Beberapa So'al Pokok Menghadapi Pembentukan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
BEBERAPA SO'AL POKOK
MENGHADAPI PEMBENTUKAN
UNDANG-UNDANG DASAR
REPUBLIK INDONESIA
Pidato
Almarhum S. MANGUNSARKORO
di
Konstituante Republik Indonesia
15 Mei 1957
Penerbit :
Badan Usaha Keluarga Marhaen
Jogjakarta.
KATA PENGANTAR
Seluruh Kaum Marhaen mengikuti dengan saksama pidato-pidato para pemimpinnja didalam sidang-sidang Konstituante Republik Indonesia melalui pers dan radio.
Namun demikian kurang puas kiranja, kalau kita belum memiliki pidato-pidato bapak-bapak kita selengkapnja.
Djustru karena itu kami berusaha melalui saluran-saluran jang ada pada kami.
Dengan demikian kita dapat menelaähnja, untuk dapat menambah pengetahuan kita bersama.
Buat pertama kalinja kami sadjikan pidato almarhum Bapak Mangunsarkoro jang diutjapkannja pada Sidang Konstituante ke II tahun 1957.
Semoga didengarlah pidato almarhum oleh Rakjat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan Djajalah Marhaen.
Jogjakarta : Agustus 1957.
Badan Usaha Keluarga Marhaen.
Saudara Ketua, djika kita sekarang menghadapi pembentukan Undang-undang Dasar Negara kita, maka dapatlah kita katakan, bahwa kita memasuki fase terachir dalam revolusi nasional kita. Sedjak pengakuan kemerdekaan negara pada tanggal 30 Desember tahun 1949 maka dapatlah kita katakan bahwa dengan pengakuan kemerdekaan Negara kita oleh Belanda, maka revolusi jang bersipat perdjuangan sendjata sudah selesai. Tetapi belumlah selesai revolusi jang bersipat perubahan bentuk negara dan susunan masjarakat kita, bahkan dapatlah kita katakan bahwa usaha-usaha itu baru dimulai.
Saudara Ketua, Kemerdekaan negara jang kita miliki sekarang ini adalah hasil perdjuangan seluruh rakjat kita diwaktu jang telah lampau. Seluruh rakjat kita, dengan dipelopori oleh partai-partai politik dan diperkuat oleh segala pergerakan kebangsaan, baik jang bersipat keagamaan, Kebudajaan, maupun sosial dan ekonomi. Semua mereka itu merupakan satu gerakan rakjat jang membawa tjita-tjita kemasjarakatan jang bermatjam-matjam tjoraknja, tetapi semuanja menghendaki kemerdekaan tanah-air lebih dulu. Dengan tertjapainja kemerdekaan itu dapatlah tjita-tjita kemasjarakatan jang bermatjam - matjam itu mulai diwudjudkan. Bertemunja tjita-tjita kemasjarakatan dari seluruh rakjat kita jang beraneka warna itu mendjadi satu dengan selaras dan sewadjarnja mendjadi satu rangkaian jang baik dan harmonis adalah satu hal jang kita bersama dalam Konstituante harus usahakan. Satu rangkaian tjita-tjita jang merupakan ideologi negara kita, jang selandjutnja mendjadi pegangan dan tudjuan bangsa kita dalam pembangunan negara, mendjadi pimpinan dalam gerak kemasjarakatan kita, mendjadi ukuran baik dan buruknja segala sesuatu jang terdjadi dalam masjarakat. Dan ideologi jang mendjadi isi Undang-undang Dasar kita itu akan mendjadi pegangan dan tuntunan jang kuat bagi rakjat kita, djika tjita-tjita jang terhimpun didalamnja bisa dirasakan dan diakui kebaikannja oleh tiap-tiap orang sebagai tjita-tjitanja sendiri jang selalu hidup dalam sanubarinja.
Saudara Ketua, rupanja adalah alamat jang baik, bahwa Konstituante memulai pembitjaraannja jang langsung mengenai isi Undang-undang Dasar kita, djusteru pada tanggal 20 Mei, hari peringatan kebangsaan nasional. Memang pada hari itu tahun 1908 terdjadilah satu hal jang penting sekali dalam sedjarah bangsa kita, ialah berdirinja satu perkumpulan politik jang menudju kearah kemerdekaan Indonesia dan adjaibnja jang demikian itu terdjadi ditengah- tengah peladjar-peladjar didikan pendjadjah Belanda, jang oleh Belanda itu diharapkan djadi pembantunja dalam melaksanakan politik pendjadjahannja diwaktu jang akan datang.
