Apakah Batjaan Tjabul/Pokok-pokok prasaran

Apakah Batjaan Tjabul
Pokok-pokok prasaran

BAB I

DISKUSI

Pokok-pokok Prasaran

Mr. St. Takdir Alisjahbana

I.

  1. Soal ketjabulan dalam buku dan madjalah adalah sebagian dari soal ketjabulan jang luas, jang disebut djuga soal krisis etik, jang banjak sekali dibitjarakan dalam masjarakat kita dalam beberapa tahun achir ini.
  2. Sebagai soal krisis etik, soal ini adalah sebagian daripada akibat perubahan struktur masjarakat dan kebudajaan jang sedang berlaku dinegeri kita sebagai bagian dari perubahan struktur masjarakat dan kebudajaan modern jang berpangkal pada achir abad pertengahan.
  3. Tak dapat disangkal, bahwa penjelidikan antropologi dan sedjarah tentang kebudajaan2, baik jang ,,bersahadja" maupun jang ,,tinggi", menundjukkan bahwa pemandangan etik itu relatif, bergantung kepada struktur kebudajaan jang membajangkan suatu sistim nilai2 jang tertentu.
  4. Dengan menerima kemungkinan, bahwa tjorak atau tjorak2 kebudajaan jang berkuasa di Indonesia sekarang ini adalah salah satu dari kemungkinan2 jang banjak dari pendjelmaan kebudajaan2 manusia, kita tak dapat menolak bahwa kita harus mengambil keputusan pada waktu dan saat sekarang.
  5. Pemandangan dalam negara2 jang dikatakan penduduknja beragama Islam maupun Kristen, tak dapat memberikan pedoman ukuran etik perkelaminan Kristen maupun Islam jang tertentu dalam kehidupan masjarakat dan kebudajaan jang njata.
    1. Tak dapat disangkal bahwa dalam penjelidikan ilmu djiwa dan ilmu masjarakat modern djelas benar ada ketjenderungan orang berpendapat, bahwa tekanan dan paksaan etik tertentu jang terlampau keras dalam pendidikan, akan berakibat penjakit2 pribadi dan masjarakat jang lebih berbahaja bagi individu dan masjarakat; demikian dalam banjak hal kita sekarang menghadapi perseregangan antara nilai2 etik jang dihasilkan oleh penjelidikan ilmu djiwa, ilmu masjarakat dan ilmu kebudajaan dengan nilai2 etik agama.

II.

