Apakah Batjaan Tjabul/Mr. St. Takdir Alisjahbana

Apakah Batjaan Tjabul
Mr.Sutan Takdir Alisjahbana

Mr. St. Takdir Alisjahbana

Saudara2 sekalian, apabila saja pada malam ini menghadapi Saudara2 sekalian, saja merasa menjesal sekali. Menjesal saja katakan oleh karena saja tidak mendapat kesempatan untuk menuliskan tiap2 kata tiap2 utjapan jang akan saja utjapkan pada malam ini. Pada fikiran saja hanja itulah djalan jang se-baik2nja untuk dapat mengemukakan suatu susunan fikiran jang telah dipertimbangkan sebaik2nja untuk merumuskan soal jang sulit ini.

Selain daripada itu saja menjesal djuga oleh karena saja untuk tjeramah malam ini tidak mendapat waktu untuk menjelidiki setjara chusus soal ini; boleh dikatakan untuk tjeramah ini saja tidak dapat membatja apa djugapun jang berhubungan dengan ini. Demikianlah sebenarnja pada waktu saja diminta untuk memberikan tjeramah, lama saja sangsi memberikan djawab, apakah saja akan rnemberikan. tjeramah atau tidak, oleh karena saja tidak akan mempunjai waktu untuk memikirkan dan menjelidiki soal ini seperti sesungguhnja sepantasnja harus didjalankan menurut fikiran saja.

Akan tetapi djika pada achirnja saja menerima djuga, ini sesungguhnja oleh karena selama waktu dua tahun jang terachir ini saja sungguh2 berusaha untuk membatja, menjelidiki dan mentjari bahan2 berhubungan dengan soal nilai2 dalam manusia, dalam masjarakat dan dalam kebudajaan. Oleh karena soal etik dan soal ketjabulan ini adalah sebagian daripada soal jang luas, jang sedang saja peladjari sekarang ini dan jang saja harap akan dapat menjelesaikannja sebelum habis tahun ini, maka achirnja saja terima djuga untuk mengadakan tjeramah, dengan harapan mudah2an dapat menjinari soal ini dalam hubungan jang lebih luas.

Saudara2, kita sebagai bangsa jang muda jang mendapat kesempatan untuk menjusun negara kita, kehidupan bangsa kita, dari semula, kita hendaknja tak usah takut terbang tinggi, agar dapat pemandangan jang se-luas2nja tentang tamasja, dimana kita akan hidup, akan mendirikan negara kita.

Saudara2, dilihat dari djurusan inilah maka saja katakan pada permulaan dalil2 jang saja kemukakan kepada Saudara2, bahwa soal ketjabulan ini sebenarnja hanja merupakan satu bagian jang ketjil sadja daripada soal jang lebih besar, jang dihadapi oleh seluruh peri-kemanusiaan sekarang ini, jaitu runtuhnja nilai2 jang mengakibatkan — boleh dikatahan — krisis kebudayaan dalam arti jang se-luas2nja, jang dapat kita katakan melingkungi segala bangsa pada waktu sekarang ini.

Dalam hal ini segala sesuatu jang kita alami dinegeri kita ini hanja merupakan suatu gedjala daripada suatu kedjadian jang meliputi seluruh dunia.

Saudara2, manusia sebagai mahkluk jang berkebudajaan berbeda daripada hewan, oleh karena jang memberi dorongan kepada hewan itu, ialah nafsu dan insting. Hewan makan dan manusia makan. Tetapi dalam arti makan itu, manusia berbeda dengan hewan, jaitu pada hewan makan itu hanja bersifat biologis, sedang manusia tiba kepada tingkat kebudajaan. Manusia berbuat menurut ukuran2 ataupun aturan2 jang lain, jang ditjiptakan sendiri oleh manusia, jang berdasarkan nilai2.

Manusia makan, kadang2 ia tidak lapar. lni dapat kita lihat pada waktu diadakan kenduri, pada waktu pesta, maka manusia disitu makan, walau ia tidak lapar. Tetapi sebaliknja manusia lapar dan sengadja ia tidak makan, oleh karena ia puasa dan sebagainja.

