kepada sekolah agar dapat menambahkan sebuah buku
per siswa ke dalam koleksi perpustakaan setiap tahunnya agar judul-judul baru yang penting dapat
tersedia dan buku-buku yang sudah kedaluarsa dapat tereliminasi. Buku-buku dan bahan-bahan
kepustakaan lainnya harus setiap tahun diperbaharui. Bahan bacaan yang usang dan kedaluarsa harus
diganti dengan yang mutakhir dan dengan karya-karya baru yang bermutu dan dapat memperkaya
cakrawala ilmu pengetahuan.
Sementara Masduki (1997: 40) menilai bahwa tingkat rasio siswa dan ketersediaan buku
bergantung pada setiap jenjang pendidikan. Idealnya, rasio seorang siswa SD berbanding 20 judul,
sedang SMP 1:25, dan SMU 1:30 judul. Jumlah eksemplarnya minimal dua eksemplar, atau lebih untuk
setiap judulnya. Penyediaan yang cukup akan membuka seluas-luasnya kesempatan minat baca
siswa/anak. Lebih-lebih lagi kalau jenis bukunya bervariasi sehingga merangsang siswa mengadakan
penelitian walau secara sederhana.
Kedua, jam buka perpustakaan sekolah yang terbatas dan tempat membaca yang tidak
nyaman. Jam buka yang terbatas menyebabkan sebagian besar responden hanya membaca di
perpustakaan jika ada jam pelajaran yang kosong saja. Sementara setiap kali kunjungan, mereka hanya
membaca lebih kurang 15 menit. Diduga rendahnya frekuensi membaca di perpustakaan ini selain
karena waktu yang terbatas, juga karena tempat membaca yang belum sepenuhnya belum dapat
memenuhi harapan sebagai tempat untuk menggairahkan semangat belajar. Para responden sebagian
besar sepakat bahwa pihak sekolah perlu menyediakan waktu khusus bagi siswa untuk membaca di
perpustakaan sekolah.
Temuan lain yang cukup mengejutkan adalah bahwa walaupun jam buka perpustakaan
terbatas, ternyata sebagian besar responden menjawab bahwa waktu yang tersedia sudah cukup
memadai. Ini dapat dijadikan petunjuk awal bahwa minat siswa untuk mengunjungi perpustakaan
sekolah tergolong rendah, sehingga walaupun jam bukanya terbatas, mereka menganggap waktu yang
tersedia untuk membaca di perpustakaan sudah cukup.
Ketiga, kemampuan pustakawan yang masih rendah. Sebagian besar responden menganggap
bahwa pustakawan di sekolah mereka belum melayani mereka secara baik. Pustakawan sekolah juga
dianggap kurang menguasai informasi tentang bahan bacaan yang mereka tanyakan.
Fakta di lapangan mengungkapkan bahwa tenaga perpustakaan yang ada memang bukanlah
tenaga profesional perpustakaan. Mereka adalah guru-guru dan tenaga administrasi yang diberi tugas
tambahan sebagai pengelola perpustakaan. Hal ini menyebabkan tugas-tugas kepustakaan belum dapat
dilaksanakan secara baik. Padahal tenaga pustakawan seharusnya mempunyai tugas membantu
pemakai dengan berbagai jasa, seperti jasa informasi, jasa penelusuran, pendidikan pemakai, dan
membantu penelitian (Sulistyo-Basuki, 2000:2).
5. Minat Baca Siswa SLTP Negeri
Hasil skor rata-rata perhitungan variabel minat baca siswa SLTP negeri di Kecamatan
Banyuasin III Kabupaten Banyuasin sebesar 37,58, sedangkan yang berhasil mencapai skor di atas
rata-rata hanya 81 siswa atau 34,6%. Di sisi lain teridentifikasi bahwa persentase kontribusi faktor
eksternal (51%) lebih tinggi daripada kontribusi faktor internal (49%). Secara keseluruhan hasil tersebut
dapat menjadi cerminan bahwa minat baca di kalangan siswa di SLTP Negeri di Kecamatan Banyuasin
III Kabupaten Banyuasin tergolong rendah.
