Halaman:Almanak lembaga-lembaga negara dan kepartaian.pdf/307

Halaman ini tervalidasi
Pasal 41.

Pada pemandangan umum tentang suatu soal hanja dibitjarakan tudjuan umum dan garis besar soal pembangunan. Ketua rapat dapat djuga menetapkan perundingan tersendiri mengenai tiap-tiap bahagian pokok dari usul itu.

Pasal 42.

(1) Pembitjaraan tentang pola demi pola dalam tiap-tiap bagian pola dilakukan menurut urutannja sedemikian rupa, hingga pada setiap bagian diperbintjangkan djuga usul-usul perubahan jang bersangkutan, ketjuali bilamana isinja atau hubungannja dengan lain-lain bagian dan perubahan memerlukan aturan jang lain.

(2) Dewan Perantjang Nasional dapat memutuskan supaja pembitjaraan tentang suatu bagian pola dibagi-bagi, bilamana bagian itu memuat berbagai paragrap.

Pasal 43.

Selain dari anggota jang mengadjukan usul jang sedang dibitjarakan, seorang anggota tidak boleh berbitjara lebih dari dua kali tentang usul itu, ketjuali apabila rapat mengizinkan.

Pasal 44.

Ketua mempersilakan Presiden atau seorang Menteri berbitjara untuk memberi nasehat, apabila dan setiap kali dikehendaki, akan tetapi tidak boleh sebelum seorang pembitjara selesai berbitjara, dengan memperhatikan pasal 63.

Pasal 45.

(1) Sebelum atau selama perundingan tentang suatu usul, Ketua rapat dapat mengadakan ketentuan mengenai lamanja pidato para anggota dengan persetudjuan pembitjara.

(2) Bilamana lama pidato jang ditetapkan sebagai maksimum telah lampau, maka Ketua mempersilakan pembitjara berhenti. Pembitjara dengan segera memenuhi permintaan itu, dengan mendapat kesempatan menjerahkan naskah pidatonja, jang belum dibatjakan kepada Ketua.

Pasal 46.

(1) Apabila Ketua berpendapat, bahwa sesuatu pokok pembitjaraan telah tjukup ditindjau dari beberapa sudut, maka ia mengusulkan kepada Dewan Perantjang Nasional supaja perundingan ditutup.Usul ini diputuskan dengan tidak diadakan perundingan.

299