Halaman:Adat Istiadat Daerah Sulawesi Utara.pdf/283

Halaman ini tervalidasi

Beberapa upacara yang hingga kini masih dilakukan meskipun banyak dalam cara pelaksanaannya telah dipengaruhi oleh unsur-unsur kepercayaan Islam dan Kristen (pelaksanaannya sesuai dengan agama yang dianut oleh si pelaku upacara, tersebut) adalah upacara, 'menondong paraleong', Salim bangngu wanua, yang kini telah berubah sebagai peste adat ; upacara menipu (upacara pemujaan), yang menurut keterangan, terakhir dilakukan secara terang-terangan pada tahun 1930 - an Menondong paraleong, merupakan suatu upacara yang dilakukan di pulau Tagulandang, bermaksud untuk menolak malapetaka (bahaya kelaparan, bala penyakit, dsb.). Secara singkat, upacara ini dilakukan dengan jalan melayarkan sebuah perahu kecil, yang dimuati dengan sesajian berupa bahan makanan yang telah dimasak, sirih pinang, tembakau serta ramuan obat-obatan menangkal yang terdiri dari daun-daunan, akar akaran dan buah-buahan tertentu. Upacara ini dipimpin oleh tua-tua adat. Pada upacara ini diucapkan mantera-mantera, dan syair-syair suci. Sedangkan sesajian yang ada di persembahkan kepada roh-roh halus yang selalu mengganggu manusia dan mendatangkan bencana ini.

Salimbangu wanua, merupakan pesta adat yang dulunya merupakan upacara menolak bala kelaparan bencana alam, penyakit, pesta mana lama kelamaan berubah menjadi pesta pengucapan syukur dan kini diadakan pada setiap akhir tahun (pesta tahunan).

Metipu, adalah suatu upacara pemujaan roh - roh halus (penjelmaan nenek moyang) yang menurut keterangan, terakhir dilakuken di kecamatan Mangan itu di tahun 1930-an. Upacara mana kemudian dilarang oleh para petugas Zending dan Missi.

Upacara metipu, dilakukan oleh sekelompok orang yang menganut satu kepercayaan terhadap

272