Rendahnya minat baca siswa SLTP Negeri di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin
disebabkan hal-hal sebagai berikut.
Pertama, motivasi membaca yang belum mendukung. Jika melihat dari sisi motivasi, kondisi
motivasi membaca responden memang masih dalam taraf yang belum menggembirakan. Sebagian
besar responden mengaku bahwa motivasi mereka membaca hanya sekedar untuk mencari hiburan
saja. Dalam taraf awal pembinaan minat dan kegemaran membaca apa yang telah dikemukakan
responden tersebut memang dapat dipahami. Akan tetapi jika dikaitkan dengan status mereka sebagai
pelajar mestinya motivasi utama mereka membaca adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan
informasi.
Kedua, frekuensi membaca yang rendah. Sebagian besar responden melaporkan bahwa waktu
yang mereka gunakan untuk membaca setiap hari hari lebih kurang 30 menit. Diduga salah satu faktor
penyebab frekuensi membaca yang rendah ini disebabkan oleh kemampuan bahasa Indonesia yang
kurang. Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan guna mengungkapkan hubungan antara kemampuan
bahasa Indonesia dengan frekuensi membaca siswa.
Ketiga, motivasi dari orangtua yang masih rendah. Para responden sebagian besar mengaku
bahwa yang paling mendorong mereka agar membaca adalah guru mereka. Jawaban ini relevan
dengan temuan tentang peran orangtua yang mengungkapkan bahwa orangtua belum mampu
berbuat secara konsisten untuk memotivasi anaknya agar memiliki minat baca.
Temuan di atas berarti menguatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Thorndike.
Berdasarkan hasil penelitian tahun 1986 yang dilakukannya di lima belas negara, termasuk di dalamnya
negara-negara berkembang, ditemukan bahwa di antara berbagai faktor eksternal (Thorndike
menyebutnya faktor sosiologis) yang ada maka faktor pengaruh keluargalah yang sangat tinggi
kontribusinya dalam mempengaruhi terbentuknya minat serta kemahiran membaca pada anak-anak.
Bahkan Thorndike menyatakan bahwa tidak terdapat indikasi bahwa anak-anak yang memiliki minat
serta kemahiran membaca unggul sebagai akibat langsung (pengaruh) dari pengajaran membaca yang
diselenggarakan di sekolah-sekolah. Sebaliknya berkat pengaruh serta dukungan keluargalah minat
serta keterampilan membaca mereka terbentuk (Harkas & Sulistianingsih, 1997: 1.29).
Kesimpulan dan Saran
Rendahnya minat baca siswa SLTP Negeri di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin
disebabkan, antara lain: Pertama, orangtua belum tinggi kontribusinya dalam mempengaruhi
terbentuknya minat baca pada anak-anak. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah
bahwa secara linier minat baca siswa berbanding lurus dengan peran orangtua. Semakin tinggi peran
orangtua maka semakin tinggi pula minat baca siswa. Sebaliknya, semakin rendah peran orangtua
maka semakin rendah pula minat baca siswa. Kedua, perpustakaan sekolah belum mampu secara
optimal memainkan perannya sebagai agen informasi di lingkungan sekolah, terutama belum mampu
menyediakaan berbagai macam buku dan bahan cetakan lainnya yang dibutuhkan siswa. Hal ini
mencerminkan bahwa peran perpustakaan sekolah belum dapat terlaksana sebagaimana seharusnya.
Setelah beberapa pembahasan di atas, berikut ini diajukan beberapa saran yang berkaitan
dengan peran orangtua, keteraksesan bahan bacaan di perpustakaan sekolah, dan minat baca siswa
SLTP Negeri di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin: Pertama, dengan temuan
tentang peran orangtua dan keteraksesan bahan bacaan di perpustakaan sekolah terhadap minat baca
siswa SLTP Negeri di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, disarankan agar peran orangtua
dan keteraksesan bahan bacaan di perpustakaan sekolah dapat ditingkatkan kualitasnya. Kedua,
dipandang perlu untuk melibatkan secara aktif orangtua melalui komite sekolah atau dewan sekolah
guna pengembangan perpustakaan sekolah. Orangtua jangan semata-mata menjadi sumber finansial
bagi sekolah saja, tapi lebih dari itu, orangtua harus dipandang sebagai rekan sejajar yang sama-sama
berkepentingan dalam meningkatkan minat baca siswa.