Djadi dorongan alam dan instinct ditundukkan kepada hukum lain, jaitu hukum nilai2 jang berasal pada tjiptaan budi manusia sendiri. Saudara2, apabila kita lihat kebudajaan dari djurusan susunan dari pada nilai2 jang menguasai hidup manusia jang memberi tudjuan hidup kepada manusia, maka kelihatan kepada kita, bahwa dalam tiap2 kebudajaan itu, terdjelmalah pada tiap2 zaman dan tempat sesuatu susunan dari pada nilai2 itu, sesuatu struktur dari pada nilai2 itu jang menentukan penghidupan dalam lingkungan kebudajaan itu. Meskipun manusia itu pada mahluk jang makan, sebagai mahluk jang berkelamin dan bermatjam-matjam lagi; djadi pada dasarnja semua sama, tetapi susunan nilai dalam kehidupan bangsa2 didunia selalu berbeda-beda. Berbeda-beda nilai dalam lingkungan perekonomian, berbeda-beda nilai dalam lingkungan pendjelmaan seni, berbeda-beda nilai dalam lingkungan politik, berbeda-beda nilai dalam lingkungan kekeluargaan, berbeda-beda nilai dalam lingkungan sosial, berbeda-beda nilai dalam lingkungan agama dan sebagainja. Dan pada tiap2 kebudajaan segala-galanja itu mempunjai susunan jang istimewa jang menentukan keistimewaan kebudajaan itu dari pada kebudajaan2 jang lain.

Demikianlah sebenarnja kelihatan kepada kita, bahwa ukuran2 dalam berbagai-bagai kebudajaan itu senantiasa berbeda-beda, malahan dalam lingkungan satu kebudajaan pun dalam pertumbuhan sedjarah kelihatan kepada kita perbedaan2 itu. Apabila kita sekarang melihat susunan kebudajaan sebagai pendjelmaan dari pada susunan nilaiz untuk suatu waktu dan zaman bagi suatu bangsa, maka djelaslah kepada kita, bahwa nilai dan pendjelmaan nilai jang ada disekitar perkelaminan, disekitar sex itu, pun berbeda-beda menurut zamannja, menurut kebudajaannja dan menurut bangsanja. Kalau kita melihat rentjana2 tentang etnologi dan antropologi, sesuatu jang dikatakan tjabul dalam satu kebudajaan, dilain kebudajaan dianggap tidak tjabul. Boleh kita katakan, hampir tidak ada satu hal tentang perhubungan kelamin jang dalam segala kebudajaan mendapat penilaian jang sama.

Apabila saja berbitjara tentang nilai2 jang berhubungan dengan perkelaminan, sekaliannja itu sebenarnja hanja sebagian dari pada nilai kesosialan; dan apa jang saja katakan tadi berlaku djuga bagi nilai2 jang lain. Tetapi pada malam ini jang penting ialah tentang perhubungan perkelaminan atau sex itu.

Soal jang sulit sekarang ini adalah disebabkan oleh kemadjuan ilmu, kemadjuan tehnik jang sedjalan dengan kemadjuan lalu-lintas dan mudahnja orang bergerak dari satu tempat ketempat jang lain. Sebagai akibatnja pendjelmaan berbagai-bagai kebudajaan bertemu: bermatjam-matjam hal jang dalam pertumbuhan kebudajaan kita dilingkungan kita tidak pernah kita alami, tiba2 harus kita terima, sehingga perasaan kita akan nilai2 itu lenjap atau sangat berkurang: apa jang selama ini kita namakan baik, kelihatan sekarang ditjela orang. Satu tjontoh ialah, di Bali misalnja, dahulu adalah soal biasa djika kelihatan seorang perempuan berdjalan dengan dada terbuka, tetapi pada satu ketika hal itu mendjadi tertjela. Dan sebaliknja dari bagian2 dunia jang lain kita mendapat bermatjam-matjam pendjelmaan kebudajaan jang bertentangan dengan apa jang biasa kita hargakan. Selain dari pada itu bermatjam-matjam hal jang selama ini dianggap sebagai tjabul, oleh ilmu dikemukakan sebagai kebenaran jang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Djadi kemadjuan ilmupun melonggarkan perasaan nilai2 itu. Achirnja dalam berbagai-bagai hal achir2 ini manusia terbiasa melepaskan diri dari nilai2 ketuhanan. Negara lepas dari ketuhanan, ekonomi lepas dari ketuhanan. Dalam proses ini kelihatan nilai2 jang dulu dianggap berasal dari Tuhan itu mendjadi nilai2 tjiptaan manusia.

