Anak tunggal! Ia sudah menjadi seorang pemuda remaja. Nama anak itu si Tenggang.
Waktu masih kecil anak itu selalu sakit-sakit. Tetapi semakin besar sudah jarang anak itu sakit. Sehingga akhimya menjadi pemuda yang cukup tampan juga. Tubuhnya tegap, berotot-otot. Pancaran matanya tajam bersinar terang dan amat cerah. Rambutnya ikal. Si Tenggang tertampan di antara pemuda-pemuda Sakai yang lain. Sebab itu ia amat disukai teman-temannya. Sikapnya ramah dan pandai bergaul. Lebih-lebih pada gadis-gadis. Si Tenggang menjadi perhatian mereka.
Suatu hari Tenggang terlambat bangun pagi. Matahari sudah tinggi. Lalu teringatlah ia bahwa sudah berjanji semalam dengan seorang temannya. Nama temannya itu si Sirih. Mereka berjanji hari itu akan pergi berburu ke hutan. Aduh, alangkah kesalnya si Tenggang! Tentu temannya si Sirih sudah lama menunggu. Dengan cepat ia meluncur turun. Lalu pergilah ia ke bawah ran si Sirih. Sampai di bawah ran temannya, berseru-serulah ia memanggil nama kawannya itu, ’’Sirih! Sirih!” serunya. Tetapi berkali-kali ia memanggil tak ada sahutan. Barangkali temannya sudah lebih dahulu pergi. Atau ia mengira bahwa si Tenggang takkan pergi. Tetapi ada juga seseorang turun dari ran itu. Seorang gadis remaja yang amat elok parasnya. Ia bersikap malu-malu ketika dilihatnya anak muda itu. Si Tenggang pun heran melihat anak perawan itu.
’’Abang Sirih sejak pagi-pagi tadi pergi,” katanya. Tetapi si Tenggang masih terbengong-bengong. Ia belum mengetahui bahwa temannya mempunyai seorang adik yang sudah remaja. Cantik pula!
Kau adik si Sirih?” tanya si Tenggang malu malu. Gadis itu mengangguk dan tersipu-sipu malu.
’’Siapa namamu, Dik?”
’’Si Bulan!” jawab gadis itu.
’’Aduh, kau memang cantik seperti bulan di langit,” kata si Tenggang memuji. Memang dia amat elok. Pantaslah orang tuanya menamakannya si Bulan. Wajahnya bercahaya-cahaya laksana bulan di langit. Kekesalan karena ditinggalkan kawannya menjadi
6