Ketiga, menumbuhkembangkan apresiasi masyarakat terhadap kegiatan membaca. Bagi
sebagian besar masyarakat, termasuk peserta didik, membaca belum merupakan kebiasaan bahkan
masih ada yang menganggap bahwa tanpa membaca sekali pun seseorang dapat mencapai sesuatu
yang dinginkannya. Kurangnya motivasi ini berkaitan dengan masih kurangnya apresiasi keluarga,
lembaga pendidikan dan masyarakat terhadap orang yang membaca, sehingga bagi mereka yang
membaca maupun tidak membaca tidak menimbulkan perbedaan yang berarti dalam masyarakat.
Masyarakat harus memahami bahwa keberhasilan dalam pendidikan berkorelasi dengan kegemaran
membaca karena diperkirakan 50-60 persen pengetahuan harus dimantapkan anak melalui bacaan.
Persentase tersebut semakin meningkat sejalan dengan semakin tingginya tingkat pendidikan yang
dijalani seseorang.
Keempat, pemikiran yang dijadikan saran dalam penelitian dapat dijadikan pertimbangan pula
untuk memperbaiki minat baca siswa SLTP secara umum. Akan tetapi perbedaan-perbedaan
kondisional antara SLTP satu dengan SLTP lain, menyebabkan pemikiran yang disarankan dalam
penelitian ini perlu dikaji kembali sebelum dijadikan pemecahan masalah di SLTP lain.
DAFTAR RUJUKAN
Alwi, Zahra. 1995. Peranan Minat Baca dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Seseorang. Forum
Kependidikan, 12 (1), 33-40.
Anggraika, Ike. 2003. Dunia Anak: Anakku Sudah Siap Sekolah? (online),
(http://www.glorianet.org/keluarga/anak/anak-anak.html
Arifin, M.T. 1991. Nasionalitas Bikultural: Studi Sikap Sintetik Kebangsaan Mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Surakarta (Monograf 5). Surakarta: Lembaga Penelitian Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Budiyanta. 1997. Sekolah sebagai Pusat Pengembangan Minat dan Kegemaran Membaca Siswa.
Dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Laporan Lokakarya Pengembangan Minat
dan Kegemaran Membaca (hlm. 35-42) Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
BPK Penabur. 2003. Perpustakaan, (online), (http: // www1.bpkpenabur.or.id/kpsjkt/
p4/ava/cetak2.htm, diakses 10 Februari 2004).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997a. Petunjuk Pengembangan Minat dan Kegemaran
Membaca Siswa (Buku 1). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997b. Model-model Pengembangan Minat dan Kegemaran
Membaca Siswa (Buku 2). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997c. Laporan Lokakarya Pengembangan Minat dan
Kegemaran Membaca Siswa (Buku 3). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Pengembangan Perpustakaan Sebagai Sumber Belajar,
(online), (http://www.depdiknas.go-id/sikep/ Issue/ SENTRAL /F37.html, diakses10 Februari
2004).
Diem, C. D. 1998. Peran Orangtua dalam Menumbuhkembangkan Minat Baca Anak. Forum
Kependidikan, 17 (2), 21-27.
Diem, C.D. 1999. “Budaya Baca dalam Masyarakat Modern. Lingua 1(1), 82-90.
Diem, C.D. 2000a. Peran Buku, Pendidik, dan Pustakawan dalam Menciptakan Masyarakat Gemar
Membaca, (online), http://www.indolib.net/kliping /ka004.htm
Diem, C.D. 2000b. Keteraksesan Bahan Bacaan: Salah Satu Upaya Meningkatkan Minat Baca Siswa.
Mimbar Pendidikan Bahasa dan Seni, 28, 25-30.