Peladjar-peladjar itu dengan pimpinan Sutomo merasa bahwa deradjat bangsanja bisa naik kembali, walaupun menghadapi kekuasaan bangsa Barat, setelah terdjadinja perang Djepang dengan Russia, dengan kemenangan Djepang ditahun 1906. Berdirinja Budi-Utomo jang merupakan gerakan kaum terpeladjar itu kemudian disusul pula dengan berdirinja gerakan rakjat, ialah Partai Sarekat Islam ditahun 1912. Berbeda dengan Budi Utomo jang mendasarkan perdjuangannja pada usaha memadjukan bangsa pada umumnja, Partai Sarekat Islam mendasarkan perdjuangannja pertama-tama pada kemadjuan hidup ekonomi rakjat, dan itulah sebabnja maka Partai Sarekat Islam-lah pertama-tama jang mengadjukan faham ekonomi, jang menudju kemakmuran jang merata untuk rakjat.
Pada waktu itulah mulai disiarkan oleh pemimpin Partai Sarekat Islam Tjokroaminoto, bahwa faham ekonomi jang paling sesuai dengan adjaran Islam adalah faham ekonomi sosialis. Perdjuangan rakjat dilapangan ekonomi jang didjalankan oleh Partai Sarekat Islam itu achirnja melahirkan faham perdjuangan buruh jang sedjalan. Maka dapatlah kita mengerti tumbuhnja gerakan Partai Sarekat Islam merah jang achirnja mendjelma mendjadi gerakan komunis, dipelopori oleh Semaun. Gerakan komunis itu berkembang dan menimbulkan pembrontakan jang terkenal dalam tahun 1926 di Banten dan Sumatra Barat. Oleh Pemerintah Hindia Belanda dipukullah dengan hebat pemberontakan itu dan dilaranglah gerakan komunis di Indonesia. Maka hilanglah gerakan komunis itu diatas tanah, tetapi dibawah tanah teruslah gerakan itu berdjalan. Lain dari pada itu patutlah kita sebut djuga berdirinja National Indische Partij, dengan pimpinan trio Douwes Dekker ―― Tjiptomangunkusumo ―― Suwardi Suryaningrat, jang mulai menggambarkan adanja faham nationalisme baru atas dasar persamaan nasib dan persamaan kemauan sesuai dengan faham Renan, jang kemudian ternjata terus berlaku di Indonesia, malahan memberi djalan hapusnja soal minoriteit di Indonesia, jang sekarang sudah tampak akan mendjadi kenjataan. Kemudian disamping partai-partai Politik itu timbullah di Indonesia bermatjam-matjam gerakan lain, gerakan wanita dan pria, baik dilapangan sosial, agama, kebudajaan maupun ekonomi. Diantaranja patutlah disebut berdirinja Muhammadiah, jang bekerdja dilapangan keagamaan, pendidikan dan sosial dan Perguruan Tamansiswa jang bergerak dilapangan pendidikan dan kebudajaan. Perlu ditjatat disini bahwa sebagai organisasi Tamansiswa merupakan organisasi jang berdiri atas dasar kekeluargaan, artinja dengan faham : „dari tiap anggota segala sesuatu menurut ketjakapan dan kesanggupannja, untuk tiap anggota apa jang dibutuhkan bagi hidupnja”, tetapi semuanja atas dasar hidup dalam kesederhanaan. Tjita-tjita jang dikemukakan adalah kemadjuan rakjat jang merata dan satu masjarakat kekeluargaan jang tertib damai.
Saudara Ketua, semuanja gerakan itu menggambarkan usaha auto-activiteit rakjat disegala lapangan, semuanja ternjata mendjadi persiapan jang baik untuk zaman kemerdekaan jang akan datang. Dalam pada itu karena berlakunja apa jang disebut ”ethische politiek” dari pemerintah Hindia-Belanda bertambahlah djumlah sekolah jang didirikannja, untuk anak-anak kepala rakjat dan para prijaji. Dengan adanja Hollands Inlandsche School, dan landjutannja Mulo dan A.M.S., bertambahlah djumlah para pemuda jang karena didikannja dapat mengerti akibat pendjadjahan negerinja oleh Belanda. Organisasi-organisasi pemuda sebagai Jong-Java, Jong-Sumatranenbond, Jong-Ambon, dan lain-lain lagi sama berdiri sebagai badan latihan semangat kebangsaan dan latihan berorganisasi serta pemeliharaan tjita-tjita kemerdekaan bangsa, meskipun perkataan „kemerdekaan” itu terlarang.
