Halaman:Aku Ini Binatang Jalang.pdf/9

Halaman ini telah diuji baca
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencengkung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.


sedangkan menurut versi KT, sajak dengan judul yang sama ini bunyinya demikian:

Sepi di luar, sepi menekan-mendesak
Lurus-kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak
Sepi memagut
Tak suatu kuasa-berani melepas diri
Segala menanti. Menanti-menanti.
Sepi.
Dan ini menanti penghabisan mencekik
Memberat-mencengkung punda
Udara bertuba
Rontok-gugur segala. Setan bertempik


Ini sepi terus ada.


 Jassin pernah mengatakan bahwa kata-kata dan tanda-tanda baca yang berbeda dalam sajak-sajak Chairil Anwar adalah “salah kutip atau salah cetak” dan “salah tik”.[1] Akan tetapi, jika kita amati kedua versi sajak “Hampa” di atas, tentu timbul pertanyaan: betulkah perubahan redaksi sajak itu hanya karena salah kutip, salah cetak, atau salah tik belaka? Apalagi kalau kita perhatikan bahwa perubahan redaksi sajak Chairil bukan hanya menyangkut perubahan kata dan tanda baca, melainkan juga menyangkut perubahan (penghilangan) bait, seperti terlihat dalam sajak “Sajak Putih” berikut. Menurut versi TMT, sajak ini berbunyi:

Bersandar pada tari berwarna pelangi
Kau depanku bertudung sutera senja



  1. Lihat H.B. Jassin, Surat-surat 1943–1983 (Jakarta: Gramedia, 1984), hal. 325–6; lihat juga umar Junus; “Puisi-puisi Chairil Anwar dan Pergumulan Saya dengan Teori Sastra”, 17 April 1985 (naskah 7 halaman).

x