Catatan-catatan Jakarta
I
Jendela-jendela pun sunyi
Menangkap kelam kali
Yang kering, yang terasing
Jauh dalam kerak musim
Dan bersitahanlah kota: ruang-ruang tua
Bertalu-talu beribu gema
Langkahan hidup yang gigih
Di bumi letih
II
Sisa sedihkah riuh-rendah
Dari sesuatu yang hilang dilupa
Antara gairah, antara gelisah
Bila tahun-tahun pun tiba?
Sisa sedihkah ini senyap
Dalam getar separuh senja
Antara deru mobil, huruf berlampu kerjap
Sungai yang tak berkata-kata?
III
Pada puncak-puncak licin ini
kupahatkan letihku di deru pagi
Karena telah terhisap keringat oleh malam
Mengucur ke daratan amat tajam
Pada detik-detik panjang ini
Kubangunkan rumah, kubangunkan bumi
Antara air mata, sajak-sajak yang tertinggal
Antara martil berdegar-degar
Tapi tidakkah pada akhirnya akan ditinggalkan
Seorang jauh di senja masa depan
Yang makin menganga, semakin pancang ditegakkan
Ketika lampu-lampu berpendaran, embun jatuh berkepanjangan
IV
Sidang malam hari ini
Menggegar ruang beribu kursi
Tentang seratus tahun-tahunmu, saudaraku
Riwayat yang datang dalam cetak-biru
Pidato malam hari ini
Terkelupas dari lembar-lembar lesi
Sebuah legenda - sebuah legenda, saudaraku
Dalam kuap panjang yang satu
Berita apakah akhirnya
Yang pecah di puncak kota
Engkau tahu
Dan sajak pun tahu
Derita apakah jadinya
Yang terpupus serasa dusta
Aku tahu
Dan engkau pun tahu
Berpijarlah yang hijau: daun serta rumputan taman
Berderailah. Dan lampu-lampu pun padam berturutan
Bersama satu kereta - mentari membola - ayam pagi
Dan semua yang kepada kita akan kembali
Maka bangkitlah: kehangatan pasar pun lepas lelap
Dan tersenyum. Kini rumah-rumah telah rekahkan pintu-halaman
Untuk menghadang, meski tak mengerti: semacam aspal jalan
Semacam kotak-surat - atau rel-rel suram kemerlap