Sjahdan, dengan terpukulnja pemberontakan komunis pada tahun 1926 itu maka timbullah satu idee baru, ialah idee "theoretische funderens" dalam pergerakan nasional, idee jang ditjetuskan dan disiarkan oleh Ir Soekarno. Maka berdirilah Partai Nasional Indonesia pada tahun 1927 dengan orientasi baru. Orientasi itu didasarkan pada pengalaman pergerakan beberapa tahun sebelumnja : potensi-potensi jang ada disegala lapisan masjarakat, himpunan kekuatan-kekuatan perdjuangan jang ada dalam satu faham persatuan, ialah faham kebangsaan Indonesia. Maka tampaklah dengan njata pada waktu itu bahwa adanja pendjadjahan dinegeri-negeri Asia disebabkan oleh berlakunja stelsel ekonomi liberalis di Eropa Barat jang menimbulkan kapitalisme, ialah susunan ekonomi jang membikin tertimbunnja modal kekajaan pada satu golongan ketjil dalam masjarakat, jang makin lama makin mendjadi kaja dan achirnja dapat menguasai pemerintahan negara dengan uangnja dan kemudian untuk mendjalankan uang modalnja jang berlebih-lebihan dengan aman memerlukan tanah-tanah djadjahan jang kaja-raja, jang didjadikan object exploitasinja. Disamping itu orang dalam mempeladjari sedjarah mendapat kejakinan, bahwa tiap-tiap pergantian kekuasaan negara mesti ditjapai dengan kekerasan, sebab tidak ada golongan pemerintah jang mau melepaskan kekuasaannja djika tidak dengan paksaan. Dan untuk itu harus ada organisasi. Organisasi itu lebih kuat djika didukung oleh seluruh rakjat, hingga boleh dikatakan, bahwa jang berdjuang adalah seluruh rakjat, hingga boleh dikatakan, bahwa jang berdjuang adalah seluruh rakjat. Maka dengan berdirinja Partai Nasional Indonesia mulailah pergerakan kebangsaan bukan hanja berhaluan anti-imperialis, tetapi djuga anti-kapitalis. Hal ini dalam Budi Oetomo belum mendapat ketegasan. Karena sipatnja jang anti-pengisapan dan anti-penindasan itu, maka Partai Nasional Indonesia ternjata dapat menggerakkan massa diseluruh pelosok Indonesia. Tetapi karena haluannja jang revolusioner itu maka Partai Nasional Indonesia oleh Pemerintah Hindia Belanda dipukulnja pula, beberapa pemimpinnja ditangkap dan diasingkannja, dan gerak kerdjanja dilarang. Tetapi perdjuangan itu kemudian diteruskan lagi dengan dasar-dasar dan tjara jang sama oleh Partindo dan Gerindo.
Dalam pada itu tampaklah makin lama makin madjunja gerakan wanita dan pemuda. Pada tahun 1928 terdjadilah kongres wanita Indonesia jang pertama jang merupakan petjahnja kesedaran nasional dikalangan wanita Indonesia dengan merata dan pada tahun itu pula terdjadilah Kongres Pemuda Indonesia jang pertama jang menjatakan sumpahnja, sumpah pemuda jang terkenal : „satu bangsa dan satu bahasa”. Maka luluhlah segala pergerakan pemuda jang berdasarkan kedaerahan mendjadi Indonesia Muda, berdasarkan kebangsaan jang satu, ialah kebangsaan Indonesia. Kemudian terdjadilah pula persatuan antara partai-partai politik kepulauan jang umumnja bersifat gematigd atas andjuran Partai Bangsa Indonesia. Maka timbullah partai nasional jang berorientasi persatuan dan kebangsaan Indonesia tetapi bersifat gematigd, ialah Parindra. Parindra ini banjak djasanja dilapangan pergerakan koperasi dan pada hakekatnja, memang menghendaki ekonomi sosialis. Dengan madjunja Parindra sebagai partai kebangsaan jang gematigd tetapi dengan tegas menudju kearah kemerdekaan tanah air itu maka dapatlah dikatakan, bahwa seluruh lapisan dan golongan masjarakat Indonesia telah mempunjai organisasi jang sesuai menurut kesukaannja dan menurut bakatnja serta tindjauan dan irama hidupnja.
Golongan Agama, golongan priaji, golongan buruh, golongan tani, golongan pengusaha, golongan wanita dan golongan pemuda, semuanja itu mempunjai gerakan jang diikutinja atau sedikitnja jang mendapat simpatinja. Semua bergerak menudju kemerdekaan tanah air dan bangsa, jang satu dengan tjara revolusioner jang lain dengan tjara gematigd.