Demikian djelas sekali kelihatan bagi kita di-mana2 timbul suatu sikap bimbang, sangsi, suatu sikap skeptis terhadap matjam2 nilai jang sesungguhnja mendjadi pokok dari pada krisis kebudajaan dizaman kita sekarang ini.

Apabila kita menganggap, bahwa kebudajaan itu adalah suatu pendjelmaan susunan dari pada nilai2 jang memberikan kepada manusia suatu susunan tudjuan dan norma2 dalam bekerdja dan dalam kehidupannja didunia, maka djelaslah bahwa tudjuan dan norma2 hidup mendjadi gojah. Dalam hubungan ini mendjadi gojahnja nilai2 sex terutama menimbulkan kesukaran2 jang berat sekali dalam iingkungan kebudajaan jang dipengaruhi oleh agama2 Semitis: Jahudi, Islam, Keristen. Dalam ketiga agama itu hubungan perkelaminan itu mempunjai suatu tempat jang istimewa, tunduk kepada matjam2 larangan dan suruhan2 jang keras sekali.

Tak dapat disangkal, bahwa dalam zaman modern, sebagai akibat bertemunja matjam2 kebudajaan dan kemadjuan matjam2 ilmu, baik didaerah-daerah jang beragama Keristen maupun jang beragama Islam, kelihatan ada suatu tendens, suatu ketjenderungan untuk meninggalkan aturan2 jang keras tentang perhubungan kelamin jang ditimbulkan oleh suasana kebudajaan Semitis itu.

Dalam karangan Gadis Rondonuwu Rasid tentang perhubungan sex di Sovjet Rusia pada permulaan revolusi, dapat kita batja bagaimana disana timbul teori meminum segelas air, jang mengatakan bahwa perkelaminan itu hanjalah memenuhi kehendak alam seperti kita meminum segelas air. Tetapi pada waktu permulaan revolusi itu tidak kurang dari pada Lenin sendiri jang menentang teori itu jang mengatakan : Sekalipun meminum segelas air, kita melihat dulu apa rupa air itu.

Demikian kelihatan bagi kita bahwa kebebasan perhubungan sex jang sebebas-bebasnja, jang membandingkann. la seperti meminum air, telah gagal. Tetapi bagaimanapun djuga djelas dari karangan Gadis Rasid itu, bahwa hubungan perkelaminan didaerah Sovjet Rusia jang luas itu telah bergerak, telah lepas dari ukuran2 jang ditentukan oleh agama2 Semitis itu.

Di Amerika kita lihat hasil penjelidikan Dr. Kinsey tentang kehidupan sex bangsa Amerika sangat menarik perhatian karena menundjukkan kenjataan jang amat berbeda dari pada etik perkelaminan jang resmi.

Kesetiaan perkawinan di Amerika sudah lepas dari pada ukuran2 seperti jang ditentukan oleh agama Kristen dan teristimewa agama Katolik: jang menentukan perhubungan untuk se-lama2nja. Sekaliannja ini adalah suatu kenjataan jang kita hadapi didunia sekarang ini. Dengan ini saja tidak mengatakan baik atau buruknja; saja hanja melukiskan jang kelihatan pada kita didunia sekarang ini. Hal jang seperti itu sedikit banjaknja berlaku djuga dinegeri kita, oleh karena negara kita ini tidak terlepas dari pada alam penghidupan dan kebudajaan2 jang lain jang menginsafkan kita, bahwa ukuran2 kita ini bukanlah merupakan ukuran satu2nja, akan tetapi adalah satu dari antara ukuran2 jang banjak sekali. Relativismus, scepticismus setjara per-lahan2 masuk kedalam negara kita.

Selain dari pada ini banjak faktor2 jang besar jang menimbulkan perubahan jang besar2, ialah perubahan2 jang sesungguhnja menghantjurkan penghidupan2 kebudajaan kita jang lama. Suatu tjontoh, misalnja timbuinja kota2.