  1. Termuatnja karangan2 dan gambar2 jang dianggap tjabul dalam madjalah dan buku jang dianggap tjabul, malahan termuatnja karangan2 dan gambaran2 jang demikian dalam suratkabar, madjalah dan buku jang tidak dianggap tjabul, bukanlah ukuran, bahwa anggota2 masjarakat kita sesungguhnja bertambah tjabul.
  2. Tentang hal ketjabulan karangan, gambar, patung dan lain2, harus kita ingatkan, bahwa jang menentukan ketjabulan adalah dua faktor,, jaitu iktikat orang jang mentjiptakannja dan iktikat orang jang membatja atau melihatnja. Tentang hal kedua2nja amat susah diperoleh suatu ukuran jang objektif.
  3. Dalam mempertimbangkan karangan2 jang dianggap tjabul, djangan dilupakan, bahwa kanak2 se-sama2nja, malahan orang dewasapun dalam pergurauannja, sering sekali mengeluarkan utjapanz, jang djika dibandingkan dengan karangan2 jang diterbitkan itu, tak kurang tjabulnja.
  4. Hendaklah dipertimbangkan djuga untuk menjelidiki hingga mana jang dinamakan tjabul itu sesungguhnja berakibat ketjabulan dalam masjarakat dan hingga mana ia mendjadi veiligheidsklep untuk djiwa anggota2 masjarakat.
    1. Sebab jang terbesar daripada ketjabulan dalam masjarakat kita dilihat dari djurusan etik kebudajaan lama, adalah perubahan struktur desa mendjadi struktur kota jang mengakibatkan kemiskinan dan terlepasnja individu2 dari ikatan2 jang lama, sehingga antara lain mengakibatkan perkembangan pelatjuran, dll.
    2. Segala faktor2 kemadjuan, antaranja bertambahnja tanggung djawab dan kebebasan wanita dalam masjarakat, menimbulkan keadaan2 dan kemungkinanz baru tentang perhubungan dan pergaulan antara laki2 dan perempuan jang tidak diperhitungkan dalam suasana kebudajaan dan pendidikan jang lama.
    3. Dilihat dari djurusan perkembangan kebudajaan hipokrisi tak kurang lebih djelek dari ketjabulan.
    4. Dengan menerima kemungkinan kesubjektifan jang tak dapat dielakkan, pada pikiran saja aturan2 jang ada dalam undang2 pidana sekarang ini telah mentjukupi untuk mengatasi gedjala2 jang tampak dalam masjarakat kita.
    5. Berhubung dengan perkembangan pribadi dalam susunan demokrasi berbeda dari dalam suasana diktatur jang penuh tjuriga, pendirian undang2 adalah lebih baik seorang pentjuri terlepas daripada seorang jang tak bersalah terhukum. Dalam hubungan perkembangan kebudajaan hal itu berarti bahwa dalam segala hal tjiptaan seni dan ilmu harus mendapat lapangan jang se-luas2nja, tak terganggu oleh ketakutan akan undang2 ketjabulan.

III.

  1. Sebaliknja daripada tjemas ber-lebih2an melihat gedjala2 ketjabulan, kita harus berusaha sungguh2 untuk mengerti proses dinamik masjarakat kita sekarang ini, sehingga banjak tenaga, pikiran, perasaan, fantasi jang keluar, jang harus diberikan saluran jang sehat dalam pribadi, masjarakat dan kebudajaan.
  1. Dalam hubungan ini kehebohan tentang ketjabulan, selain daripada mungkin mem-besar2kan jang ketjil dan dalam beberapa hal mempropagandakan jang dianggap tjabul itu (ingat sadja banjak orang jang tidak tahu nama2 buku jang dianggap tjabul itu, dan setelah mengetahui mulai mentjarinja) adalah suatu gedjala, bagaimana karena kekosongan djiwa kita sebagai pemimpin masjarakat dan kebudajaan, kita senantiasa menghadapi soal2 masjarakat dengan negatif, jaitu terutama dengan tjelaan, larangan, dsb.
  2. Demikianlah soal masjarakat dan kebudajaan kita jang sesungguhnja berhubung dengan soal ketjabulan ini, adalah bagaimana dengan positif mentjiptakan kemungkinan2 perkembangan djiwa dan usaha pemuda2 kita kearah ilmu pengetahuan, hobby, sport, pekerdjaan sosial, seni, bertamasja dll. Lalang hanja berkuasa dimana tak ada pohon2jang kuat dan rindang.
  3. Dalam hal ini sekarang usaha2 pendidikan, kebudajaan dan penghiburan masjarakat kita, memperlihatkan kegagalan jang se-besar2nja. Pemuda2 kita bukan sadja tidak tjukup mendapat motif, perkembangan hidup jang sehat jang sesuai dengan djiwanja dan zamannja, tetapi djuga kurang sekali mendapat kesempatan dan kemungkinan untuk memakai waktunja jang senggang, sehingga bioskop, kenakalan jang bukan2, batjaan tjabul, tidak tjukup mendapat saingan jang sehat.
  4. Sebagai sasterawan kita harus mengakui, bahwa sebagian daripada berkuasanja karangan2 jang tjabul itu adalah kegagalan kita memberi batjaan jang tjukup menarik, jang sesungguhnja berdjalin dengan kehidupan masjarakat kita dan teristimewa dapat rnendjiwai pemuda2 kita.