Maka bertambah keraslah tuntutan „Indonesia Merdeka”, hingga Pemerintah Hindia Belanda tidak bisa mengabaikannja. Perkataan „Indonesia” dibolehkan untuk dipakai dengan resmi dan sedjak tahun 1931 mulailah sifat „Volksraad” mendekati badan perwakilan rakjat meskipun amat terbatas.
Dan ditahun 1941, pada waktu negeri Belanda diserbu nazi Djerman, Pemerintah Belanda dalam pengasingan menjanggupkan adanja „konperensi untuk mengatur kedudukan Indonesia, Suriname dan Antilla-Belanda, sesuai dengan permintaan zaman. Tetapi tanggal 27 Djanuari 1942 Fascis Djepang telah menjerbu di Indonesia, dan berkuasa. Dengan sistimnja totaliter jang ganas seakan-akan Djepang hendak menjapu bersih segala pengaruh Barat di Indonesia. Seluruh pengadjaran disekolah dirobah, seluruh administrasi negara dirobah, ja seluruh hidup kemasjarakatan dirobah dan diisi dengan faktor Djepang jang harus berkuasa. Dimana-mana dipasanglah alat radio umum jang mendengung-dengungkan diangkasa pekabaran baru, ialah datangnja zaman baru zaman kebesaran Asia-Timur-Raya. Dan untuk itu seluruh Rakjat harus bergerak, berdjuang dengan segala kekuatannja.
Berdjuang dengan pimpinan Djepang jang djaja. Seinendan, keibodan tonarigumi, kenrohoshi dan hoshi-hoshi lain-lain lagi serta matjam-matjam badan penggerak rakjat diadakan. Bermatjam-matjam latihan perang didjalankan oleh rakjat diseluruh pelosok negeri. Gerakan Tiga-A, Poetera, Djawa Hookookai diadakan sebagai pengganti gerakan-gerakan rakjat jang ada dizaman Belanda. Semuanja didjalankan dengan antjaman bajonet, tetapi memang semuanja bergerak, baik rakjat dikota, maupun rakjat didesa-desa. Indonesia mengalami pemerintahan jang kedjam, kedjam karena pemakaian sendjata, kedjam karena kerdja-paksa, dan kedjam karena mengurangi makanan rakjat dan pakaian rakjat jang dizaman sudah minimum. Ratusan ribu rakjat mengalami adjalnja. Dikota-kota besar dan dimana-mana orang lihat ada jang mati dipinggir djalan, selain ratusan ribu orang lagi jang mati karena dibawa kerdja romusha dinegeri orang.
Indonesia mengalami puntjak kemiskinan dan kemelaratan, tetapi rupanja itu semua adalah pembajaran sekolah jang amat mahal bagi rakjat Indonesia, jang pada waktu lima tahun itu beladjar berpikir dengan istilah perang, perang dengan bersendjata apa sadja jang ada, asal teratur dengan disiplin disertai keberanian dan semangat jang memuntjak dalam tindakan berdjibaku. Pengadjaran itu diterima oleh rakjat Indonesia dengan tidak diminta, tetapi malahan dipaksakan padanja sebagai persiapan tangkisan jang harus didjalankan rakjat, djika Inggeris atau Amerika datang menjerang. „Inggeris dilinggis, Amerika diseterika”.
Rupanja memang benarlah ramalan Djojobojo. Setelah Indonesia dikuasai oleh bangsa jang berkulit kuning seumur djagong lamanja, maka pasti merdekalah Indonesia. Dan benarlah, setelah tigasetengah tahun berkuasa di Indonesia, maka djatuhlah Djepang karena kalah perang.
Pemerintah Balatentara Djepang di Indonesia harus mundur dan pada ketika itu datanglah waktunja jang menetapkan : Proklamasi Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945! Komite Nasional berdiri dimana-mana dengan pusatnja di Djakarta, Komite Nasional itulah jang memegang Pimpinan revolusi-nasional jang sedjak itu terus berdjalan. Kemudian Komite Nasional mengadakan Pemerintah Nasional, jaitu Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang Dasar jang telah disiapkan pada waktu akan berachirnja zaman Djepang, oleh badan persiapan Indonesia - Merdeka. Undang-undang Dasar itu merupakan satu himpunan pengalaman perdjuangan diwaktu jang telah lampau dan membawa segala aliran hidup dan tjita-tjita kemasjarakatan dari seluruh bangsa Indonesia.