Kita tahu, bahwa rakjat kita sebenarnja hidup didesa. Timbulnja kota setjara tjepat berarti menghantjurkan perhubungan2 desa. Masuknja mobil, masuknja pengetahuan ke-desa2, dll. semuanja telah mengadakan perubahan2 jang tjepat sekali, bukan sadja dalam susunan kehidupan desa tetapi djuga dalam nilai2nja.

Saudara2, kira2 14 hari jang lalu saja pergi ke Batusangkar untuk mengadjar disana. Saja mendengar, bahwa waktu mula2 Perguruan Tinggi Pendidikan Guru itu diadakan banjak sekali surat2 kaleng jang dikirimkan kepada para mahasiswa, oleh karena mahasiswa2 laki2 sering pergi berkundjung ke-mahasiswa2 perempuan. Akan tetapi setelah berdjalan 2 tahun tiada terdapat lagi surat kaleng, oleh karena orang sudah biasa, dan takmungkin terus-menerus mengirimkan surat kaleng sadja. Minangkabau itu adalah suatu daerah jang paling sadar pada adat: kita dengar orang mengeluarkan fikiran jang djelas terhadap tourisme. Mereka tidak dapat menerima tourisme, oleh karena hal itu dianggap mungkin merusakkan moral , saja kira tidak ada daerah jang mengeluarkan pendapat seperti itu. Sesungguhnja orang jang mengutjapkan bahwa tourisme, itu akan mungkin melumpuhkan moral, orang itu sadar betul. Tetapi sebaliknja Minangkabau ingin sekali madju. Sebenarnja tourisme dan sekolah itu sama merusaknja dilihat dari djurusan kebudajaan lama. Sebab pada sesuatu ketika sekolah itu membawa nilai2 baru jang sesuai dengan tjara berfikir jang logis, jang pada suatu ketika akan bertentangan dengan nilai2 jang lama. Demikian pada fikiran saja Minangkabau untuk kaum sosiolog interessant sekali. Sebab tidak ada suatu daerah jang demikian ingin madju, akan tetapi amat kuat mau mempertahankan adat. Satu hal lagi jang mengguntjangkan betul², ialah kemadjuan wanita jang kita terima dengan tempik sorak sebagai kemadjuan kita. Saja masih ingat pada suatu ketika Njonja Mangunsarkoro berkata, Kartini tidak mengerti kebudajaan kita. Dilihat dari suatu djurusan utjapannja itu benar, sebab dengan kemadjuan kaum wanita, kedudukannja sebagai kuntji dari pada rumah, kuntji dari pada keluarga, kuntji dari pada kehidupan seluruh masjarakat akan berguntjang. Tidak lain oleh karena sedjalan dengan kebebasan jang banjak itu, maka akan banjak pula tanggung djawab jang harus diterima diluar rumah jang akan mengguntjangkan sendi² rumah itu, seperti dapat kita lihat dirumah-rumah di-negara² lain, dimana pagi² si isteri pergi bekerdja, suamipun pergi bekerdja dan pada malam hari mereka bertemu sebentar sadja. Dengan demikian rumah tidak lagi mendjadi tempat penting bagi kehidupan. Dan kebebasan wanita itu bukan sadja kebebasan untuk bekerdja, kebebasan untuk bermatjam² aktivitet dalam masjarakat, tetapi bahkan djuga berupa kebebasan untuk mentjari suami, malahan kewadjiban untuk mentjari suami sendiri. Jang satu tidak dapat dilepaskan dari pada jang lain. Wanita sekarang ini keluar dari tempat pingitannja dan dengan memakai gintju, memakai pakaian jang kadang² menghebohkan, kita lihat masa sekarang ia merebut kedudukannja dalam dunia jang baru itu. Dalam dunia jang baru ini, dimana wanita itu bertanggung djawab sendiri akan hidupnja, dimana ia memakai tenaga² kewanitaannja dalam perdjuangan hidupnja, tentu sukar kita memakai ukuran² dari zaman mereka dipingit dirumah.

Kita hanja dapat mempertimbangkan perubahan² jang berlaku dalam masjarakat, apabila faktor² ini kita ingatkan : dengan pengetahuan itu, maka sikap dan perbuatan kita tidak akan bertentangan jang satu dengan jang lain seperti dua ekor kuda jang sedang menarik kereta, jang satu lari keselatan dan jang lain lari keutara. Djadi achir²nja jang berlaku dalam masjarakat kita sekarang ini adalah perubahan jang dalam, jaitu jang berhubungan dengan nilai² jang sangat mendalam dari masjarakat kita dan jang terdjelma dalam seluruh kehidupan kita: dalam politik, ekonomi, sosial, kekeluargaan dan sebagainja.

