Halaman:108 Pendekar Gunung Liang San Seri I.pdf/34

Halaman ini tervalidasi

kin mendjadi.

Melihat hal ini Lie Tiong, Su Tjin dan Lo Tie Djim sangat beriba hati, segera Lo Tie jim dengan suara lemah bertanja pula :

„Tetapi mengapa anak perempuanmu menangis amat pilu ?“

Orang tua itu setelah batuk² sebentar lalu melandjutkan lagi;

„Tjiangkun, jang lebih tjelaka adalah pada saat istriku meninggal dunia, terpaksa kami memindjam beaja pada The Wan gwe, orang terkaja di kota Kwan See ini, pekerdjaan The Wan gwee di samping mendjual daging babi djuga renten. . .Kami tidak mengerti banjak tentang The Wang-gwee ini, achirnja setelah lewat 2 minggu mulailah datang tagihan² jang terus menerus. Tjiangkun kami tidak berdaja....“

Lo Tie Djim, Lie Tiong dan Su Tjin sangat tertarik mendengarkan tjerita si empek tua ini, sampai - sampai Lo Tie Djim jang berdjiwa tidak sabaran menggebrak medja dan berseru njaring:

„Lalu apa jang diperbuat The Wan gwee kepada kalian?“

Su Tjin; „Sabar saudara Lo, biar biar Lo Djin Kee ini membasahi lehernja dulu, empek mari minum dulu!“ Su Tiin menjodorkan setjangkir teh pada orang tua itu, dan Li Tiong pun memberikan tempat duduk kepada ajah dan anak jang malang itu.

Setelah minum beberapa teguk, orang tua itu mengatur tempat duduknja dan menjambung kisah jang di deritanja :

„The Wan gwee itu berulangkali menagih kepondok kami, .. .. .. pada suatu hari aku sedang keluar rumah untuk mentjari kenalan jang mungkin bisa memberikan pertolongan

27