Tjita-tjita kemasjarakatan dan keagamaan jang tampak pada pergerakan kebangsaan itu seakan-akan terhimpun dalam satu rumusan ideologi negara dengan nama Pantjasila. Pantjasila itu berdasarkan lima pokok jang dapat memberi kebahagiaan kepada manusia, dua pokok hidup kebahagiaan batin, ialah Ketuhanan dan Perikemanusiaan dan tiga pokok hidup kebahagiaan lahir, ialah kebangsaan, kedaulatan rakjat dan keadilan sosial. Pemerintah Nasional jang berdiri sedjak itu selandjutnja memimpin revolusi nasional kita, dengan Bung Karno sebagai Presiden dan Bung Hatta Wakil Presiden. Komite Nasional Pusat bekerdja terus sebagai badan perwakilan seluruh rakjat, dan Komite Nasional Daerah sebagai badan perwakilan rakjat daerah. Organisasi ketentaraan kita wudjudkan dengan bekas Peta sebagai permulaan.
Setelah perginja pemerintah balatentara Djepang maka berusaha kembalilah pemerintah Belanda dengan bantuan Inggeris. Maka terdjadilah pertempuran dimana-mana antara tentara kita dengan tentara Belanda. Sebagian dari Indonesia dapat dikuasai Belanda kembali, pusat pimpinan perdjuangan revolusi berpindah ke Jogja. Dengan melalui persetudjuan Linggardjati dan persetudjuan Renville jang merupakan tipuan halus bagi Pemerintah Republik Indonesia jang kita telah kenali itu, achirnja tertjapailah Persetudjuan Konperensi Medja Bundar jang menetapkan lepasnja Indonesia dari kekuasaan Belanda, ketjuali Irian Barat. Republik Kesatuan Indonesia mendjadi Republik Federal, Anggota Uni Indonesia-Belanda, jang kepalanja adalah Radja Belanda. Kemerdekaan Indonesia diakui sepenuhnja oleh Belanda. Maka digantilah mulai tanggal 30 Desember 1949 konstitusi proklamasi dengan konstitusi baru, ialah konstitusi negara federal tetapi pokok-pokok pikiran hidup kemasjarakatan jang mendjadi dasar tetap bersamaan, ketjuali tentang bentuk negara. Ideologi negara jang termaktub dalam konstitusi federal itu tetap ideologi Pantjasila. Hal itu tidak memuaskan sama-sekali, tetapi semuanja terdjadi dengan persetudjuan Pemerintah Republik Indonesia, dengan perhitungan, bahwa jang pokok adalah pengakuan kemerdekaannja jang dinjatakan „onherroepelijk”.
Dengan kemerdekaan itu sebagai modal maka dirobahlah susunan federal itu setengah tahun kemudian mendjadi negara kesatuan kembali dan achirnja pada tahun 1956 dibukalah setjara unilateral Uni Indonesia Belanda itu. Dengan dibubarkannja susunan federal itu patahlah harapan Belanda untuk terus ikut berpengaruh pada djalan pemerintahan Indonesia dengan melalui pemerintah - pemerintah negara bagian. Dan dengan bubarnja Uni Indonesia-Belanda hantjur leburlah illusi fihak Belanda jang terachir untuk terus berpengaruh di Indonesia.
Dalam pada itu tampaklah perubahan sifat Revolusi Nasional kita. Setelah pengakuan kemerdekaan kita oleh pihak Belanda pada achir tahun 1949 itu, revolusi bersendjata telah selesai, revolusi jang bersifat merobah susunan masjarakat mendjadi sesuai dengan kehendak Undang-Undang Dasar sementara dimulai. Komite Nasional Pusat jang dahulu diganti Dewan Perwakilan Rakjat Sementara. Partai-partai mulai berkembang dan berdjuang berebut-pengaruh didalam pemerintahan. Sebagian besar golongan pedjuang bersendjata harus kembali hidup dalam masjarakat biasa. Golongan tentara bukan lagi pertama-tama dihadapkan dengan soal pertempuran, tetapi lebih-lebih pada soal tempat dan kedudukannja sebagai tentara dalam negara dan masjarakat. Tiap orang ingin melihat naik deradjat negaranja disamping negara-negara jang sudah madju, tetapi disamping itu djuga ingin lihat kedudukannja diri sendiri naik setinggi mungkin, dengan alasan karena negaranja sudah merdeka. Golongan pegawai dan buruh merasa tidak perlu lagi bekerdja dengan disiplin, karena jang demikian itu dianggapnja masih kolonial, sedangkan kepala-kepalanja tidak mau menegor pelanggaran disiplin itu, karena mereka sendiri djuga merasa enak melanggarnja. Hal-hal itu menimbulkan persoalan-persoalan baru dalam masjarakat kita jang masih berada dalam fase penjelesaian Revolusi Nasional.
