Di Jazirah Burung Hantu

Di Jazirah Burung Hantu  (1990)  oleh Goenawan Mohamad
1990


Di Jazirah Burung Hantu selalu datang
ombak yang saling memperebutkan batas
yang kita
tak pernah tahu.

Merambat, melepas
telapak teluk, baris cadas,
dalam suara sibuk
pasang yang menorehkan bekas.

Tapi kali ini balsam hutan memilih warna jintan
di ceruk selatan pelabuhan.
Pesta tengah Mei
setelah unggas tak pergi lagi.

Sementara kau akan dengar juga teriak mercu
menabrak kabut, menyibak gelap,
menggapai
kapal-kapal lunglai,

layar yang tiarap
di sela-sela grimis keras, grimis kerap,
kepada siapa akanan
berhenti membiru, dalam sore yang jadi sembab.

Paginya teluk akan timpas
dan akan pulang, semua pulang,
pemburu-pemburu udangkarang
ke pantai yang hanya bekas.

Dan kau bertanya adakah lusa akan kaulihat kembali
perbani, bulan yang jalan seperti gadis peniti tali
dalam sebuah sirkus senja
antara pucuk karang dan pohon elma.

Tapi di Jazirah Burung Hantu, sepi
adalah suara takzim
gumam darun-daun hikori: suara mualim
pada peta navigasi.

Dan kau akan datang ke sana, mengikuti arahnya,
seakan ombak, seakan ombak,
biru, kelabu, selalu—
sebelum pergi.