Saudara², sebenarnja jang kita bitjarakan malam ini, soal buku dan madjalah tjabul ialah bagian jang ketjil sekali dari soal jang melingkungi segala sesuatu hingga kalau kita besar²kan hanjalah merupakan ,,memindjam meriam untuk menembak lalat”.

Saudara², dengan memberikan latar belakang jang luas mengenai soal ketjabulan ini saja bermaksud mengemukakan kepada Saudara², bahwa apa jang mengagetkan kita sekarang ini barulah suatu permulaan ketjil dari suatu proses jang masih berdjalan terus : dalam waktu jang akan datang kita akan mengalami hal² jang djauh lebih mengagetkan lagi dari pada apa jang kita alami sekarang.

Sementara itu kalau kita lihat soal ini dengan latar belakang perbedaan nilai² dalam kebudajaan itu, dapatlah kita menginsjafi bagaimana sulitnja soal ini, djustru oleh karena Indonesia ini bukan sadja suatu daerah jang mempunjai bentuk kebudajaan daerah² jang banjak, tetapi djuga karena Indonesia dewasa ini dibandjiri bentuk² kebudajaan² dari seluruh dunia dengan perantaraan buku², dengan perantaraan perguruan dan pergaulan bangsa kita dengan bangsa dan negara asing! Tadi saja terangkan bagaimana tragisnja keadaan di Bali itu. Beratus-ratus tahun wanita Bali berpakaian tjara mereka dengan tidak dianggap tjabul, tetapi tiba² setelah kita merdeka, kebiasaan itu dianggap tjabul. Kelihatan kepada kita, bahwa perempuan jang berdjalan dengan dada terbuka itu an sich boleh dikatakan tjabul dan boleh dikatakan tidak tjabul. Disini faktor² nilai² dan tjara berpikir dalam sesuatu kebudajaan tergantung djuga kepada berbagai-bagai faktor jang lain. Pertama, faktor orang jang memperlihatkan dan kedua, faktor orang jang melihat. Dan apabila kita tindjau, baik orang jang memperlihatkan maupun orang jang melihat, mungkin dipengaruhi oleh nilai2 jang berbeda-beda, oleh karena mereka berasal dari lingkungan kebudajaan jang berbeda-beda, kelihatanlah kepada kita, bagaimana sulitnja soal ini, djustru pada waktu Indonesia sekarang ini sedang mengalami krisis dalam hal nilai2, sedang diantara bangsa kita sendiri tidak ada satu nilai jang mutlak. Demikian kalau kita melihat dalam undang2 jang berlaku sekarang tentang batjaan tjabul — meskipun saja tidak ada kesempatan untuk menjelidiinja lebih landjut — njatalah. bahwa jang terlarang itu ialah jang memberi aanstoot voor de eerbaarheid. Dan hal ini tergantung pada lingkungan kebudajaannja. Disatu lingkungan dikatakan tjabul, tetapi dilain lingkungan dianggap tidak tjabul. Malahan dinegeri Belanda jang tidak begitu besar perbedaan kebudajaannja seperti dinegeri kita sekarang ini, tentang hal batjaan tjabul ini timbul pertikaian jang hebat sekali. Misalnja ditahun 1921, berhubung dengan tulisan dalam madjalah Zwarte Kat, suatu vonnis jang didjatuhkan oleh pengadilan di Rotterdam sampai di Hof di Den Haag dibatalkan. Meskipun dikemukakan beberapa tjontoh oleh pengadilan di Rotterdam itu, oleh pengadilan jang lebih tinggi di Den Haag tulisan itu tidak dianggap tjabul. Tentu pula dalam lingkungan masjarakat kita jang lebih beraneka-warna dari pada di Nederland itu, dengan perbedaan tingkat-tingkat dari zaman batu sampai zaman modern ini, soal ini akan lebih sulit lagi.