Tindakan - tindakan salah didjalankan oleh sementara pemimpin partai dan sementara pedjabat-pedjabat tinggi dan menengah di kalangan sipil, tentara dan polisi, dan keinginan hidup mewah ternjata merupakan rintangan-rintangan jang hebat dalam penjelesaian revolusi nasoinal kita, disebabkan para pemimpin revolusi terlibat dalam kesukaran itu. Desintegrasi negara dan masjarakat makin lama makin menghebat, ditambah pula kekuatan - kekuatan destruktif dalam masjarakat, sebagai gerakan pengatjau negara sebagai Darul Islam, Tentara Islam Indonesia dan lain-lainnja. Semuanja itu membikin tambah hebatnja kemungkinan tjampur tangan negara-negara Imperialis Asing dibawah tanah, jang menghendaki hantjurnja negara kita. Negara kita sekarang menghadapi bahaja bangkrut dan dalam suasana jang demikian itu kita sekarang sebagai Konstituante akan menjusun Undang-Undang Dasar Negara kita. Kita semua merasa gelisah dan mungkin kita mentjari sebab-sebabnja. Itu semua disebabkan oleh hantjurnja dasar-dasar hidup jang lama sedjak masuknja balatentara Djepang di Indonesia dan kemudian bertambah lagi karena revolusi nasional kita. Dasar hidup jang lama hantjur, dasar hidup jang baru belum tumbuh !
Itulah sebabnja maka masjarakat Indonesia sebagai dikotjok dan diobrak-abrik, tiada berketentuan. Selama dasar hidup baru belum timbul, maka tetaplah keadaan masjarakat kita katjau-balau. Tertjapainja Undang-Undang Dasar baru bentuk negara kita mungkin akan dapat memberi dasar hidup jang baru itu.
Karena itu, Saudara Ketua, maka haruslah tjita-tjita jang mengisi Undang-undang Dasar kita sesuaikan dengan tjita-tjita jang terlukis dalam sedjarah perdjuangan Nasional tadi. Tjita-tjita itu kita sesuaikan pula dengan keadaan dan keperluan masjarakat kita sekarang ini. Perlu kita pikirkan pula persesuaiannja dengan sipat rakjat kita dan keadaan alam Indonesia serta kedudukan negara kita ditengah-tengah negara-negara seluruh dunia. Dengan begitu Undang-undang Dasar mendapat dasar jang kuat.
Saudara Ketua, dalam memikirkan isi Undang-undang Dasar itu dengan lekas tampak kemuka soal-soal jang pokok. Pertama ingin saja mengemukakan soal-soal bentuk negara, kekuasaan jang berlaku dan keadaan rakjat. Dalam menetapkan hal-hal jang berhubungan dengan itu maka dapatlah kita kemukakan dasar jang pokok, ialah bahwa adanja negara itu adalah untuk kebahagiaan rakjat kebahagiaan lahir dan kebahagiaan batin, kebahagiaan rakjat seluruhnja dengan merata. Dalam sedjarah bangsa kita dapat kita ketahui bahwa bentuk keradjaan tidak dapat memberikan kebahagiaan itu. Maka tidak bisa lain, bentuk republiklah jang kita kehendaki. Negara jang berbentuk republik dan berbentuk negara kesatuan. Bahwa jang kita hendaki adalah negara kesatuan, tiap orang dapat mengerti, berdasarkan sedjarah perdjuangan kebangsaan kita.
Saudara Ketua, djika sekarang kita mengalami kesukaran-kesukaran dilapangan kedaerahan adalah bagi kita satu peladjaran, bahwa sikap pusat kepada daerah sebagai diwaktu jang telah lampau itu adalah banjak mengandung kesalahan, tetapi perlu djuga kita tjatat kurangnja kesedaran didaerah atas keharusan jang sebenarnja dalam hubungannja dengan pusat.
Lepas dari pada adanja kesalahan-kesalahan jang dibuat oleh pusat dan oleh daerah dalam hubungannja itu, dapatlah kita sekarang menaruh harapan jang sebesar-besarnja atas berlakunja selekas mungkin autonomi daerah dengan sepenuhnja. Tertjapainja Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Perimbangan Keuangan adalah satu djaminan bahwa daerah-daerah sekarang djuga sudah dapat dan malahan harus memulai autonominja. Tidak boleh tidak, dalam negara jang bersifat kesatuan itu, haruslah autonomi daerah dapat aksentuasi jang semestinja.
Saudara Ketua, berbitjara tentang kekuasaan jang ada dalam negara, dapatlah dengan pasti kita katakan, bahwa seluruh rakjat kita berdasarkan sedjarah perdjuangan kita menghendaki rakjat sendirilah jang berkuasa dalam negara, seluruh rakjat bersama-sama dilapangan legislatif, esekutif dan judisèr. Dan bagaimana hendaknja kekuasaan rakjat itu didjalankan, dapatlah kita bitjarakan lagi pada waktunja. Jang pokok ialah bahwa kedaulatan ada pada rakjat ! Ini adalah jang selalu mendjadi tudjuan perdjuangan kebangsaan.
