buruh di Indonesia dipelopori oleh kaum buruh atau pegawai pada djawatan² negeri, jang dapat dimengerti karena disini lebih dulu timbulnja kesedaran dan terdapat pemusatan² tenagakerdja, sedangkan diperusahaan-perusahaan partikelir lebih terpentjar-pentjar. Keadaan ini merupakan peletakan batu pertama bagi tradisi revolusioner kaum buruh dan pegawai negeri di Indonesia. Kebangkitan serikatburuh di Indonesia tidak semata-mata terdorong oleh kepentingan perdjuangan melawan penindasan kapitalisme tetapi djuga sebagai akibat penindasan nasional, jaitu penindasan imperialisme Belanda terhadap pembentukan nasion Indonesia.
Adanja kebangkitan berserikat setjara modern dari kalangan kaum pegawai dan buruh negeri, telah mendorong kaum buruh partikelir untuk membangun serikatburuhnja masing², antara lain PFB (Personeel Fabrieks Bond) tahun 1919. Djuga kaum djurnalis Indonesia ikutserta dalam gerakan anti-kolonialisme Belanda dengan mendirikan Journalisten Bond th. 1914. Dalam kegiatan pers ini dan djuga dalam lapangan lain golongan Tionghoa mengambil bagian jang besar.
Mengenai perkembangan gerakan revolusioner di Indonesia pada waktu itu, Lenin dalam tulisannja jang berdjudul Kebangkitan Asia dalam bulan Mei 1913, antara lain mengatakan:
„Kapitalisme dunia dan revolusi di Rusia th. 1905 pada achirnja telah membangunkan Asia”. Selandjutnja dikatakan oleh Lenin: „Suatu perkembangan jang penting jalah penjebaran gerakan demokratis-revolusioner ke Hindia Belanda”. Menurut Lenin, gerakan revolusioner demokratis di Indonesia dilakukan: pertama: oleh massa Rakjat, dimana diantaranja telah bangun gerakan nasionalis Islam, kedua: oleh kaum intelektuil jang dilahirkan oleh perkembangan kapitalisme dan ketiga: oleh orang² Tionghoa jang lumajan djumlahnja jang membawa gerakan revolusioner dari Tiongkok.
Revolusi Februari 1917 dan kemenangan jang gilang-
10