Halaman:ADH 0001 A. Damhoeri - Bumiku Yang Subur.pdf/26

Halaman ini tervalidasi

- 22 -

Suara kecepak kecepuk semakin jelas. Papa mulai menelusuri lubang yang berbelok-belok itu. Akhirnya papa dapat juga mencapainya. Papa berteriak kegirangan karena tangannya dapat mencapai kukuban limbat itu. Kata papa terasa ada benda-benda licin berpulun-pulun dalam rongga kukuban itu.

Persiapan membongkar kukuban itu dimulai. Tangguk disiapkan kalau-kalau ada nanti yang lolos dari tangkapan. Nah, seekor ikan limbat sudah dapat ditangkap papa. Menangkapnya agak sukar juga sebab badannya licin, harus dapat tengkuknya dekat sengatnya.

Seekor demi seekor limbat itu dapat dikeluarkan dari tempat persembunyiannya. Mana yang lolos masuk kedalam tangguk. Tidak seekorpun yang lolos dari sergapan papa. Kami berebutan mengumpulkannya. Hasil penyergapan lebih dari 30 (tiga puluh) ekor besar kecil. Barangkali semua-muanya: kakeknya, neneknya, ibunya, bapaknya, anak-anaknya bahkan cucu piutnya. Punahlah limbat satu keluarga besar itu. Tamat riwayatnya. Tetapi kami makan besar.

Kisah tentang ikan limbat belum habis. Ada pengalaman yang cukup unik juga tentang mengail limbat malam hari. Tetapi Lis tak pernah ikut, sebab Lis seorang wanita. Takut deh!

Sebagai sudah di ceritakan di desa kami mengalir sebatang sungai kecil yang bernama batang Mangkisi. Batang air itu mengalir sepanjang lembah Mangkisi sampai ke muaranya di batang Sinamar. Batang Mangkisi ini agak lucu juga. Kadang-kadang alirannya menghilang saja tinggal palungnya yang kering kerontang. Tetapi beberapa jauh di hilirnya ia muncul kembali dan mengalir dalam palungnya sebagai biasa. Rupanya ada terowongan dalam tanah.

Kalau musim hujan batang Mangkisi itu tidak lucu lagi sifatnya. Kini menyeram dan menakutkan. Airnya membanjir dengan amat derasnya, bahananya gemuruh menakutkan. Airnya bewarna