Saudara Ketua, dalam memikirkan keadaan rakjat dan negara itu tampaklah pula adanja persoalan manusia dan masjarakat. Bagaimanakah kedudukan manusia sebagai individu dan bagaimana kedudukan masjarakat sebagai satu collectiviteit. Manakah jang harus diberatkan, individukah atau collectiviteitkah? Dan manakah jang lebih tjotjok dengan sifat hidup kemasjarakatan Indonesia. Kita mengetahui, bahwa penjelidikan ilmu pengetahuan menundjukkan, bahwa bentuk hidup kemasjarakatan bangsa kita jang berlaku diseluruh Indonesia adalah bertjorak communalisme.
Karena itu, supaja sesuai dengan dasar alam jang ada, maka pada tempatnjalah djika sekarang kita meletakkan perhatian kita pertama-tama pada hidupnja collectiviteit, tetapi hidup collectiviteit jang segar dan jang memberi kemungkinan berkembangnja individualiteit seluas-luasnja, lahir dan batin. Maka perlulah dalam meletakkan hak-hak azasi manusia dalam Undang-undang Dasar kita selalu kita pikirkan bahwa hal itu harus berdjalan dengan tidak melemahkan keadaan masjarakat sebagai collectiviteit dan diusahakan supaja kemadjuan tiap individu membawa manfaat kepada collectiviteit dan sebaliknja bahkan bersifat harmonis dengan kedudukan collectiviteit. Dalam pada itu perlulah kita ingati bahwa rakjat kita kini sedikitnja terdiri atas ± 90% golongan rakjat djelata jang miskin. Mereka itu kebanjakan masuk golongan tani dan buruh. Maka djika kita menghendaki kebahagiaan rakjat kita seluruhnja dengan merata, mau tidak mau, kita mesti memperhatikan kedudukan tani dan baruh itu. Dengan perbaikan kedudukan mereka jang masuk rakjat djelata itu, maka bolehlah dipastikan bahwa keadaan seluruh rakjat kita mendjadi baik.
Sebaliknja djika rakjat djelata jang 90% itu tidak kita perhatikan kemadjuan dan perbaikan nasibnja, djarak antara mereka dan golongan jang hidup lebih baik, makin lama makin djauh dan akibatnja tentu kebentjian mereka kepada golongan jang mampu, lebih-lebih kalau golongan jang mampu itu bersikap mengisap dan memeras mereka. Hal jang demikian itu tentu akan menimbulkan ketegangan didalam masjarakat, ketegangan jang pada satu ketika dapat menimbulkan letusan jang tidak kita kehendaki.
Saudara Ketua, djika kita selidiki benar-benar keadaan masjarakat kita sekarang ini, maka dapatlah kita katakan bahwa mereka jang boleh dikatakan sudah dapat mengenjam kenikmatan dengan tertjapainja kemerdekaan ini adalah baru golongan terpeladjar sadja, baik dilapangan sipil, militer, maupun polisi. Mereka itu kini banjak jang sudah merasa puas karena menduduki tempat jang baik bekas kepunjaan bangsa pendjadjah asing dahulu. Mereka merasakan hidup mewah, kadang-kadang ada jang sampai mabuk kemewahan, hingga mendjalankan hal-hal jang tidak semestinja. Segala kenikmatan hidup ingin ditjapainja, sedikitnja kenikmatan hidup jang dulu ada pada bangsa pendjadjah. Disamping itu kita lihat keadaan rakjat djelata jang 90% itu jang masih hidup seperti dalam keadaan zaman pendjadjahan. Djika golongan terpeladjar sekarang dalam kedudukannja jang mewah itu mempertahankan kekuasaannja dalam negara, golongan tani dan buruh jang miskin itu kini merupakan faktor revolusioner jang pada waktunja bisa menimbulkan gerakan teratur merebut kekuasaan. Kalau hal jang demikian itu tidak lekas berobah, saja kira Saudara Ketua, ramalan orang bahwa akan timbul sociale revolusi di Indonesia ini akan terdjadi benar-benar. Maka pada tempatnjalah djika kita dalam menjusun Undang-Undang Dasar ini memasukkan pendjagaan terhadap hal itu, tetapi pendjagaan structureel, dengan memberi ketetapan, bahwa kedudukan tani dan buruh dalam negara adalah penting sebagai kekuatan produksi jang pokok, untuk mendjamin adanja kemakmuran rakjat jang merata. Oleh karenanja haruslah terpelihara sepenuhnja kekuatan tani dan buruh itu supaja bertambah tinggi kwaliteitnja untuk kepentingan kemakmuran seluruh negara. Meninggikan kwaliteit kekuatan tani dan buruh sebagai tenaga produk ini bagi negeri kita amat penting, karena kita harus mengadakan industrialisasi jang memerlukan disiplin, ketjakapan dan kepandaian buruh, padahal seperti jang lebih dulu telah saja kemukakan mengenai buruh dan pegawai, banjak mereka itu jang kini merasa bebas dari disiplin dan meskipun amat kuat menuntut kenaikan gadji, ternjata hasil produksinja malahan mendjadi kurang, djika dibandingkan dengan zaman pendjadjahan Belanda. Mengenai tani baiklah kita ingati, bahwa modernisasi dari tjara kerdja untuk menaikkan produksi minta daripadanja lebih banjak ketjakapan dan pengetahuan serta kesedaran sebagai tenaga ekonomi jang amat penting, terutama bagi Indonesia, jang masih tetap bersifat negeri-pertanian.
