Buat H.J. dan P.G.
Seperti sebuah makam yang tenang:
dua leli paskah
disematkan
pada mawar hitam.
Seperti kelebat jam yang datang:
kupu-kupu putih
melenyapkan putih
ke loteng lengang.
Seperti sebuah bel yang riang,
kabar itu datang ke ruang
telah kuketok kawat,
“Bapak, saya agak tiba terlambat.”
Maka aku berbisik hati-hati
kepada malaikat yang tiba pagi,
“Hari ini aku
belum ingin mati.”
“Sebab anakku
akan terbang kemari
dari rumahnya yang jauh
di sebuah negeri yang teduh.”
Lalu kutunjukkan potretmu: 1985
ketika kau senyum
pada stang sepeda
di depan rumpun asalea.
Dan malaikat itu tertawa.
Adakah yang lebih sakral, anakku,
pada potret-potret lama
kecuali tempat yang kita kenal
saat-saat yang tak pernah baka?