Ini bukan berarti, bahwa kita tidak akan dapat bertindak, tetapi hanja sifat tindakan itu tergantung kepada polisi, kepada pengadilannja, kepada daerah-daerahnja setempat: dan kemungkinan besar sekali kita akan mendapatkan banjak pertikaian diantara kita sendiri tentang hal ini. Jang terutama saja tudjui dalam uraian ini ialah supaja djanganlah kita sekarang ini berusaha lagi untuk mentjari djalan mengadakan kemungkinan hukuman jang lebih berat, oleh karena dalam hubungan dunia modern seperti sekarang ini, soal ini amat banjak seginja jang mungkin menimbulkan kesulitan2 jang lain seperti menghalangi kemadjuan dan kebebasan seni dan ilmu. Selain dari pada itu ada djuga kemungkinan seperti saja kemukakan dalam salah satu dalil: tekanan dan paksaan etik tertentu jang lampau keras dalam pendidikan, akan menghadapkan kita dengan akibat2 jang lebih tidak dikehendaki.

Achirnja berhubung dengan ketjabulan itu mendjadi soal jang penting dan lebih luas lagi adalah : betulkah seseorang sesudah ia membatja sesuatu jang dikatakan tjabul, ia ingin berbuat tjabul, ataukah djustru karena membatja karangan tjabul itu, ja terhalang berbuat tjabul? Tentang hal ini belum ada kenjataan jang pasti. Ilmu sosiologi dan ilmu djiwa belum tjukup memberi bahan tentang betulkah seseorang jang sudah membatja karangan tjabul, betul2 ia akan berbuat sesuatu jang tjabul ; bebas atau tidak akan berbuat tjabul. Kita melihat misalnja dikota Paris pertundjukan2 telandjang, sedangkan pertundjukan2 sematjam itu terlarang sama sekali di Amsterdam. Dapatkah kita katakan, bahwa penduduk kota Paris lebih tjabul daripada penduduk di Amsterdam ?

Saja katakan tadi, bahwa saja sendiri tak sempat membatja tentang hal ini, tetapi sore hari tadi saja bertemu dengan Saudara Mudigdo dari Lembaga Kriminologi untuk mendapatkan keterangan daripadanja.

Betulkah ketjabulan sex itu banjak dilakukan oleh orang jang membatja karangan tjabul ? Pertanjaan itu tidak dapat didjawabnja: ahli2 bertentangan pendapat tentang soal ini.

Saudara2, sekarang saja hendak mengemukakan sesuatu jang pada fikiran saja merupakan bagian terpenting dalam soal ini, jaitu: kegagalan kita untuk memberikan jang positif pada pemuda2 kita. Inilah jang mengakibatkan sampai ,,meriam” kita tembakkan kepada lalat itu. Sesudah 10 tahun merdeka belum dapat kita menimbulkan nilai2 jang dapat menggembirakan pemuda2 kita, jang dapat mengisi pemuda2 kita. Kita melihat gedjala2 pada pemuda2 kita jang tidak baik, jaitu sering pergi kebioskop, bergelandangan dll.nja Sekaliannja itu karena tidak ada lain pekerdjaan jang dapat dikerdjakannja untuk mengisi waktu senggangnja. Ongkos kereta api disini terlalu mahal hingga mereka, misalnja, tidak bisa bertamasja melihat2 daerah2 Indonesia. Mereka tidak diandjurkan untuk mendaki gunung atau pergi ke-pulau2 untuk berenang, dsb. Lapangan luas jang lain ialah hobbyclub, misalnja, membuat kapal terbang, bermain2 sambil mengadakan penjelidikan atau bermain sport. Memang, di Djakarta ini alangkah sedikitnja tempat2 untuk bermain sambil mengembangkan ketjakapan dan menambah kegirangan. Disinilah terletak sesuatu jang positif ; berilah isi pada pemuda2 kita. Disinilah tetletak kegagalan kita jang terbesar.

Dalil2 saja sudah tjukup terang tentang ini dan saja lebih suka sekarang memberikan djawaban kepada pertanjaan2 atau bertukar fikiran.

Sekian sadja.

KETUA: Saja mengutjapkan terima kasih kepada saudara Takdir.

Saudara2 sekalian, dengan penuh minat kita telah mengikuti pemandangan Saudara Takdir jang banjak mengandung tantangan itu.

Sekarang marilah kita dengan hati ber-debar2 mengikuti sanggahan jang akan dikemukakan oleh Saudara Hamka.