Saudara Ketua, lain dari pada itu penting djugalah kiranja adanja ketetapan harus adanja sistem ekonomi kekeluargaan seperti jang termaktub dalam Undang-undang Dasar kita sedjak Undang-undang Dasar Proklamasi itu. Tjabang-tjabang produksi jang penting bagi negara dan rakjat dikuasai oleh negara; bumi, air dan udara dan segala kekajaan jang terkandung didalamnja dikuasai negara sepenuhnja untuk dipergunakan bagi sumber kemakmuran rakjat jang seluas-luasnja. Adapun tjara penjelenggaraan dasar-dasar hidup ekonomi itu lebih landjut dapatlah nanti kita tetapkan bersama-sama dalam detail-detailnja.
Bahwa kegiatan ekonomi jang dapat mendjadi sumber kemakmuran rakjat dengan merata itu harus tersebar diseluruh pelosok-pelosok Indonesia dengan merata pula, adalah satu hal jang amat penting untuk dimasukkan didalam Undang-undang Dasar, disamping pasal-pasal tentang ketetapan autonomi daerah.
Saudara Ketua, mengingat kenjataan bahwa kini tidak ada satu negara didunia jang bisa hidup sendiri, maka haruslah kita meletakkan djuga dasar-dasar jang kuat sebagai pegangan pimpinan negara kita dengan negara-negara lain. Hubungan antara negara-negara jang tidak bersifat persaudaraan sama tinggi-sama rendah tentu tidak kita anggap semestinja, apalagi hubungan jang bersifat penguasaan negara satu oleh jang lain. Dalam pada itu kita lihat, bahwa negara-negara didunia ini tidak dapat meninggalkan paham kebangsaannja. Timbulnja aliran-aliran Komunis Nasional Joegoslavia, Polandia, Hongaria dan mungkin dilain-lain negeri djuga adalah mengandung arti jang penting. Adanja faham kebangsaan itu perlu untuk pendjagaan keselamatan negara. Walaupun begitu tidak luput, tiap bangsa dengan adanja perhubungan jang tjepat sekarang, pasti tiap-tiap waktu merasa ikut mendjadi warga dunia. Maka seharusnjalah kita memiliki paham kebangsaan jang luas, paham kebangsaan jang berdasar prikemanusiaan dan perkawanan antara bangsa, jang membikin kita memandang bangsa lain sebagai Saudara, bangsa jang mendjadi kawan dalam usaha untuk mewudjudkan persaudaraan antara bangsa-bangsa seluruh dunia dan bersama-sama mewudjudkan perdamian dunia jang kekal.
Saudara Ketua, sekianlah uraian saja mengenai pokok-pokok soal jang terkemuka jang saja mintakan perhatian Konstituante. Saja hanja ambil pokok-pokok jang terkemuka sadja, karena kawan-kawan sefraksi Saudara-saudara Soedarisman Poerwokoesoemo dan Loekman Hakim telah mengadjukan pokok-pokok itu seluruhnja. Dengan memadjukan pokok-pokok jang terkemuka ini dapatlah orang melihat dasar-dasar sistematik Undang-undang Dasar jang harus kita rumuskan pula.
Saudara Ketua, terima kasih.
Karya ini berada pada domain publik di Indonesia karena penciptanya telah meninggal dunia lebih dari 70 tahun yang lalu atau dipublikasikan pertama kali lebih dari 50 tahun yang lalu. Masa berlaku hak cipta atas karya ini telah berakhir. (Bab IX UU No. 28 Tahun 2014)