Ensiklopedi Nusantara

Ensiklopedi

Nusantara
Mengenal Tanah Air
sunting

memuat berbagai data penting
mengenai alam dan kehidupan di seluruh nusantara
Editor: Widjiono Wasis

Tampaklah Hutan
Rimba dan Ngarai
Lagipun Sawah
Sungai yang Permai
Serta Gerangan,
Lihatlah Pula
Langit yang Hijau
Bertukar Warna
Oleh Pucuk,
Daun Kelaa
Itulah Tanah,
Tanah Airku

Moh. Yamin, 1920.

Kata Pengantar sunting

Seorang guru salah satu SMA di wilayah Jakarta Selatan sempat mengeluh bahwa tidak sedikit anak didiknya yagn tidak tahu di mana letak pulau Sumba, bahkan juga sungai Mamberamo, atau bila ditanya letak pulau Siberut.

Kenyataan bahwa masih banyak anak didik yang belum mengenal Tanahairnya secara baik -- yang juga dialami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, tentulah bukan hal baru. Bahkan cerita adanya seorang mahasiswi yang nampak ragu-ragu ketika diajak temannya untuk pergi ke pedalaman Kalimantan karena "takut" pada orang Dayak yang konon menyeramkan, jelas suatu kemunduran, sebab cerita demikian adalah warisan yang sengaja dihembus-hembuskan para kolonial.

Peristiwa seperti itu bisa terjadi karena (terus terang) masih kurangnya informasi tentang Indonesia sehingga mengakibatkan senjangnyakomunikasi. Kesenjangan komunikasi telah memuat orang terkungkung pada pemikiran sterotipe yang usang.

Sejauh ini informasi mengenai Indonesia umumnya masih didominasi brosur. Kalaupun ada buku yang berisi Indonesia, masyarakat masih menganggap sebagai buku pariwisata, bukan buku pengetahuan.

Ciri buku-buku pariwisata yang sudah beredar di pasaran, umumnya mengetengahkan obyek-obyek wisata tertentu dengan bahan kertas luks dan tata warna yang beraneka ragam. Ini mengakibatkan tingginya ongkos produksi dan tentu saja melangitnya harga jual. Dengan harga jual yang sangat tinggi, sudah tentulah jangkau beli masyarakat pemakai buku juga terbatas. Hal ini sama artinya tujuan memasyarakatkan Indonesia melalui buku tidak tercapai, karena hanya masyakarat tertentu yang bisa memiliki buku tersebut.

Hadirnya Buku Ensiklopedi Nusantara, yang memuat berbagai data penting mengenai alam dan kehidupan Indonesia, diharapkan bisa memperkecil kesenjangan dan masalah di atas.

Buku ini, selain memuat obyek-obyek wisata di 27 provinsi di Indonesia, juga memuat Tonggak-Tonggak Sejarah di masing-masing provinsi. Pada Tonggak-Tonggak Sejarah, sengaja hanya ditampilkan Indonesia pada masa prasejarah hingga Indonesia merdeka, yakni tahun 1945. Kelanjutan dari tahun-tahun bersejarah akan ditampilkan pada cetakan-cetakan berikutnya.

Buku setebal 800 halaman ini sesungguhnya terbagi dalam 2 bagian. Bagian pertama meliputi: Ideologi, Sejarah, Bunga-Bunga Bangsa, dan Mengenal Tanahair. Sedangkan bagian kedua memuat: Data Provinsi, Tonggak Sejarah, Obyek Wisata, Budaya, Komunikasi, Transportasi, Potensi Alam, Flora, dan Fauna.

Untuk Siapa?

Ensiklopedi Nusantara disusun untuk semua tingkatan sekolah dan masyarakat umum. Bagi para pelajar, buku ini akan sangat bermanfaat sebagai sumber pengetahuan, terutama dalam upaya menambah cakrawala wawasan Nusantara. Dan bagi masyarakat umum, berguna sebagai sahabat dalam mengenal obyek-obyek wisata Indonesia.

Sungguhpun demikian, bagi masyarakat yang bleum bisa baca dan tulis, buku ini diharapkan bisa memenuhi hasratnya untuk mengenal Tanahair melalui gambar-gambar dan foto ilustrasi. Itulah sebabnya buku Ensiklopedi Nusantara ini dirancang hampir tiap halaman disertai gambar.

Kalau buku yang ada di tangan Anda ini tidak menggunakan teknik cetak warna dan menggunakan kertas luks, semata-mata karena keinginan untuk memenuhi harapan adanya buku yang baik dengan harga terjangkau masyarakat luas. Lebih dari itu, juga berdasarkan pemikiran bahwa buku yang baik tidak selalu berwarna juga tidak selalu dengan kertas yang luks.

Akhirnya kepada para peminat yang telah mengirimkan uangnya jauh hari sebelum buku ini terbit, terutama yang dari daerah Kupang, Yogyakarta, Bengkulu, dan Pontianak, terimalah permohonan maaf kami yang sebesar-besarnya. Semoga di waktu-waktu yang akan datang hubungan baik kita semakin akrab.

Amin.


Widjiono Wasis
Jakarta, Januari 1989