Sambil makan Siauw teetju itu bertjerita :
„Pendjaga kebun jang baru berhenti itu amat malas dan lemah. Setiap maling² itu datang menjatroni, ia tidak berdaja.
Maling² tjilik itu makin berani, menarik tubuhnja dan di-indjak² sehingga mendjadi tjidera. Baru seminggu jang lalu ia minta berhenti......wah, memang kurangadjar.
Paman, bukan baru kali ini sadja, tetapi Tay Siang Kok Sie ini sudah ber-turut² 7 kali berganti pendjaga kebun.
Semuanja minta berhenti karena tidak sanggup menahan gangguan² pantjalongok itu. Paman, hajo tambah lagi!“
Lo Tie Djim meraih buah2an dan memakannja dengan lahap. :
”Hiantiet, ja aku akan memanggilmu keponakan sadja.
Dimana kamar tempat tidurku ? Tolong antarkan. biar aku dapat melepaskan lelah Hiantit, djadinja aku sendirian harus tinggal dikebun ini ?“
Siauw teetju tertawa :
”Memang, memang Paman harus sendirian mendjaga kebun itu, terapi bila ada urusan penting, paman boleh mengetuk pintu penghubung ini“.
Lo Tie Djim berdehem: ”Hem. hmmm... jah. eh. Hiantit, kamar tidurku dekat sekali dengan kakus ? ”
Kembali Siauw teetju tertawa ter-gelak2 ka-
48