Diem, C.D. 2000c. Kebiasaan Membaca dan Kemampuan Berbahasa Inggris Guru SMU se-Provinsi
Sumatera Selatan. Forum Pendidikan, 25 (3), 257-268.
Diem, C.D. 2002. Kepala Sekolah yang Peduli dan Guru yang Berkualitas: Dapatkah Terwujud di
Sekolah Kita? Makalah disajikan pada Seminar Pembelajaran Bahasa yang Berlandaskan
Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2 November 2003 yang diselenggarakan JPBS FKIP Unsri
bekerjasama dengan Program Pascasarjana Unsri dan Masyarakat Linguistik Indonesia
Cabang Unsri, Palembang.
Drajat. 9 Agustus 2002. Peranan dan Fungsi Perpustakaan. Pikiran Rakyat, hlm. 4.
Geocities. 2003. Anak dan Buku dan Gemar Membaca, (online), (http://www.geocities.com/ ~eunikeRifameutia,
Tjut. 2003. Kegemaran Membaca Sebagai Faktor Pendukung Meningkatnya Kreativitas,
(online), (http: // www.akutahu.com /article /articleview/31/1/2/
Geocities. 2003. Anak dan Buku dan Gemar Membaca, (online), (http://www.geocities.com/ ~eunike-
Hadi, Dwi Winanto, 1998. Kebijakan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Kemampuan Membaca di
Sekolah Dasar. Kajian Pendidikan dan Kebudayaan, 13 (4), 86-98.
Harras, Kholidan dan Lilis Sulistianingsih. 1997. Membaca 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Hermawam, Iwan. 2003. Potret Perpustakaan Sekolah Dewasa Ini, Pikiran Rakyat (online),
(http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0603/11/0803.htm
Kartosedono, Soekarman. 1978. Faedah Perpustakaan Sekolah untuk Meningkatkan Minat Baca dan
Kebiasaan Membaca. Majalah Ikatan Pustakawan Indonesia, 2 (1-2), hlm.13-18.
Martini, Nina Aryani. 1995. Peranan Keluarga dalam Menumbuhkan Minat Baca Anak. Simposium Peran
Serta Perpustakaan dalam Upaya Membangun Keluarga Sejahtera, yang diselenggarakan
oleh Perpustakaan Umum Jakarta Pusat tanggal 16 September 1995 di Jakarta.
Mustakim, Bagus. 2003. Melejitkan Diri dengan Buku. Gerbang, (online), Edisi 4, Tahun III,
(http://www.mizan.com/portal/template/BacaArtikel
S., Masduki. 1997. “Perpustakaan Sekolah sebagai Sumber Pengembangan Minat dan Kegemaran
Membaca”. Dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Laporan Lokakarya
Pengembangan Minat dan Kegemaran Membaca (hlm. 35-42) Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Santoso, Singgih. 2002. SPSS Versi 10: Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Santoso, Singgih. 2002. Buku Latihan SPSS: Statistik Parametrik: Elex Media Komputindo.
Soedarso. 1993. Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sudjana, Nana. 1991. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung: Sinar Baru.
Sulistyo-Basuki. 2000. Peranan Pustakawan pada Abad Elektronik: Pandangan Seorang Guru, (online),
(http://www.bogor.net/idkf/idkf-wireless/aplikasi/pendidikan/.
Tampubolon, D.P. 1993. Mengembangkan Minat dan KebiasaanMemabaca pada Anak. Bandung:
Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Membaca: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Utama, Rizki Resa. 2003. Minimnya Pengunjung Jendela Dunia Pengaruhi Kemajuan Bangsa, Pikiran
Rakyat (online), (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0603/11/0803.htm
Yardi, Lidus. 2003. Harry Potter, Tony Blair, dan Revolusi Bacaan, (online), (http://artikel.us/lyardi2.html
Wahadaniah, Herman. 1997. Perpustakaan Sekolah sebagai Sarana Pengembangan Minat dan
Kegemaran Membaca. Dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Laporan Lokakarya
Pengembangan Minat dan Kegemaran Membaca (hlm. 15-22) Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.