9. DI MANA KITA SEKARANG?
HAMPIR dinihari barulah badai berhenti menggila. Lautan pun sudah berkurang kemurkaannya, berangsur-angsur menjadi tenang kembali. Tetapi nakoda Tenggang memerintahkan kepada anak buahnya supaya berhenti dahulu di tempat itu. Barangkali ada kerusakan kapal, atau istrinya akan beristirahat dulu sesudah mengalami saat-saat ketakutan yang hebat itu.
Setelah pagi hari barulah kelihatan di mana mereka berlabuh. Rupanya kapal Elang Segara berlabuh di sebuah sungai yang tak begitu besar. Di tepinya penuh dengan pohon rumbia melambai-lambai. Seolah-olah mengatakan kepada kapal Elang Segara, ’’Selamat datang....’’
Pohon pulai pun menjulang ke udara, pucuknya meliuk-liuk seakan-akan berkata, ’’Ingatlah, ... ingatlah kami!”
Nakoda Tenggang berdiri di tepi pagar geladak. Ia sedang memperhatikan alam sekitar itu. Ah, kenapa tempat itu sebagai sudah dikenalnya? Di manakah mereka sekarang? Di tepi sungai kelihatan sebuah perahu lading tertambat di rumpun pokok rumbia. Perahu itu bagai tak pemah dipergunakan. Tertambat menanti lapuknya di sana. Bentuk perahu itu pun rasanya dikenalnya. Wahai, di mana mereka sekarang?
Hari semakin pagi juga. Beberapa orang penduduk sekitar itu mulai kelihatan. Mereka melihat ke kapal Elang Segara dengan diam diam dan sembunyi-sembunyi.
35